Seminar Media Massa dan Warisan Budaya (4)
Seminar Media Massa dan Warisan Budaya berlangsung pada tanggal 1 Februari 2018 yang dimoderatori oleh Bapak Muasri, Kepala Taman Budaya Padang, Sumatera Barat. Paparan ke-empat atau yang terakhir di seminar ini dilakukan oleh Bapak Yusilo Hartono dengan tema “Media Massa & Warisan Budaya di Era Revolusi Digital”
Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun PWI, ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985.
Dewan Pers kemudian menetapkan Hari Pers Nasional dilaksanakan setiap tahun secara bergantian di ibukota provinsi se-Indonesia. Dalam Keppres disebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.
Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya akan memberikan bentuk pendukungan sebagai bagian dari Penyelenggaraan Even Diplomasi Budaya antar Daerah. Bentuk dukungan berupa seminar Kearifan Lokal dan Nilai Budaya, Sosialisi Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, dan Pameran Kearifan Lokal sebagai Warisan Budaya.
Media Massa di Era Revolusi Digital: Revolusi teknologi informasi, Zaman Analog ke Digital, Memusat ke aku, ponsel, online –semua kebutuhan, Dunia semu dan nyata berkelin dan Disruption mengantuhi dimana-mana. Revolusi digital telah mengubah perilaku dan kultur masyarakat dalam berkomunikasi dan mengonsumsi berita. Kehadiran media sosial mengubah informasi menjadi lebih personal. Beberapa prinsip paradigma baru pada era digital menurut Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Navara Spanyol, Jose Luis Orihuela adalah dari audiensi menjadi pengguna, dari media menjadi isi, dari monomedia menjadi multimedia, dari periodisasi menjadi real time, dari tidak termediasi, dari distribusi menjadi akses, dari satu arah menjadi interaktif, dari linear menjadi hypertext, dari data menjadi pengetahuan.
Berita Kebudayaan dan Permasalahannya: Secara umum, media massa kita tidak tertarik kebudayaan. Perlu usaha keras bagi pelaku budaya “yang jualan warisan masa lalu” (tangible, dan intangible) mengemasnya menjadi selera “masa kini” , dengan “teks dan konteks” Mengemas dengan pendekatan “teks dan konteks” merupakan keniscayaan. Menyebarkannya dengan multi platform : mainstream sampai media sosial. Jujur tidak gampang untuk memuat maupun menulis tentang kebudayaan, karena itu para pelaku “yang berjuaan masa lalu” perlu menyiapkan informasi yang memadai. Masyarakat suka berita yang keras, banal, hancur-hancuran. Media massa dibatas Kode Etik Jurnalistik . Di sinilah wartawan dituntut kompetensi dan kearifannya.
Simbiosis Mutualis Pers dan Kebudayaan: Kerjasama Dikbud dan PWI Pusat : Temu Redaktur Kebudayaan (2012,2013, 2014, 2015), dan Sekolah Jurnalisme Kebudayaan (2012, 2013). Tujuannya meningkatkan wawasan dan ketrampilan Redaktur dan wartawan budaya, Investasi kultural bagi wartawan budaya di 34 provinsi. Jaringan ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk publikasi kebudayaan Perlu dipikirkan simbiosis mutualisme lebih jauh. Sebagai jaringan publikasi kebudayaan. Mendorong Pemerintah agar Menjadikan Kebudayaan Sebagai Prioritas Pembangunan.
Tanggung Jawab Pers Mendorong Pemerintah Menjadikan Kebudayaan Sebagai Prioritas Pembangunan: UNESCO, Indonesia sebagai negara super power kebudayaan, Presiden Jokowi, DNA Bangsa Indonesia seni budaya, UU Pemajuan Kebudayaan dan Perlu kita dorong kebudayaan sebagai salah satu prioritas pembangunan.