Pertunjukan Wayang (The Wayang Puppet Theatre) masuk dalam ICH LIST UNESCO pada tanggal 4 November 2008 dalam kategori “Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Human”.
Pertunjukan yang terkenal karena perpaduan wayang yang rumit dan gaya musik yang kompleks, bentuk ini berasal dari pulau Jawa Indonesia. Selama sepuluh abad wayang berkembang di kerajaan Jawa dan Bali serta di daerah pedesaan. Wayang telah menyebar ke pulau-pulau lain (Lombok, Madura, Sumatera dan Kalimantan) di mana bertambahnya berbagai kebiasaan lokal dan musik setempat. Meskipun pembuatan wayang sangat hati-hati dalam berbagai ukuran, pengerjaan dan gaya, terdapat dua jenis utama dalam wayang yaitu wayang tiga dimensi kayu (wayang Klitik atau Golek) dan wayang yang hanya menampilkan bayangannya saja (wayang kulit) yang ditampilkan dari belakang layar. Kedua jenis tersebut mempunyai karakter dalam kostum, tata rias dan artikulasi setiap bagian yang ditampilkan. Pemain wayang (dalang) memainkan wayang dengan melakukan gerakan pada tongkat yang melekat pada wayang tersebut dengan gerakan lengan berputar. Penyanyi dan musisi bermain melodi yang kompleks melalui instrumen gamelan yang terbuat dari perunggu.
Di masa lalu, dalang dianggap sebagai ahli sastra yang mampu mentransmisikan nilai-nilai moral dan estetika melalui seni yang mereka bawakan. Kata-kata dan tindakan dari karakter komik mewakili “orang biasa” yang siap untuk mengkritik isu-isu sosial dan politik yang sensitif, dan diyakini bahwa peran khusus ini mungkin telah berkontribusi untuk kelangsungan hidup wayang selama berabad-abad. Cerita dalam wayang mengikuti karakter dari mitos adat, Kebiasaan di India dan cerita kepahlawanan dari Persia. Perbendaharaan kata-kata yang baik dan teknikĀ dalam wayang hanya bisa dilakukan dari keluarga dalang, musisi dan pembuat wayang tersebut. Dalang diharapkan mampu menghafal perbendaharaan kata dalam cerita yang akan dibawakan maupun narasi kuno dan lagu puitis dengan cara cerdas dan kreatif. Pertunjukan wayang masih dinikmati sebagian besar masyarakat. Namun, dalam persainga sekarang agar sukses diharapkan menampilkan bentuk modern hiburan seperti video, televisi atau karaoke, pemain cenderung untuk menonjolkan adegan komik dengan mengorbankan alur cerita dan mengganti iringan musik dengan lagu-lagu pop, menyebabkan hilangnya beberapa fitur khas.
(Sumber: www.warisanbudaya.kemdikbud.go.id)