Pentiaw Ubi

0
953

Pantiaw adalah makanan khas Bangka Belitung yang berasal dari olahan tepung sagu dan tepung beras, berwarna putih dengan bentuk menyerupai mie dengan tekstur kenyal yang menggoyang lidah. Pantiaw disajikan dengan siraman kuah ikan yang memberikan rasa pada pantiaw yang tidak memiliki rasa yang kuat. Pantiaw sendiri merupakan masakan yang diadaptasi dan dipopulerkan oleh orang Cina yang menetap di Bangka, karena yang kita tahu Bangka Belitung merupakan pulau dengan berbagai jenis ras, agama dan budaya yang menjadikan banyaknya ragam masakan yang menjadi cirri khas masing-masing. Pantiaw juga merupakan wujud adanya akulturasi budaya yang ada di Bangka Belitung ini.

Orang Tionghoa di Bangka didatangkan pada awal abad 18 atau sekitar tahun 1710 Masehi ketika pertambangan resmi dibuka. Mereka umumnya tidak membawa istri sehingga menikahi penduduk bumiputera, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar merupakan peranakan yang berbicara bahasa Hakka yang bercampur bahasa Melayu. Adapun tujuan mereka migrant ke Bangka adalah menjadi kuli timah, karena pada masa itu pulau Bangka yang berada di bawah kesultanan Palembang ditemukan timah, dan tenaga kerja yang dianggap berpengalaman adalah orang Tionghoa suku Kejia yang memang terkenal memiliki keahlian di bidang pertambangan.

Tambang timah juga terdapat di daerah kabupaten Bangka Barat kecamatan Jebus desa Sungaibuluh, dimana dulu tambang timah di desa Sungaibuluh disebut dengan parit. Pada tahun 1945, salah satu warga yang memiliki parit adalah Abdul Hamid, yaitu parit 6, yang mempekerjakan warga Tionghoa, dimana di desa Sungaibuluh juga terdapat pemukiman Tionghoa yaitu kampong Pecinan. Warga Tionghoa memiliki banyak kelekak durian yang sampai sekarang masih dapat ditemui beberapa kelekak tersebut, dan juga hingga kini masih terdapat sisa-sisa pondasi rumah warga Tionghoa tersebut, dan sekarang ini ada juga warga Sungaibuluh yang membangun rumah di atas sisa pondasi warga Tionghoa dahulu.

Plesetan kata pantiaw itu sendiri dari bahasa bangsa Tionghoa yang ada di Bangka. ‘Pan’ itu artinya ‘setengah’, serta ‘Tiau’ artinya ‘marah’. Berarti pantiaw artinya setengah marah.

Pada suatu siang, Abdul Hamid bercerita kepada istrinya Yang Alwani (Yang Cit) bahwa dia melihat pekerja paritnya membuat makanan dari bahan ubi, yang kemudian diketahui bahwa makanan tersebut bernama Pantiaw, dimana Pantiaw adalah makanan khas warga Tionghoa di negara asalnya. Namun Pantiaw di Negara Tionghoa berbahan dasar beras, dan karena pada masa itu beras adalah bahan makanan yang mempunyai nilai agak tinggi di desa Sungaibuluh maka mereka menggantinya dengan ubi yang banyak terdapat di desa Sungaibuluh. Semenjak itulah warga desa Sungaibuluh mengenal Pantiaw ubi, yang biasa disebut warga desa Sungaibuluh dengan kata Pentiaw ubi.

Hingga saat ini Pentiaw ubi menjadi makanan khas warga desa Sungaibuluh, biasa dijajakan di pagi hari untuk menjadi sarapan warga sekitar. Pentiaw ubi juga menjadi makanan wajib yang dihidangkan pada beberapa acara yang diselenggarakan di desa Sungaibuluh seperti acara nikah, acara sedekah kampong, dan acara do’a selamat. Apabila pada saat acara dihidangkan pantiaw beras, pantiaw mi dan pentiaw ubi, warga pasti langsung mengambil pentiaw ubi terlebih dahulu, karena pentiaw ubi memang lebih menyatu di lidah warga desa Sungaibuluh.

Untuk menambah rasa dari pentiaw ubi tersebut, para ibu pun mencoba untuk membuat kuah ikan untuk pentiaw ubi. Dengan merebus kaldu ikan dan gilingan daging ikan, serta dicampur dengan rempah-rempah yang membuat kuah ikan menjadi lebih lezat. Kebetulan di dekat desa Sungaibuluh terdapat laut Bembang yang berjarak 7 km dari desa Sungaibuluh, sehingga masyarakat mudah mendapatkan ikan untuk kuah pentiaw ubi.

Pentiaw ubi ini sendiri mengalami perkembangan ke Bangka Tengah yaitu Lampur, dibawa oleh anak Abdul Hamid yaitu Yang Rip Atul Amaliah (Yang Long, 73 tahun) yang sesudah menikah menetap di Lampur Bangka Tengah. Hingga saat ini pentiaw ubi masih rutin dibuat oleh anak Yang Long, yaitu Rusmi (50 tahun).

 

Resep Pentiaw :

Bahan :

– 250 gr ubi muda (singkong)

– 250 gr tepung kanji

– 500 gr ikan parang/tenggiri

– Garam secukupnya

– rawit, garam, gula pasir

Bumbu :

– 5 siung bawang merah

– 3 siung bawang putih

– 1 sdt lada butir

– 1 ruas jahe

– 500 cc air

– Garam secukupnya

 

Pelengkap :

Bawang goreng, taoge, kecap asin, kerupuk, daun seledri, jeruk kunci, sambal cabe

 

Langkah membuat pentiaw ubi:

1. Ubi diparut, peras airnya

2. Aduk rata ubi, tepung kanji dan garam

3. Tambahkan air, aduk rata sampai campuran halus

4. Tuang adonan ke atas daun simpur/daun pisang, diratakan

5. Letakkan di atas ancak, tutup rapat

6. Kukus sampai matang, dinginkan

7. Setelah tidak ada air yang melekat, lapisan atas taburi sagu supaya tidak lengket, gulung dan potong 1 cm.

 

Langkah membuat bumbu :

1. Bersihkan ikan, buang tulangnya, digiling/blender halus

2. Haluskan lada, bawang merah, bawang putih, dan jahe

3. Tumis bumbu sampai harum, masukkan ikan, aduk-aduk, tambahkan 100 cc air, terus aduk sampai agak kering, lalu angkat

 

Cara menghidangkan :

1. Seduh pentiaw ibu bersama taoge dalam air panas

2. Taruh di piring, tambahkan bumbu tumisan ikan di atasnya

3. Sirami air panas, taburi bawang goreng, seledri dan kerupuk, perasan jeruk kunci dan sambal cabai rawit.

Siap sajikan

 

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201900873

Nama Karya Budaya :Pentiaw Ubi

Provinsi :Kepulauan Bangka Belitung

Domain :Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda