Setu Babakan: Miniatur Permukiman Betawi

setu_babakan
Gerbang masuk menuju setu babakan
sumber: www.indonesiakaya.com

Etnis Betawi adalah sebuah ironi kota Jakarta. Selaku tuan rumah, meraka nyaris tak memiliki kawasan permukiman khusus yang merefleksikan jatidirinya sebagai penduduk asli Betawi. Dari puluhan bahkan ratusan perkampungan Betawi yang pernah ada, kini tinggal perkampungan Betawi di Condet, Jakarta Timur dan Setu Babakan di Jakarta Selatan. Sayangnya, perkampunyan Betawi di Condet pun eksistensinya mulai terancam lantaran banyak dihuni para pendatang.

Kini harapan tinggal tertuju pada permukiman Betawi Setu Babakan. Di tempat ini masyarakatnya masih mempertahankan dan melestarikan budaya Betawi seperti bangunan, bahasa, tarian, musik, seni drama, adat istiadat, juga penganan. Lingkungan tempat tinggal mereka pun sangat kental bercitrakan Betawi, yang ditandai dengan banyaknya buah-buahan di pekarangan rumah mulai dari belimbing, rambutan, buni, jambu, dukuh, menteng, gandaria, mengkudu, nam-nam, kecapi, durian, jengkol, kemuning, dan lainnya.

Setu Babakan sendiri merupakan nama sebuah danau seluas sekitar 32 hektar. Selain Setu Babakan, di kawasan itu juga terdapat danau lainnya, yaitu Setu Mangga Bolong. Kedua danau tersebut dulunya merupakan kesatuan dan menjadi sumber kehidupan masyarakat terutama untuk kepentingan pengairan sawah, ladang-ladang pertanian, dan kolam. Air yang engalir ke dua danu tersebut bersumber dari Sungai Ciliwung.

Perkampungan Betawi Setu Babakan menempati areal seluas 289 hektar, di mana 65 hektar di antaranya milik pemerintah. Dari 65 hektar itu, kawasan yang sudah dikelola baru 32 hektar. Perkampungan ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besra penduduknya adalah asli Betawi, sedangkan sisanya adalah para pendatang, seperti dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan dan lainnya yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.

Sejak tahun 2000, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan permukiman Betawi di Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya. Meski demikian, peresmiannya baru dilakukan pada tahun 2004 oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso yang diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Bersama masyarakat setempat, Pemprov DKI kemudian membuat reka cipta pemukiman Betawi ini lengkap dengan segala atribut budayanya. Antara lain, merenovasi rumah-rumah tradisional milik warga, mendirikan sanggar-sanggar seni dan tari, mendirikan pusat informasi budaya, membangun panggung terbuka, dan sebagaianya. Selain untuk tujuan pelestarian dan pengembangan budaya Betawi, Setu Babakan juga dijadikan kawasan wisata.

Sebagai lokasi wisata, Setu Babakan cukup ramai didatangi pengunjung terutama pada hari-hari libur. Wisatawan yang datang akan disuguhi beragam hiburan seperti tari cokek, tari topeng, kasidah, marawis, seni gambus, lenong, tanjidor, gambang kromong, atau ondel-ondel. Pengunjung juga dapat menyaksikan prosesi-prosesi budaya Betawi seperti upacara pernikahan, sunatan, akikah, khatam Al-Qur’an, atau menonton anak-anak yang latihan silat.

Yang tak kalah menarik, di perkampungan ini juga banyak terdapat warung yang menjajakan makanan-makanan khas Betawi. Tinggal pilih, mau ketoprak, gado-gado, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng, atau tahu gejrot.

Keinginan pemerintah rupanya tak sebatas menetapkan Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya Betawi dan lokasi wisata. Tapi juga menjadikan kawasan ini sebagai pusat pengembangan budaya Betawi. Keinginan itu dituangkan dalam program penataan kawasan kebudayaan Betawi di Setu Babakan. Menurut Indra Sutisna, pengelola Perkampungan Betawi Setu Babakan, program itu dicanangkan Gubernur Fauzi Bowo.

Cetak biru (blue print) penataan kawasan Setu Babakan sebenarnya sudah dibuat, tapi entah kenapa program itu sayangnya belum terealisir pembangunannya. Dalam cetak biru itu, penataan Setu Babakan dibagi menjadi tiga zona. Dengan luas mencapai 3,2 hektar, zona A yang disebut pula sebagai zona kesenian, disiapkan sebagai kawasan untuk pentas seni dan pameran-pameran seni atau budaya betawi.

Pembangunan zona A ini sudah dimulai sejak Desember 2013 dan diperkirakan akan rampung akhir tahun 2014. Di kawasan ini terdapat SMK Kesenian, amphiteather, dan beberapa rumah tradisional Betawi dengan gaya arsitektur bapang, pesisiran, dan joglo.

Saat meninjau pembangunan zona A di Setu Babakan pada Mei 2014, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, meski proses pembangunan baru mencapai 50 persen lebih, ia berencana menggunakan zona kesenian itu untuk pentas kesenian pada ulang tahun kota Jakarta pada Juni 2014. “Nanti mungkin bisa digunakan (pas ulang tahun), bisa pertunjukkan gambang kromo, tanjidor atau pertunjukan seni lainnya,”katanya.

Sementara itu, zona B merupakan kawasan danau seluas 3,4 hektar. Rencananya, di kawasan tersebut akan dibangun penginapan di tengah danau (setu). Sedangkan zona C adalah kawasan permukiman penduduk seluas 289 hektar. (Hasanuddin)

Sumber:
Hasanuddin. 2014. Warisak Kita Ed. 1. Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya: Jakarta

Scroll to Top