Ojhung (Ojung atau Ujung) adalah ritual tradisi dari Desa Bugeman, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, yang telah dilakukan oleh para leluhur dan nenek moyang Desa Bugeman. Ojhung adalah tradisi saling pukul badan dengan menggunakan senjata rotan yang dimainkan oleh dua orang, kedua peserta ojhung bergantian memukul tubuh lawannya, jika peserta satu memukul, maka lawannya akan berusaha menangkis atau menghindar. (catatan: Ojhung adalah penulisan dari lafal dalam bahasa Madura sebagaimana berlaku di Situbondo, jika di-Indonesiakan menjadi Ojung atau Ujung)
Ada 5 (lima) alasan ditampilkannya seni Ojhung ini. Pertama, di beberapa daerah (yang disebut) Ujung merupakan ritual untuk mendatangkan hujan, dimana dipercaya manakala darah pemain menetes ke tanah, itulah pertanda permohonan mereka diterima oleh Yang maha Kuasa. Kedua, permainan Ojhung ini juga menjadi pertunjukan awal dari pertunjukan Singo Ulung Situbondo, atau Bantengan di Mojokerto, dan sejumlah kesenian rakyat lainnya. Ketiga, ada juga yang percaya bahwa Ojhung pada zaman dulu merupakan sarana latihan kanuragan bagi prajurit kerajaan Majapahit yang kemudian menjadi tradisi masyarakat. Keempat, Ujung digelar sebagai suatu ritual khusus yang sakral untuk menyatakan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan harapan agar terhindar dari malapetaka dan bencana. Kelima, Ojhung sudah menjadi pertunjukan hiburan yang ditampilkan di panggung atau arena terbuka.
Dalam permainan Ojhung , ketika dua pemain saling berhadapan, mereka tidak langsung memukul, melainkan berputar-putar dulu, menghentak-hentakkan kaki, seperti orang menari. Setiap kali gerakan pemain diselaraskan dengan iringan musik. Sesekali suara riuh penonton memberikan semangat pada jagoannya.
Dalam pertunjukan itu, Ojhung juga dilengkapi dengan wasit yang disebut Kemlandang dan durasinya dibatasi antara tiga hingga lima kali adu cambuk. Dalam setiap pertandingan Ojhung , penyelenggara biasanya menyiapkan sejumlah dana yang diperuntukkan bagi pemain. Rata-rata, usai tiga kali saling cambuk, penyelenggara akan memberikan uang kepada setiap pemain. Namun, jika cambukan dinyatakan bagus oleh Kemlandang, dapat ditambah dua kali cambukan. Pada “ronde”’ lanjutan inilah tiap pemain akan mendapatkan uang dua kali lipatnya. Setiap ronde, rata-rata membutuhkan waktu sekitar lima menit. Sebagai sebuah pertunjukan, tidak ada soal siapa kalah dan siapa yang menang. Yang penting pertunjukan berlangsung meriah.
Para pemain Ojhung bukan lelaki sembarangan. Mereka adalah yang telah “diisi” secara ritual sehingga memiliki kekuatan tahan sakit akibat pukulan. Kalau toh sampai terlihat goresan-goresan akibat pukulan di punggung, bahkan sampai keluar darahnya, mereka tetap tersenyum, sama sekali tidak terucap kata mengaduh. Malah dari kalangan penonton kadang terdengar jeritan kesakitan yang membayangkan seolah-olah dirinya yang kena sabetan.
Justru di sinilah peran “dukun” atau seseorang yang diyakini memiliki kekuatan tertentu yang sanggup menyembuhkan luka hanya dengan cara mengolesnya dengan taburan beras kuning dan kulit pisang. Malah ada yang cukup dengan usapan telapak tangan saja. Lelaki ini sejak semula sudah berada di atas panggung sebelum acara dimulai, menabur-naburkan beras kuning dari wadah berupa bokor untuk menolak bala.
Sementara yang terjadi desa Tarik, Sidoarjo, kesenian Ojhung (yang disebut Ujung) tidak ada hubungannya dengan ritual permintaan hujan. Ujung dimainkan setiap ada Bersih Desa, dengan mempertandingkan warga kidul kali melawan kulon kali.
Tetapi yang terjadi di desa Bugeman Situbondo, tradisi ini masih dilestarikan oleh warga sebagai sebuah ritual tahunan yang wajib dilaksanakan. Dalam ritual itu warga desa berkumpul dan membawa aneka makanan dan sesaji hasil pertanian, arak – arakan yang kemudian berakhir di tempat yang diyakini warga sebagai tempat yang sakral. Sesajian kemudian diletakkan ke dalam sebuah kurungan (legin) sebagai simbol rasa syukur atas tercapainya tujuan masyarakat Desa Bugeman itu sendiri. Selain itu Ojhung juga digunakan oleh masyarakat Desa Bugeman sebagai pertandingan atau hiburan desa setempat yang diikuti oleh masyarakat Desa Bugeman.
Tradisi ini merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh kepala desa yang bertujuan untuk menghindari bencana alam, terhindar dari carok, mengalami berbagai macam penyakit, hewan ternak mengalami kematian serta hasil pertanian, atau perkebunan mengalami gagal panen. Karena itu masyarakat Desa Bugeman tidak berani meninggalkan tradisi Ojhung.
Tradisi Ojhung memiliki syarat dan ketentuan, diantaranya adalah mengadakan selamatan sehari sebelum acara dilaksanakan, sekaligus memeringati maulid Nabi Muhammad SAW. Untuk itu diperlukan penyiapan sesajen yang terdapat berbagai macam isian, seperti nasi 7 warna, bunga 1000 macam, kepala sapi, kepala kambing dan kepala kerbau, 1000 tusuk sate, kue yang warnanya menyerupai warna 7 hewan buas, dan tempat yang dipergunakan untuk menaruh sesajen yaitu legin yang terbuat dari bambu. Setelah selamatan selesai maka masyarakat Bugeman membawa sesajen dari rumah Kepala Desa menuju tempat panitenan atau rumah pemuka adat untuk didoakan dan memohon kepada Sang Kuasa agar masyarakat mendapatkan keselamatan dari bala dan agar lebih baik dari tahun sebelumnya.
Setelah selamatan dilaksanakan keesokan harinya dilaksanakan upacara adat dan penyambutan kegiatan Ojhung. Rangkaian kegiatan Ojhung dilaksanakan pukul 13.00 – 18.00 WIB pada hari Selasa yang diyakini masyarakat desa Bugeman sebagai hari yang bagus dan sakral.
Setelah itu digelar pertunjukan tari-tarian yang diiringin gamelan, drumband dan musik untuk menyambut acara Ojhung. Kemudian Ojhung dibuka dengan pembacaan doa oleh ketua panitia dan diteruskan sambutan kepala desa Bugeman lalu diteruskan oleh Bupati Situbondo sekaligus membuka acara Ojhung tersebut.
Adapun ketentuan harus dilaksanakan yaitu panitia penyelenggara tradisi Ojhung ditunjuk langsung oleh kepala desa setempat, orang yang membuat tempat sesajen adalah orang yang dipercaya oleh kepala desa, dan dalam proses pencarian bunga atau kembang 1000 macam harus dilakukan oleh 1 orang yang ditunjuk oleh kepala desa (orang yang mencari adalah orang yang sama). Penyiapan sesajen harus dilakukan dan disiapkan satu bulan sebelum acara Ojhung dilaksanakan. Tempat upacara dilakukan yaitu di rumah pemangku adat setempat.
Alat-alat yang dipergunakan dalam tradisi Ojhung yaitu rotan yang telah dipersiapkan khusus oleh panitia penyelenggara, sedangkan untuk pakaian para pemain ojung diwajibkan hanya memakai sarung dengan kopyah, dan terdapat pula alat musik yang dimainkan untuk mengiringi pemain Ojhung, seperti gamelan, kendang dan gong.
Seusai pertunjukan Ojhung, ada pula hiburan-hiburan yang telah disediakan oleh panitia penyelenggara, seperti hiburan musik, kumpul bersama masyarakat desa dari wujud kebersamaan dan kekeluargaan, serta pengumuman pemenang perlombaan Ojhung sendiri. Namun masyarakat desa atau peserta perlombaan Ojhung tidak melihat hasil atau hadiah yang diperolehnya, namun mereka melakukannya atas dasar sukarela dan ikhlas, semata-mata hanya dijadikan hiburan ataupun tradisi rutin tahunan desa Bugeman.
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201900992
Nama Karya Budaya :Ojhung
Provinsi :Jawa Timur
Domain :Adat istiadat masyarakat,Ritus dan perayaan perayaan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda