TARI MAENGKET

Yang dimaksud dengan Maengket adalah suatu tarian yang telah mentradisi di Minahasa, dilakukan oleh kelompok orang yang menyanyi sambil menari bahkan saling berpegangan tangan dan di pimpin oleh seseorang (kapel) yang akan mengangkat suara/lagu pertama (tumutuur) serta tambur sebagai alat pengiringnya.
Maengket berasal dari kata – engket yang artinya pasang, nyalakan, buka jalan, kaitkan,dan sebagainya. Apabila dilekatkan awalan ma- sebagai pembentuk kata kerja dapat diartikan sebagai kegiatan tarian. Kegiatan dimaksud berkaitan upacara dengan tujuan menerangi, membuka jalan dan mempersatukan masyarakat pendukungnya. Hal ini dilakukan dalam situasi kegiatan panen padi (maowey/makamberu), selamatan rumah baru (marambak) dan pergaulan muda mudi (lalaya’an). Versi yang lain yaitu yang dikemukakan oleh L. Ogi dalam bahasa tombulu menjelaskan bahwa maengket terjadi dari kata maha – engket, maha memiliki arti sedang melakukan pekerjaan dan kata engket berarti angkat, jengket atau sambung menyambung. Sehingga bila kedua kata ini disatukan maka memiliki pengertian melakukan angkat suara sambil berjengket dengan menyanyi sambung menyambung atau berbalasan. Sementara Posumah menjelaskan bahwa maengket terdiri dari kata ma, mah yang berarti pergi atau sementara atau sedang mau; dan kata engket yang dapat berarti bersama bergerak menari dan menyanyi lagu disatukan tanpa ada mahtuur atau tumutu’ur (pemimpin lagu). Jadi maengket sama dengan pergi berkumpul bernyanyi bersama-sama sambil menari, berpegangan tangan, membentuk lingkaran atau mapurengkey dengan gerakan maju selangkah, mundur selangkah, tangan diayunkan mengikuti ritme lagu yang dinyanyikan bersama. Sementara ada anggapan bahwa Maengket merupakan salah satu jenis tari dengan tipe setiap memulai menyanyi harus dimulai dari seseorang yang mengangkat suara kemudian diikuti oleh yang lainnya. Dengan demikian terdapat beberapa versi pendapat mengenai Maengket namun pada intinya Maengket adalah seni bernyanyi sambil menari dengan mengungkapkan sastra daerah yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Keberadaan tarian maengket penggunaannya tergantung dari maksud acara, tempat serta waktu. Jenis tarian ini dulu dibagi dalam 16 macam nyanyian yang menjadi tema atau judul yakni :
• Marojor asal kata rojor yang berarti lurus, besar, bagus.
• Maowei Makamberu berarti menyanyi sementara menuai (memetik) padi, mengumpul padi baru dan menceraikan padi itu dengan hampa hampa jerami.
• Marambak asal kata rambak yang berarti sentak menyenntakkan kaki ke lantai.
• Mareindeng asal kata reindeng (leindeng) yang berarti bunyi nyaring dan merdu.
• Mawinson asal kata winson yang berarti ikut berulang ulang
• Masambo asal kata ambo yang berarti capai
• Mapurengkei asal kata rengkei (lengkei) yang berarti tinggi
• Matolok (malolok) asal kata lulu yang berarti orang katik (pendek), wanita
• Masama, masawuna, masawona asal kata sawo memiliki arti kuah, permaian, waktu isi biji padi masih cair.
• Masiserap asal kata serap yang berarti bulan
• Maurei asal kata urei (orei) artinya ikat berkas
• Makarei asal kata kerei memiliki arti bersihkan
• Maweso asal kata weso yang berarti tarik
• Maijap asal kata ijap (riap) berarti sinar gilang gemilang
• Marani asal kata rani (kasuai) berarti licin
• Matambak asal kata tambak berarti ingat.
Ke enam belas macam nyanyian maengket ini dilagukan secara puisi, namun yang berkembang dalam tarian Maengket sekarang ini hanya 2 (dua) macam yakni Makamberu, Marambak kemudian di tambah bentuk Lalayaan sehingga menjadi 3 tema nyanyian atau lagu yang biasa disebut tiga babak (maengket sebagai bentuk seni pertunjukan). Lalayaan berasal dari kata lumaya yang berarti bergembira. Tema Lalayaan dimasukkan dalam tarian Maengket sesudah Makamberu dan Marambak karena dalam mengakhiri aktivitas atau kegiatan panen padi kemudian naik rumah baru diakhiri dengan ungkapan kegembiraan.
Dari catatan-catatan tersebut maka dapatlah disimpulkan dengan batasan yang sederhana bahwa tari Maengket adalah sekelompok orang yang menyanyi sambung-menyambung dengan gerakan mengikuti irama (menari) yang dipimpin oleh seorang kapel yang mengungkapkan kegembiraan, ucapan syukur pada saat panen padi (maowey kamberu), naik rumah baru (marambak) dan pergaulan muda-mudi (lalayaan).
Kapan munculnya tarian Maengket di Minahasa belum ada keterangan yang pasti namun menurut sejarah maengket sudah ada sejak abad ke 7. Kini mata budaya ini sudah berkembang dan dilestarikan orang Minahasa sampai sekarang dalam bentuk seni pertunjukan. Banyak pendapat yang ada mengenai asal-usul tari Maengket namun umumnya mengemukakan bahwa maengket adalah bagian dari suatu upacara ritual/sakral yang lahir dari suatu tradisi budaya gotong royong masyarakat di Minahasa dalam kegiatan agraris yaitu bercocok tanam. Budaya gotong royong ini dikenal dengan istilah mapalus. Mapalus merupakan suatu system kerja sama dengan dasar tolong-menolong antara beberapa orang atau sejumlah warga suatu masyarakat untuk kepentingan umum. Adapun bentuk kegiatan mapalus sampai sekarang ini dapat ditemukan ada yang terorganisir dan ada yang tidak terorganisir.
Pendapat lain mengemukakan bahwa tari maengket lahir dalam ritual religi purba suku malesung. Pada umumnya manusia purba hidup di alam primitif mempunyai kebiasaan menyanyi sambil menari – nari yang di pimpin oleh seseorang. Sejak zaman dahulu suku Malesung yang berganti nama Minaesa yang kemudian menjadi nama Minahasa terkenal dengan mata pencaharian bercocok tanam. Dalam kegiatan bercocok tanam para leluhur kita tidak bertahan pada satu kebun saja tetapi mereka berpindah – pindah dan merombak hutan di wilayahnya, sekaligus memperluas hak kepemilikannya dari tahun ke tahun sesuai dengan kemampuan masing – masing. Setelah merasa cukup dengan kepemilikannya, mereka kembali lagi ke kebun/ladang yang di garapnya semula yang tentunya telah menjadi hutan muda yang siap untuk digarap kembali. Salah satu kebiasaan yang telah lama dilakukan oleh suku Minahasa dalam mengerjakan sesuatu seperti memetik padi dan membuat rumah yaitu dilakukan bersama-sama secara begiliran atau dalam bentuk kerja mapalus. Dalam aktivitas kerja mapalus ini dikenal adanya maengket. Karena ketika bekerja mereka bernyanyi (untuk membangun semangat kerja), sambil berbalas-balasan. Dan pada waktu istirahat juga mereka suka bernyanyi. Adapun lagu-lagu yang dinyanyikan diikuti dengan gerakan-gerakan sederhana.
Selain itu versi lain mengemukakan bahwa tari maengket awalnya bukanlah suatu tari sebagaimana kita kenal sekarang ini. Maengket lebih tepat kalau disebut seni Maengket karena di dalamnya terdiri atas seni musik, seni vocal atau nyanyian dan seni tari (gerakan). Maengket dikatakan sebagai suatu tari baru dikenal awal abad ke-20. Dikatakan lebih lanjut bahwa pada masa lampau para leluhur tidak menyebut maengket itu sebagai tari tetapi disebut maengket saja. Menurut beliau, maengket itu asalnya dari Tombulu dan dapat dikatakan bahwa pelopor maengket sebenarnya dari suku Tombulu. Hal ini sesuai fungsi maengket itu sendiri dalam tradisi budaya agraris masyarakat tempo dulu adalah untuk panen padi ladang (kebun kering) bukan sawah. Memang kenyataan sekarang tari Maengket banyak diminati dan lebih berkembang pada etnis Minahasa subetnis Tombulu.
Bentuk dan jenis tari Maengket termasuk dalam kategori tarian tradisional yang dibawakan secara kelompok berpasangan yaitu pria dan wanita dengan seorang kapel sebagai pemimpin tari serta diiringi dengan bunyi alat musik tambur, tetengkoren dan gong. Sebagai tarian tradisional karena Maengket telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama serta telah mentradisi pada masyarakat di Minahasa dari satu generasi ke generasi selanjutnya walaupun pernah terjadi masa vakum. Perkembangan tari Maengket yang ada sampai sekarang (yang biasa dipertandingkan) dikelompokkan menurut jenis kelamin dan umur. Pembagian kelompok tersebut sebagai berikut:
• Kelompok tari Maengket campuran (pria dan wanita)
• Kelompok tari Maengket sejenis (khusus wanita, untuk peran pria dibedakan pakaiannya)
• Kelompok tari Maengket anak-anak (umur 6-12 tahun)
• Kelompok tari Maengket remaja (umur 13-18 tahun) dan
• Kelompok tari Maengket dewasa (umur 19 tahun ke atas).
Kenyataan sampai sekarang tidak ada kelompok tari Maengket pria karena pada bagian / tema ketiga yaitu lalayaan menggambarkan atau mengisahkan pergaulan antara pria dan wanita, dimana pemeran wanita tidak dapat dilakukan pria. Namun untuk kelompok sejenis (wanita dewasa) pemeran pria dapat dilakukan oleh wanita yaitu dengan memakai kostum pria. Di samping pembagian kelompok tersebut, dalam Maengket menggunakan komposisi suara manusia (paduan suara) yang dibagi atau dibedakan sebagai berikut:
• Suara anak-anak; tinggi dengan nada c – f” dan rendah dengan nada a – d” .
• Suara dewasa wanita; tinggi disebut sopran c – a”, sedang disebut mezzo sopran a –f” dan rendah disebut alto f – d”.
• Suara dewasa pria; tinggi disebut tenor c – a!, sedang disebut baritone a – f! dan rendah disebut bass f – d!.
Jika kelompok tari Maengket anak-anak maka susunan suaranya adalah suara tinggi dan suara rendah. Untuk kelompok sejenis (wanita) adalah suara tinggi, suara sedang dan rendah. Sedangkan untuk kelompok campuran susunan suaranya adalah sopran, alto, tenor dan bass. Dalam menyanyikannya secara parallel yakni semakin tinggi bunyi suara sopran, semakin tinggi pula bunyi suara yang lainnya. Menyanyikan melodi lagu tari Maengket menggunakan gaya daerah yang sering menahan nada suku kata terakhir, lalu terus menyambung ke nada yang lain dengan cara mengayunkan disebut ‘malndoi’. Tetapi dalam istilah musik umum disebut portamento yang artinya satu nada dibunyikan lalu terus menyambung ke nada lain dalam satu napas tanpa memberi tekanan lagi.
Busana dalam tari Maengket terdapat dua jenis yaitu busana penari wanita dan busana penari pria (termasuk penabuh alat musik). Busana penari wanita bagian atas adalah kebaya berwana putih yang dilengkapi dengan hiasan rendah dan untuk bagian bawah menggunakan kain sarung yang dilingkarkan dengan motif berkepala (memiliki motif batik atau gambar utama pada bagian depannya (lihat foto). Busana penari pria terdiri dari bagian atas adalah kemeja model baniang dengan kancing pada bagian depan, lengan panjang dan dada bagian depan kemeja dihiasi dengan motif bunga atau pita. Untuk bagian bawah yaitu celana panjang dengan memakai ikat pinggang dan ikat kepala bermotif gunung (satu gunung atau tiga gunung yang memiliki arti keagungan Tuhan untuk satu gunung sedang tiga gunung: gunung yang di tengah menandakan keagungan Tuhan, dan dua gunung di sampingnya bermakna hidup sesama manusia) . Para penari Maengket, kapel dan pemain musik tidak menggunakan alas kaki ketika mereka pentas di panggung. Berikut busana adat Minahasa yang digunakan penari pria dan wanita dalam tari Maengket.

Gambar 2. Foto busana wanita dan pria dalam tari Maengket

Sumber: BPNB Manado, 2013
Asesoris yang digunakan dalam tari Maengket yakni untuk penari wanita pada bagian kepala menggunakan sanggul pingkan (ada dua konde) dan bunga ros (sejenisnya) yang diletakkan pada bagian sebelah kiri kepala dekat telinga. Untuk asesoris penari pria yaitu ikat kepala bermotif gunung dan ikat pinggang yang terbuat dari kain. Perlengkapan asesoris lainnya untuk penari pria dan wanita adalah lenso yang dikaitkan pada jari kelingking baik kiri dan kanan. Khusus untuk busana Kapel (pemimpin tari) berbeda dengan busana penari wanita namun berbentuk kebaya dengan bagian bawah rok panjang yang warnanya senada dengan kebaya. Dan asesoris yang digunakan sama seperti penari wanita. Berikut gambar asesoris penari wanita bagian atas dan asesoris pria bagian atas:

Gambar 3. Aksesoris

Sumber: BPNB Manado, 2013
Alat musik yang digunakan dalam mengiringi tari Maengket umumnya adalah tambor (gendang) dalam ukuran besar dan sedang. Dalam perkembangannya kini sudah dilengkapi lagi dengan alat musik lain yaitu tetengkoren ( alat komunikasi orang Minahasa jaman dulu yang terbuat dari bambu) dan gong (terbuat dari besi kuningan). Bunyi alat musik tersebut berfungsi sebagai pembawa irama dan memberikan aba-aba atau isyarat.

Gambar 4. Alat-alat musik dalam tari Maengket

Sumber: BPNB Manado, 2013
Disamping iringan bunyi alat musik, tari Maengket juga diiringi lagu yang dinyanyikan oleh para penari. Syairnya mengungkapkan situasi panen padi (makamberu), situasi naik rumah baru (marambak) dan situasi pergaulan muda-mudi (lumaya). Ketiga tema lagu tersebut yang menyatu dalam satu paket tarian Maengket dengan judul masing-masing tema yaitu Makamberu, Maramba’ dan Lalaya’en. Pencipta lagu syair atau sastra maengket yang berkembang sekarang antara lain ciptaan dari Johanis Posumah, Titus Loho (alm.), Jan Rumagit (alm.), Dien Muaya (alm.) dalam bahasa Tombulu, Vincent Luntungan (alm.) dalam bahasa Tonsea, Samuel Assa dalam bahasa Tontemboan dan Hendrik L. Oroh dalam Bahasa Tondano (Tolour). Dari sastra-sastra tersebut ada yang disalin diterjemahkan lagi ke dalam dialek bahasa lain dalam lingkup etnis Minahasa.

Scroll to Top