Seni Topeng Jawa Tengah

0
11196

Seni Topeng Jawa Tengah

Seni tari topeng Yogyakarta adalah seni tari topeng yang dikembangkan Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Seni tari topeng Yogyakarta adalah seni tari topeng yang dikembangkan Keraton Kasultanan Yogyakarta. Sejak Perjanjian Giant tahun 1755, Keraton Mataram terbagi menjadi dua, yakni Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Setahun setelah itu, dilanjutkan dengan perjanjian Jatisari pada tahun 1756 untuk menentukan masa depan masing-masing kerajaan dalam upaya meneruskan warisan budaya yang pernah dimiliki oleh Keraton Mataram.

Kasultanan Yogyakarta, dalam hal ini Sultan Hamengkubuwono I lebih memilih untuk melestarikan seni tari tradisi yang sudah ada yakni tari klasik. Seringa sampan saat ini sebutan tari klasik gaya Yogyakarta lebih sering dekenaal dengan sebutan tari gaya Mataram.

Perjalanan panjak tari klasik gaya Yogyakarta mencapai puncknya pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, dimana Wayang Wong pada masa ini menjadi masterpiece dan sekaligus simbol legitimasi raja. Wayang Wong menjadi karya monumental, karena melahirkan bank ragas gerak dan inovasi kostum tari yang dikenal hingga saat ini.

Keragaman gerak dan kostum pada Wayang Wong inilah yang kemudian menjadi inspirasi terciptanya beksan-beksan (tari) lepas yang mengambil ide tokor dalam Wayang Wong. Berdasarkan ide gagasan tersebut, maka lahirlah bentuk-bentuk koreografi tari topeng Tunggal yang dambil dari bagana tokoh dalam Wayang Wong.

Pada masa sebelumnya tari Wayang Wong yang melibatkan perangkat topent juga telah diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I yang diadaptasi dari kisah Ramayana maupun Mahabharata dimana para pemain untuk tokoh raksasa dan kera mengenakan topeng, tetapi tidak demikan dengan para took satria dan want.

Beberapa tari topeng lain yang dikembangkan oleh Keratin Yogyakarta adalah sebagai berikut: Tari topeng Puteri Kenakawulan , Tari Topeng Klana Gagah, dan Tari Topeng Klana Alus.

Hamper sama dengan Yogyakarta, perkembangan tari topeng Surakarta (Solo) pun berpusat pada dua sumber utamanya yakni Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat ini kemudian menyebar ke daerah-daerah di sekitar Surakarta bahkan hingga ke luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Keaton Surakarta itu kemidian dikenas dengan tari gaya Surakarta.

Surakarta memiliki beragam jenis tari yang beberapa diantaranya surah ada seajack jaman Kerajaan Kediri, yakni tari topeng Klana, Wireng dan Sekartaji, tari Gambyong sebagai tarian penyambutan atau selamat datang kepada para tamu, ada juga tari Merak, Klana, Golek Manis, tari bajidor cabot, dan tari kuda mangsah. Topeng Surakarta memiliki sepuluh karakter yakni topeng Raja, topeng Satria, topeng Puteri, Gecol atau komedi, Prajurit, dan topeng Wanara tau kelompok kera. Tari topeng Surakarta juga diadaptasikan dari kisah Panji.

Konsekuensi logis dari eksistensi keraton di Yogyakarta dan Surakarta sebagai pusat perkembangan tari topeng bahkan tari-tari klasik lainnya yang berusia lebih tua menempatkan kesenian tersebut menjadi eksklusif karena dipertontonkan di hadapan khalayak terbatas dan pada acara-acara tertentu saja. Hal ini sangat berbeda dengan tari topeng di Jawa Barat dan Jawa Timur dimana eksistensi keraton abren diana sehingga kesenian adihulung ini benar-benar menjadi milik rakyat.

-Jago Tarung Yogyakarta- Indonesian Mask: Touching the hidden spirit-

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya