Pemerintah Kota Bengkulu, Kota Perjumpaan Ragam Budaya

0
2676

Penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Pemerintah Daerah 2016. Kota Bengkulu memiliki pantai terpanjang di Pulau Sumatera. Kondisi geografisnya memberi jalan bagi kota Bengkulu pada pertemuan antaretnis,  baik  yang berasal dari Nusantara maupun mancanegara. Salah satu akulturasi budaya yang berlangsung di kota Bengkulu adalah tradisi Tabot. Tradisi mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad di Padang Karbala tersebut, diduga dibawa oleh pekerja asal India yang mengerjakan Benteng Marlborough di tepi Pantai Bengkulu pada masa penjajahan Inggris. Kini tradisi Tabot telah menjadi perayaan bersama berbagai warna budaya di Bengkulu. Sepuluh hari dalam setiap tahun di awal bulan Muharam, berbagai seni musik, tari dan puisi dari beragam warna budaya ditampilkan dalam perayaan ini.

Bengkulu dalam bahasa Belanda disebut Benkoelen atau Bengkulen, dan dalam bahasa Inggris disebut Bencoolen. Sementara  dalam bahasa Melayu disebut Bangkahulu. Bang berarti “pesisir” dan kulon yang berarti “barat”, kemudian terjadi pergeseran pengucapan dari ‘bang’ menjadi ‘beng’ dan ‘kulon’ menjadi ‘kulu’.

new-picture-1Pada pertengahan abad ke 13 hingga abad ke-16 di Bengkulu terdapat dua  kerajaan, yaitu Kerajaan Sungai Serut dan Kerajaan Selebar. Tahun 1685 Inggris masuk ke Bengkulu,  dipimpin Kapten J. Andiew,  menggunakan tiga Kapal: The Caesar, The Resolution dan The Defence.  Inggris kemudian menjajah Bengkulu selama kurang lebih 139 tahun (1685-1824). Tahun 1714-1719 Inggris mendirikan Benteng Marlborough di bawah pimpinan Wakil Gubernur England Mdische Company (EIC), yaitu Joseph Collet. Ketika Benteng Marlborough selesai dibangun (1719), rakyat Bengkulu dipimpin Pangeran Jenggalu menyerang pasukan Inggris di Ujung Karang. Benteng Marlborough berhasil mereka kuasai.  Inggris dipaksa meninggalkan Bengkulu. Peristiwa tersebut sampai hari ini diperingati sebagai hari jadi kota Bengkulu.

Akan tetapi pasukan Inggris kembali ke Bengkulu dan terus menghadapi perlawanan rakyat Bengkulu. Tahun 1807, Residen  Inggris Thomas Parr dibunuh dalam suatu perlawanan rakyat Bengkulu. Parr diganti Thomas Stamford Raffles, yang berusaha menjalin hubungan damai antara pihak Inggris dan penguasa setempat. Selanjutnya, di bawah perjanjian Inggris-Belanda (1824), Inggris menyerahkan Bengkulu ke Belanda, dan Belanda menyerahkan Singapura ke Inggris.

Sepanjang 1824-1942 Bengkulu sepenuhnya di bawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda, walaupun Belanda baru mendirikan administrasi kolonialnya pada 1868. Masa itu, produksi rempah-rempah menurun, Belanda membangkitkannya melalui perekonomian di Bengkulu. Tahun 1878 Belanda menjadikan Bengkulu residentie, terpisah dari Sumatera Selatan, dan kota kecil Bengkulu dijadikan sebagai pusat Pemerintahan Gewes Bencoolen.

new-picture-2Bengkulu kemudian melalui masa pendudukan Jepang selama kurang lebih tiga tahun (sejak 1942). Pada masa itu, Bengkulu menjadi medan pertempuran untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Di masa revolusi fisik itu, kota Bengkulu menjadi tempat kedudukan Gubernur Militer Sumatera Selatan, dengan gubernurnya dr A.K. Gani. Bengkulu juga dikenang sebagai kota tempat Presiden RI pertama, Sukarno, diasingkan. Hingga hari ini, rumah pengasingan Bung Karno menjadi salah satu bangunan bersejarah. Rumah tersebut semula milik pedagang Tionghoa, Lion Bwe Seng, yang disewa oleh Belanda untuk menempatkan Bung Karno selama diasingkan.

Di masa kemerdekaan, Bengkulu ditetapkan sebagai kota kecil di bawah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang diatur melalui UU Nomor 6 Tahun 1956 tentang Pembentukan Kota Kecil Bengkulu. Tahun 1957, Kota Kecil Bengkulu berubah menjadi Kotapraja berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1957, yang meliputi empat wilayah kedatukan dengan membawahi 28 kepemangkuan. Selanjutnya, berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1967 jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu, kota Bengkulu ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Bengkulu. Dengan ditetapkannya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, mengubah sebutan kotapraja menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bengkulu. Kotamadya Daerah Tingkat II Bengkulu selanjutnya dibagi dalam dua wilayah setingkat kecamatan berdasarkan Surat Keputusan Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu Nomor: 821.27-039 tanggal 22 Januari 1981, yaitu Wilayah Kecamatan Teluk Segara dan Wilayah Kecamatan Gading Cempaka.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46/1986 tentang Perubahan Batas dan Perluasan Wilayah Kotamadya Dati II Bengkulu, luas wilayah Kotamadya Bengkulu berubah dari 17,6 km persegi menjadi 144,52 km persegi dan terdiri dan empat wilayah kecamatan, 38 kelurahan, serta 17 desa, yaitu: Kecamatan Teluk Segara (17 kelurahan dan 4 desa; Kecamatan Gading Cempaka (21 Kelurahan dan 2 desa); Kecamatan Selebar (6 desa); dan Kecamatan Muara Bangkahulu (5 desa). Saat ini (periode 2013-2018) Kota Bengkulu dipimpin oleh Wali Kota H. Helmi Hasan dengan Wakil Wali Kota Patriana Sosia Linda (periode 2013-2018.

new-picture-3Dalam perjalanan sejarahnya, kota Bengkulu menjadi pertemuan berbagai etnis baik yang berasal dari Nusantara maupun mancanegara, antara lain Aceh, Minang, Bugis, Madura, India dan Cina. Kontak sosial itu dapat ditelusuri hingga hari ini dengan keberadaan permukiman  yang berdasarkan  geneologis etnisnya, seperti Kampung Kepiri, Kampung Melayu, Kampung Cina, Kampung Bali dan Kampung Aceh. Pertemuan berbagai etnis tersebut juga melahirkan tradisi yang berasal dari mancanegara dan tradisi pribumi, antara lain tradisi Tabot. Tradisi Tabot merupakan peringatan untuk mengenang kepahlawanan dan gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan melawan pasukan Ubaidillah bin Zaid di Padang Karbala, Irak, pada 10 Muharam 61 Hijriah (681). Diduga tradisi ini dibawa ke Bengkulu oleh para tukang berkebangsaan India berpaham Syiah, yang membangun Benteng Marlborought (1718 – 1710). Perayaan Tabot pertama kali dilaksanakan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo, yang menikah dengan perempuan Bengkulu. Tradisi ini  kemudian diteruskan oleh keturunan mereka hingga hari ini, yang juga dikenal sebagai keluarga Tabot.

Tradisi berkabung tersebut kemudian mengalami akulturasi dengan budaya-budaya lokal di Bengkulu, yang kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Saat ini upacara Tabot telah berkembang menjadi Festival Tabot yang dirayakan selama 10 hari setiap tahunnya oleh masyarakat Bengkulu.

Menurut Wali Kota Helmi Hasan, tradisi Tabot telah dirasakan sebagai tradisi yang dimiliki oleh kebudayaan Bengkulu. Dalam setiap perayaan Tabot diadakan festival dol, musik perkusi khas Bengkulu. Masyarakat juga menampilkan seluruh kesenian anak muda yang merupakan perwakilan dari kabupaten-kabupaten di Provinsi Bengkulu. Karena itu, tidak mengherankan bila tradisi Tabot telah menjadi festival kebudayaan yang masuk dalam kalender wisata  nasional, dilaksanakan dari 1 – 10 Muharam dan berlangsung setiap tahun.

new-picture-4Festival ini juga mempertemukan keragaman budaya di Bengkulu. Dalam perayaan panjang selama sepuluh hari, masyarakat berpartisipasi dengan sukarela. Seni musik dol yang merupakan bagian dari perayaan Tabot kini juga semakin dikenal masyarakat. Anak-anak dari TK hingga SMA membuat kelompok dol dan memberikan pertunjukan. Demikian juga badan negara seperti TNI dan Polri. Seni musik dol tidak  lagi hanya dimainkan oleh sanggar-sanggar seni. Hal itu sejalan dengan visi Pemerintah Kota Bengkulu untuk melestarikan budaya Bengkulu. “Bagaimana agar kebudayaan Bengkulu tetap menjadi pakaian bagi generasi yang akan datang,” tutur Helmi.

Menurut Helmi, budaya Indonesia tidak kalah dengan budaya yang berkembang di dunia. Indonesia negara besar memiliki budaya besar. Kota Bengkulu bagian dari Indonesia. Kota yang juga melahirkan seorang putri bernama  Fatmawati, yang disunting Sukarno semasa dalam pembuangan di kota ini, dan kelak di kemudian hari menjadi presiden pertama RI. Melalui tangan Fatmawati juga simbol besar pemersatu, Sang Saka Merah Putih, dibuat. Semangat itu juga yang membuat kota Bengkulu merayakan berbagai ragam kebudayaan.

new-picture-5Atas Anugerah Kebudayaan 2016 untuk Kategori Pemerintah Daerah yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Helmi memandang penghargaan ini sangat strategis untuk merawat semangat pemerintah-pemerintah di daerah dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan. Kepada segenap pemerintah daerah di Tanah Air, Helmi juga mengajak agar pemerintah daerah masing-masing meneladani dalam mengenakan pakaian dan mengonsumsi makanan yang berasal dari adat Indonesia. Hanya dengan begitu  kebudayaan daerah yang menjadi dasar kebudayaan Indonesia menjadi tuan di tanah sendiri.

Penghargaan

Rekor Muri Karnaval terpanjang Batik Besurek (2015)

Penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada dan penghargaan Swasti Saba Wiwerda dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesi (2015)

Penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) tertib Lalu Lintas dari Kementerian Perhubungan RI (2014)

Penghargaan tertinggi sebagai kota bersih, dan dianugerahi Piala Adipura (2014)

Pakarti Madya I Kategori kota pelaksana terbaik UP2K PKK (2014)

Penghargaan Bhakti Koperasi 2014 dari Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2014)