Soekarno M. Noer (Alm), Penggiat Seni Film Indonesia

0
6435

Penerima Gelar Tanda Kehormatan Presiden Kelas Satyalancana Kebudayaan 2016. Soekarno M. Noer (1931-1986) adalah sosok teladan dalam dunia perfilman Indonesia. Konsisten dan sangat menjunjung tinggi komitmennya dalam menekuni profesi sebagai aktor. Seluruh film yang dibintanginya dilakukan dengan idealisme yang tinggi, dalam arti ia hanya bersedia bermain pada film-film yang menghargai idealisme, martabat, dan harga diri. Lebih dari itu, ia sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Ia menjadi teladan kesederhanaan hidup bagi insan film yang selalu menekankan perlunya senantiasa belajar, melatih diri, menekuni profesi secara total. Itulah sebabnya sepanjang kariernya ia jalani dengan total guna menyumbang kemajuan bagi perfilman Indonesia. Sumbangan yang begitu besar dalam dunia perfilman, dipandang tidak sepadan dengan hidupnya sehari-hari yang sangat bersahaja, jauh dari kehidupan seorang aktor besar yang umumnya hidup glamor.

Soekarno M. Noer lahir di Jakarta pada 13 September 1931 dari pasangan Mohammad Noer dan Janimah asal Bonjol, Sumatera Barat. Ketika usia dua tahun, dia menjadi anak yatim. Setelah wafatnya sang ayah, bersama ibu dan adiknya, Soekarno pulang kampung ke Bonjol terus berpindah ke Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Sebelum menjadi bintang film, ia sempat bekerja sebagai pegawai Kantor Pos, Telepon, dan Telegraf. Namun untuk mewujudkan cita-citanya menjadi bintang film, dia memilih berhenti dari pegawai dengan segala risikonya. Berkat ketekunan dan disiplin hidupnya yang tinggi, ia pun pada akhirnya dapat mewujudkan mimpinya menjadi bintang film.

Dari pernikahannya dengan Lily Istiarti, ia memperoleh enam orang anak, yang beberapa di antaranya mengikuti jejaknya sebagai aktor, termasuk Tino Karno, Rano Karno, dan Suti Karno. Selain itu juga diikuti oleh adiknya, Ismet M. Noer, yang juga menjadi aktor pada tahun 1970-an.new-picture-1

Bakat seni Soekarno ini diasah dalam Komunitas Seniman Senen, perkumpulan seniman di kawasan Pasar Senen Jakarta yang populer pada era 1950-an. Dari sinilah lahir seniman-seniman besar seperti penyair Chairil Anwar, sutradara Sjumandjaya dan Misbah Yusa Biran. Bahkan mantan Menteri Penerangan era Orde Baru, Harmoko, yang saat itu aktif menulis dan membuat karikatur, konon sering juga nongkrong di Senen.

Seni peran yang kemudian membesarkan nama Soekarno M. Noor dirintis melalui pementasan “Runtuhan” pada tahun 1953. Saat itu pula dia pertama kali bermain sebagai figuran dalam film Meratjut Sukma, dan peran utama baru dia dapatkan pada Gambang Semarang (1955). Screen persona Soekarno di ranah film didapat lantaran seniman Betawi ini selalu total dalam menghadirkan karakter dalam setiap lakon yang ia perankan. Keberadaanya kerap melintas batas-batas genre dan bahkan kekelompokan politik para seniman semasanya.

Soekarno juga tetap bermain semasa Orde Baru, baik film-film seni maupun yang pop. Pada semua film yang digeluti, dia tak pernah kehilangan penjiwaan. Soekarno M. Noor wafat pada 26 Juli 1986. Film terakhirnya adalah Opera Jakarta.

Berikut beberapa film yang mempertontonkan perannya yang apik sebagai aktor watak:

  1. Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982). Dalam film ini dia berperan sebagai Harun, juragan gay yang sedikit sinting dan menakutkan.
  2. Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1966). Di film ini Soekarno menjadi seorang promotor musik yang diduga tukang tipu.
  3. Senyum di Pagi Bulan Desember (1974). Dia sebagai napi buronan, salah satu dari tiga, yang lunak hati menyayangi seorang gadis cilik.
  4. Raja Jin Penjaga Pintu Kereta (1974). Dia jadi bekas pemain lenong yang jadi penjaga rel kereta dan secara mengenaskan dieksploitasi pemilik warung.
  5. Pagar Kawat Berduri (1962), dia juga cukup fasih menjadi seorang pejuang yang berdebat soal filsafat.
  6. Sebelum wafat dia pun bermain di film terakhirnya karya Sjuman Djaya, Opera Jakarta (1986).

Selama kariernya ia telah membintangi lebih dari 68 judul film sebagai pemeran utama, sekitar 30 judul film sebagai pemeran figuran, dan 20 judul drama. Pria Minangkabau ini tiga kali terpilih sebagai aktor terbaik dalam Festival Film Indonesia (Piala Citra), masing-masing dalam film Anakku Sajang (1960), Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1967), dan Kemelut Hidup (1979). Dalam kariernya sebagai bintang film, dia telah meraih banyak pengharaan. Di antaranya, pada Festival film Indonesia (1960) dia terpilih sebagai aktor terbaik. Juga sebagai pemeran utama terbaik dalam film Anakku Sayang (1967), film Di Balik Cahaya Gemerlapan, film Jejak Berdarah, dan film Jembatan Merah. Juga aktor terbaik dalam film Raja Jin Penjaga Pintu Kereta Api versi PWI pada 1974-1975. Terakhir, memperoleh Piala Citra sebagai pemeran utama terbaik dalam film Kemelut Hidup.

new-picture-2Selain bermain film, Ia juga aktif di organisasi, dan sempat menjadi Ketua I PB Parfi (1972-1974) dan Ketua Umum PB Parfi selam dua periode (1974-1978). Inilah yang membedakan Soekarno M, Noer dengan seniman artis pada umumnya. Ia mahir dalam berakting, lihai dalam berorganisasi. Di mana pun dan apa pun peran yang diembannya, selalu dilakukannya dengan penuh totalitas. Maka, kehadirannya dalam dunia perfilman Indonesia patut mendapatkan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Referensi :

https://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno_M._Noer

http://news.okezone.com/read/2012/10/31/502/711642/soekarno-m-noor-sang-seniman-senen

http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2328-aktor-film-legendaris
Profil :

Nama               : Soekarno M. Noer (alm.)

Lahir                : Jakarta, 13 September 1931

Meninggal       : Sumatera Utara, 26 Juli 1986

Pekerjaan         : Aktor

Pasangan         : Lily Istiarti

Anak               : 6

Penghargaan :

Anugerah Satyalancana Kebudayaan RI 2016 Untuk Bidang Seni Film

Pemeran Utama Pria Terbaik 1979 untuk film Kemelut Hidup