Senggayong Sukadana, Permainan senggayong dibawakan oleh Masyarakat

0
1846

Di Sukadana, permainan Senggayong dibawakan oleh masyarakat yang merupakan keturunan dari orang bukit. Orang bukit merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang telah lama ada dan berdiam di Sukadana. Sebagai salah satu suku yang berperan besar dalam kebudayaan kerajaan Tanjung pura dan Kesultanan Matan atau biasa pula disebut Tanah Kayong.          Keunikan kemudian lahir dari perpindahan kepercayaan agama Oleh orang bukit di Sukadana, dari agama kaharingan kepada Islam. Tentu saja mereka juga membawa kebudayaan yang salah satunya adalah Senggayong. Jadilah Senggayong orang Bukit di Sukadana dibawakan Oleh orang Niaga (Melayu) padahal umumnya Saat ini Senggayong dipahami sebagai bagian dari adat orang ‘darat’  Senggayong Orang Bukit Sukadana ini menarik untuk dipelajari lebih lanjut, karena merupakan peninggalan dari budaya- tua masyarakat yang secara turun temurun tinggal di sisa — sisa kerajaan Tanjung Pura ini. Namun sayangnya, Saat ini keberadaan seni Senggayong di Tanah Kayong, baik di Ketapang maupun di Kayong Utara bisa dikatakan sudah mulai menghilang untuk tidak mengatakannya hampir punah.

Dedy Ari Asfar, Peneliti dari Balai Bahasa Kalbar dalam sebuah tulisannya di blog per-nah mengeluhkan temuannya yang mengindikasikan senggayong belum menjadi memori kolektif seluruh pelajar dan mahasiswa di Kalimantan Barat. Senggayung/Senggayong menurut Dela  Syahefti Tamura (2017) diambil dari sebutan warga Sukadana untuk gayung air minum yang terbuat dari buluh. Disebut demikian karena akar katanya dianggap adalah Gayung, kata melayu yang digunakan untuk menyebut alat penimba air yang kecil untuk mandi. Sebagaimana dalam KBBI tempurung dan sebagainya yang diberi bertangkai untuk mengambil air.  Namun Gayung, tidak selalu digunakan untuk alat penimba air, namun juga merujuk pada satu wilayah, yang setidaknya dalam surat menyurat Belanda ditulis ‘gajoeng’. Wilayah itu berada di dalarn sungai Pawan, tepat dipercabangan Pawan dengan Sungai Kayong. Sungai itu pun disebut dengan sungai Gajoeng dalam peta Belanda zaman kolonial.

Apa yang hari ini disebut Tanah Kayong, bermula dari nama Kesultanan Matan yang berkedudukan di Gayoeng, atau Kayong. Berdasarkan dokumen foto Koleksi Tropen museum, orang Belanda bernama H.F. Van Os pada tahun 1907 berhasil memotret orang bukit memainkan senggayong.  Upaya Pelestarian Senggayong Orang Bukit Sukadana, Orang Bukit Sukadana Yang Saat ini telah ‘turun gunung’ masih terus merayakan tradisi musim buah mereka dengan permainan Senggayong. Di Perbukitan di lokasi wisata Air Paoh tempat orang — orang Bukit di Sukadana tersebar, dalam tampilan modern mereka, masih ada orang – orang Yang memainkan Senggayong ini.

Sekarang sudah berdiri sebuah sanggar demi mengembangkan dan melestarikan Senggayong ini di Sukadana. Muslimin Yang memiliki rasa cinta pada tradisi seni musik, mendorong niatnya mengajak seniman Iain membentuk sanggar Yang saat ini bernama Sanggar Senggayong. Mereka pernah berkompetisi hingga tingkat provinsi mewakili Kabupaten Kayong Utara dan juga menjadi tarian pada Festival Muara di Singapura pada tahun 2016. Orang Bukit Sukadana hari ini tentu saja, demikian pula para pencinta budaya, menginginkan senggayong dapat dilestarikan dan dipatenkan sebagai warisan budaya Indonesia.        Tentu saja harapan masyarakat ini mendapat dukungan Pemda KKU dalam hal ini bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan telah mendaftarkan Seni Pertunjukan Senggayung sebagai warisan budaya tak benda Kayong Utara ke tingkat Nasional, Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan serta Pelaku industri kreatif Kayong Utara telah banyak membantu pula dalam  penelitian—yang dilakukan ini.

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201901036

Nama Karya Budaya :Senggayong Sukadana

Provinsi :Kalimantan Barat

Domain :Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda