Selendang Mayang

Proses kehadiran makanan tradisional Betawi tak lepas dari proses percampuran budaya antar etnik dan antar bangsa. Kita ketahui bahwa sejak abad ke 2, tanah Jakarta, khusunya kawasan Bandar Kelapa kemudian Pelabuhan Sunda Kelapa, telah menjadi kawasan Internasional. Di pelabuhan ini sudah terjadi interaksi antar etnik maupun bangsa secara intensif. Interaksi itu melahirkan proses asimilasi yang ketat sehingga memunculkan output yang unik dan khas. Jadi, proses kemunculan ragam makanan Betawi sangat rumit. Proses menjadi makanan membutuhkan episode yang saling tarik ulur, saling mempengaruhi dalam aneka kekuatan masing-masing. Terkadang diselimuti pula dengan kisah yang disampaikan dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi berikutnya.

Penamaan Selendang Mayang pun lebih karena faktor non teknis untuk membuat minuman ini lebih mudah dikenal karena namanya yang unik selain itu selendang mayang namanya memang sudah mulai asing didengar. Disebut selendang mayang karena tiap lapisan terdiri dari beberapa warna. Nama selendang mayang muncul karena bentuk jajanan ini sendiri. ‘Selendang’ dari warna makanan yang berwarna hijau, putih, dan merah seperti selendang penari. Sementara ‘Mayang’ memiliki arti kenyal dan manis. Warna-warna tersebut merupakan warna-warna khas masyarakat Betawi. Hal ini bisa dilihat dari pemilihan warna seperti merah yang berhubungan dengan Tiongkok, lalu ada pula kuning yang merupakan warna khas Melayu dan hijau yang diidentikan berasal dari Arab. Minuman yang mulai langka keberadaannya saat ini ternyata sudah mulai populer sejak 1940-an. Walau tergolong sulit ditemukan. Persebaran minuman ini banyak terdapat di daerah Petak Sembilan, Palmerah, Kampung Setu Babakan, Kampung Condet, Kawasan Kotatua, dan sebagainya dan masih ada yang menjual kuliner khas Betawi ini. Sulitnya menemukan kuliner selendang mayang ini karena sebagian kalangan masyarakat yang ada di Betawi sendiri masih menganggap sebagai minuman kuno. Fungsinya selain menyegarkan, minuman ini dapat mengurangi rasa lapar karena dibuat dengan bahan dasar tepung beras.

Apa yang dikenal dengan es atau minuman Selendang Mayang, ini sering dikaitkan dengan cerita rakyat. Tersebutlah cerita Jampang Mayangsari. Mayangsari terkenal kecantikannya lantaran salah satu keunggulannya adalah rambutnya yang hitam panjang ikal. Banyak lelaki kepincut, termasuk Jampang. Ada pula yang mensangkut-pautkannya dengan perempuan yang memakai selendang dengan rambut hitam ikat dua. Maka ada yang menyebutnya kue indah menawan. Bentuknya yang semula di loyang berlapis tiga warna, kemudian dipotong panjang seperti selendang. Potong panjang kemudian dipotong kecil berbentuk wajik. Pada daerah tertentu, masyarakat menyebut minuman ini Bendrong.

Seperti informasi yang beredar, selendang mayang juga pernah disebut-sebut menghilang selama puluh tahun. Baru kemudian pada 1990-an selendang mayang muncul kembali dan sering ditemukan di acara hajatan. Melihat tradisi yang ada di Betawi, selendang mayang biasanya disajikan saat pesta pernikahan, sebagai menu takjil atau acara hajatan bernuansa budaya Betawi. Menyantap minuman ini  melambangkan kehangatan dan kemeriahan. Selain menyegarkan, minuman ini dapat mengurangi rasa lapar karena dibuat dengan bahan dasar tepung beras.

Bahan-bahannya : tepung sagu aren, tepung beras, garam, daun pandan suji, air, gula merah diiris-iris. Bahan untuk sausnya : santan, daun pandan, dan garam. Membuatnya : Tepung sagu aren, tepung beras, garam, daun pandan suji, dan air dicampur dan diaduk sampai tepung larut. Larutan tepung dimasukkan sambil terus diaduk sampai adonan menggumpal dan matang. Adonan diangkat lalu dituang dalam wadah dan didinginkan. Setelah dingin, selendang mayang dipotong-potong sesuai dengan selera. Gula merah dan air direbus sampai gula larut. Sirup dan gula merah dituang secukupnya, lalu ditambahkan selendang mayang dan es serut atau es batu sesuai selera.

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201900916

Nama Karya Budaya :Selendang Mayang

Provinsi :DKI Jakarta

Domain :Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda

Scroll to Top