Penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Maestro Seni Tradisi Tahun 2016, Agustinus Sasundu

0
1331

Dari Sangihe, Orkestra Musik Bambu untuk Indonesia

“Saya tidak mengira apa yang saya lakukan selama ini akan mendapat penghargaan yang luar biasa ini. Apa yang saya tanam tahun 1969, kini saya petik panennya,” kata Agustinus Sasundu. Itulah reaksi spontan Agustinus Sasundu ketika dikabari bahwa ia adalah salah satu calon penerima Anugerah Kebudayaan 2016 untuk Kategori Maestro Tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  Dengan suara terbata-bata menahan haru, Pak Tutu—begitu ia biasa disapa oleh penduduk Sangihe, sebuah pulau ‘kecil’ di Sulawesi Utara—kemudian melanjutkan dengan untaian kata yang penuh semangat: “Saya bermimpi, dari Sangihe akan lahir orkestra musik bambu untuk Indonesia,” lanjutnya.

new-picture-1Agustinus Sasundu yang lahir pada 17 Agustus 1959 adalah sosok seniman tradisi pembuat sekaligus pemain dan pengaransemen musik bambu. Ia juga seorang konduktor sekaligus pelatih orkestra musik bambu. Dan, keahlian Pak Tutu membuat dan memainkan musik bambu tersebut ia tularkan kepada penduduk Sangihe, Sulawesi Utara. Pak Tutu mulai tertarik dengan seruling bambu sejak kecil. Ia berguru pada seseorang di kampungnya yang pandai meniup seruling. Setelah mahir, ia berniat untuk mengembangkan musik bambu. Tahun 1969,  ia mencoba meraut bambu tutul yang tumbuh sumbur di pulaunya. Nahas baginya, tangannya luka parah kena pisau. Ada 18 jahitan yang harus diterimanya.

Pengalaman itu tak membuatnya surut. Sebaliknya, justru tekadnya makin membara untuk mengembangkan musik bambu. “Saya melihat pulau kami kaya dengan bambu. Kenapa saya tidak mengembangkan musik bambu. Tidak hanya membuat seruling, tetapi juga alat tiup lainnya. Saya  mencoba membuat klarinet, trompet, trombon, dan saksofon,” paparnya.

Di sebuah bengkel yang sederhana di belakang rumahnya di tepi Lautan Pasifik, ia membuat pola dan kerangka untuk instrumen-instrumen musik yang mau dibuatnya. “Mulanya, masyarakat mengejek saya membuat kandang ayam. Namun mereka begitu terperangah ketika akhirnya saya bisa menghasilkan alat musik tiup seperti trompet, klarinet dan trombon. Alat yang saya bikin tidak memakai klep seperti alat tiup brass,” tutur Agustinus. “Namun bunyi yang dihasilkan tidak kalah dengan alat musik brass,” lanjutnya. Orkes bambu yang dipimpinnya bisa memainkan komposisi yang ditulis oleh Johan Strauss  dan karya beberapa komposer kelas dunia lainnya.

new-picture-2Agustinus tidak menyimpan kemampuannya membuat alat musik bambu untuk dirinya sendiri. Ia telah membagi kemampuan dan pengetahuannya itu kepada orang lain  secara gratis. Bila menerima order pembuatan satu set musik bambu, yang bisa diselesaikan dalam  waktu tiga sampai empat bulan, biasanya ia membuat alat musik itu di kampung  pihak yang memesan. Ini adalah bagi anda strategi Pak Tutu agar penduduk di sana juga bisa belajar bagaimana membuatnya. Dengan begitu akan lebih banyak orang yang tahu cara membuat alat music bambu. Tidak kurang 29 desa di Sangihe telah diajarkannya untuk membuat alat musik orkestra dari bambu. “Malah kini mereka membuat alat musik bamboo jauh lebih baik dari pada yang saya buat. Saya tidak iri, tapi malah senang,” tutur Agustinus yang selalu memenangi hampir tiap perlombaan musik di kepulauan itu.

Saat ini ia memimpin Grup Welengang Pontolawokang Sawang Jauh yang sering kali diundang tampil di luar provinsi, seperti di Jawa, Kalimantan dan Papua. Terakhir kali mereka tampil pada Perayaan Natal Nasional yang dihadiri Presiden Joko Widodo di Papua.

Saat ini  Agustinus ikut melatih Grup Musik Bambu Sang Surya dari Muhammadiyah Sangihe. Pada Mei 2016, grup ini mengiringi mars Muhammadiyah, “Sang Surya”, yang dinyanyikan oleh  Paduan Suara Sunshine Voice Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan 2016 yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo di Sportorium UMY.

Lewat music bambu, Agustinus Sasundu mengabdikan hidupnya untuk Sangihe. Sejumlah penghargaan pun telah ia dapatkan. Kini, mimpinya masih terus dalam rintisan adalah membawa orchestra music bamboo dari Sangihe kepo nasional, bahkan dunia. Ia tak ingin Sangihe terkenal hanya karena kopra, cengkeh, dan pala, tetapi juga orkestra musik bambunya.

new-picture-3Biodata Agustinus Sasundu

Lahir: Lenganeng, Sangihe, 17 Agustus 1959

Pekerjaan: Seniman, Petani/Pekebun

Keahlian: Pelestari Alat Musik Bambu

Alamat: Kampung Likuang, Kec. Tabuan Utara, Kab. Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara

Penghargaan

  • 2016: Maestro Seni Tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
  • 2015: Kehati Award VII untuk kategori Citra Lestari Kehati
  • 2005: Penghargaan dari Kabupaten Kepulauan Sangihe atas Pelestarian dan Pengembangan Pendidikan Nasional, Seni dan Budaya di Kab. Kepulauan Sangihe

Album Musik

  • Musik Bambu bersama Grup Gempita Kauhis

Karya Tulis

  • “Cara Pembuatan Alat Musik Bambu”
  • “Aransemen Musik Bambu dalam Bentuk Orkestra”