SHERINA SALSABILA, ” JADIKAN BACA TULIS BUDAYA ANAK INDONESIA”

0
1787

DSC_0044
Sherina Salsabila, di tahun ke-5 berkarya, telah melahirkan 16 novel dan mendapat lima penghargaan untuk kejuaraan tingkat nasional. Remaja berumur 15 tahun ini bertekad akan terus menulis hingga akhir hayat. Menulis baginya adalah kesenangan sekaligus kemerdekaan berpikir, “Saat menulis aku dapat menyampaikan pikiran dan krtitik. Aku merasa kuat dan senang. Aku menjadikan menulis sebagai kebiasaan,” tegasnya.

Bermula dari kesukaan Sherina pada cerita kancil dan buaya, sebuah kisah yang sering didongengkan ibundanya menjelang tidur, yang kemudian membangun imajinasi Sherina tumbuh dengan baik. Ketika umur satu tahun ia sudah senang mengamati lingkungan, menonton televisi, dan bergaya membaca buku sambil menceritakan amatannya, sehingga teman-teman ibunya mengira Sherina sudah bisa membaca. Sejak balita, ibundanya memang sudah memperkenalkan Sherina pada buku.

Sherina mulai menulis diary dan cerita pendek pada umur 8 tahun. Pada umur 10 tahun, Sherina mulai mengikuti lomba cerpen. Cerpen yang dilombakannya bertema menolong sesama teman dari buta huruf sampai dapat membaca. Cerpennya itu, kemudian diterbitkan oleh Airlangga for Kid. Setelah itu, Sherina rajin mengikuti lomba dan mendapatkan berbagai penghargaan di tingkat kota, provinsi, dan nasional. Bersamaan dengan penghargaan yang diraihnya, karya-karya Sherina juga semakin menarik minat berbagai penerbit. Prestasinya itu mendorong Sherina untuk memperluas jenis karyanya. Sherina kemudian menulis novel. Hingga saat ini Sherina telah menyelesaikan 18 novel, yaitu 16 novel telah terbit dan 2 novel sedang dalam proses penerbitan. Sherina juga menjadi tim penulis untuk komik “Serial Raffa” yang terbit di harian Sinar Harapan sejak 2014 hingga sekarang.

Pertumbuhan prestasi Sherina itu mendapatkan rawatan dan dukungan dari orang tua dan kedua adiknya. Menurut Sherina ayah ibunya selalu membelikan buku-buku bacaan yang ia perlukan. Lebih dari itu, keluarganya adalah tim konsultan yang hebat bagi pertumbuhan kepenulisannya. Ibunya telaten untuk membaca draf tulisan Sherina dan memberikan masukan dari aspek kebahasaan. Utamanya logika bahasa dan nalar yang sesuai bagi anak-anak sesuai dengan target pangsa pasar buku-buku Sherina. Kesulitan itu, wajar Sherina hadapi, karena kini ia sudah mulai memasuki alam pikir remaja. Sedangkan adik-adiknyanya memberi masukan terutama pada karakter tokoh-tokoh yang Sherina tulis. Sherina sangat senang dengan masukan dari adik-adiknya.Karena, adik-adiknya masih dalam usia anak-anak, sehingga dari masukan mereka itu, ia dapat menilai secara akurat pangsa pembacanya. Sherina juga meminta masukan dari ayahnya, biasanya terkait alur cerita.

Sherina mendapatkan inspirasi cerita dari pengalamannya sehari-hari, dari hal-hal yang terdekat dengan hidupnya. Menurutnya tema keluarga, persahabatan, dan sosial tema yang paling mudah dikenali. Selain itu, ia juga berharap dapat memengaruhi lingkungan terdekat pembaca dari tema-tema yang ia angkat. Salah satu bukunya yang mengangkat toleransi hidup beragama terinspirasi dari lingkungan perumahan tempat neneknya tinggal. Di lingkungan itu, Sherina bertemu teman bermain yang berbeda suku dan agama. “Kita miris kalau orang Indonesia cuma satu agama, satu suku. Perbedaan itu jadi unik. Karena itu, aku ngajak pembaca bertoleransi,” tutur Sherina.

Menurut Sherina mengangkat tema toleransi itu penting, karena anak-anak Indonesia penting mengerti toleransi karena manusia makhluk sosial. Sherina juga rajin menulis tentang keanekaragaman budaya dan alam Indonesia, “Aku ingin membuktikan kalau di negeri sendiri itu –Indonesia—lebih keren daripada di tempat lain,” kata Sherina optimis.

Sherina juga dapat menulis di tempat dan situasi apapun. Ia menulis di malam hari di rumahnya atau di saat rehat sekolah, sambil mengamati teman-temannya yang bermain sebagai sumber inspirasi. Menulis sudah menjadi kebutuhan sekaligus kesenangan. “Aku pusing tidak bisa tidur, kalau dalam satu hari belum menulis,” kata Sherina. Tantangan utama yang Sherina hadapi saat ini menyesuaikan bahasanya yang remaja ke bahasa anak-anak yang menjadi sasaran pembacanya. Beruntunglah ibu dan adiknya banyak membantu mengatasi kebahasaan itu.

Kecintaan Sherina menulis ini juga digerakan oleh kecintaannya pada anak-anak Indonesia. “Aku ingin anak Indonesia menjadikan baca tulis sebagai budaya. Aku ingin anak Indonesia berbagi harapan melalui tulisan. Bahkan anak Indonesi banyak sekali bakatnya, selain menulis, ada yang menari, menyanyi dan lain-lain. Aku ingin apa yang mereka mampu, ditularkan ke anak-anak yang lain.” Selanjutnya Sherina ingin menulis tentang negeri Indonesia, tentang situasi sosial, pemerintah dan alamnya. “Aku ingin anak Indonesia kembali cinta dan bangga dengan negerinya melalui buku-buku yang kutulis,” kata Sherina. Ia juga berharap anak-anak dan remaja lebih peka dengan keadaan di sekelilingnya, globalisasi yang membuat batas dunia menyempit tapi pandangan anak-anak dan remaja bisa semakin luas.“Budaya Indonesia tidak akan hilang kalau generasi muda tetap bangga, cinta dengan budaya,” kata Sherina penuh harap.

Komentar Sherina atas penghargaan kebudayaan kategori anak dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai berikut: “Semoga anugerah kebudayaan membuat Kemendikbud lebih dekat dengan anak-anak. Karena anak-anak butuh suasana dan dukungan. Penghargaan kebudayaan semoga lebih melihat kepada anak-anak yang berdedikasi pada budaya.”