Topeng Pada Masa Hindu-Budha-Islam

Perubahaan lingkungan sosial terus berlansung seiring dengan perkembangan manusia, sehingga mengakibatkan makin berkembangnya kebudayaan masyarakat adalah proses penyebarannya dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal tersebut menyebabkan kian beragam dan kompleks corak kebudayaan sebagai akibat dari proses akulturasi. Di Indonesia pengaruh kebudayaan Hindu-Budha diperkirakan sejak abad ke-4 Masehi.

Pada Masa Hindu Budha fungsi topeng lebih beragam, tidak semata-mata difungsikan sacral sebagai bagian dari upacara ritual saja namun lambat-laun menjadi sebuah seni pertunjukkan. Penyajiannya sebagai bentuk pengajaran terhadap nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, kendati tidak serta merta ciri-ciri ritualnya lantas hilang. Perkembangan tersebut terus berlangsung sampai pada masa tumbuhnya kerajaan Islam. Topeng tetap berkembang baik menyesuaikan teknologi serta fungsinya. Pada masa awal tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam, fenomena paling mencolok adalah terkait penggunaan tari topeng. Utamanya topeng Panji sebagai media penyebaran agama Islam di pulau Jawa.

Tari topeng pada masa ini dikukuhkan sebagai sebuah bentuk kesenian hiburan para elit kerajaan yang bersifat eksklusif sekaligus sebagai pusat kekuasaan secara politis menjadikan seni yang berkembang pada saat itu bersifat istana sentris dengan raja dan kaum bangsawan sebagai pendukung bahkan pelaku menjadi symbol derajat sosial (keningkratan) seseorang. Situasi tata sosial feudal, berlatar kehidupan agraris dengan kerajaan-kerajaan sebagai pusat kekuasaan secara politis menjadi seni yang berkembang pada saat itu bersifat istana sentris dengan raja dan kaum bangsawan sebagai pendukung bahkan pelaku utamanya. Kesenian yang ada secara umum merupakan hasil kompromi antara kebudayaan bangsa India, sehingga tak heran apabila kisahnya diadaptasikan dari babad Mahabarata dan Ramayana.

 

Tari topeng Panji adalah sebagai perlambang keyakinan Jawa-Hindu-Budha (Hindu Siwa) yang merupakan agama mayoritas Majapahit dan menggambarkan pola pemikiran purba Jawa tentang dualism semesta yakni siang dan malam, matahari dan bulan, lelaki dan perempuan. Dualsime ini merupakan pasangan oposisi yang sama-sama diperlkan dalam kehidupan manusia. Untuk mencapai harmoni dari kenyataan dualistic ini, maka keduanya harus dipasangkan kemudian dikawinkan.

 

Kisah Panji sebagai ciptaan seni pada jaman Jawa Timur dan khususnya menjadi popular pada periode Majapahit, atau sekitar 1300 s/d 1500 M terbukti dengan banyaknya penggambaran kisah ini pada relief-relief di candi-candi yang dibangun pada periode Majapahit, seperti misalnya candi Mirigambar di kabupaten Tulungagung, candi Yudha dan candi Panataran di kabupaten Blitar.

Kesenian ini terus berkembang pesat pada jaman kerajaan Majapahit. Sejalan dengan kian luasnya wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan sekutu, tari topeng Panju serta Klana menyebar lewat jalur perdagangan maupun lewat darat.

 

Akulturasi antara seni topeng yang lahir pada masa kerajaan Majapahit dengan budaya asli masyarakat Bali kemudiaan melahirkan bentuk-bentuk seni topeng Pajegan, topeng Panca, Wayang Wong sampai termuda topeng Bondres. Kesinambungan budaya yang terjadi dapat diperiksa dengan mudah dari pemilihan kisah Panji sebagai tema utama kesenian tersebut.

-Jago Tarung Yogyakarta-Indonesian Mask: Touching the Hidden Spirit.-

 

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya

Scroll to Top