Ekologi budaya masyarakat Jalawastu di wilayah dataran tinggi melahirkan ikatan-ikatan fungsional dengan kondisi lingkungan fisik di sekitarnya. Ada saling ketergantungan pada pola kebudayaan dengan relasi lingkungan hidup dan organisme yang ada di dalamnya. Di Jalawastu, hampir keseluruhan masyarakatnya mengandalkan pada tanah pertanian perladangan yang tidak mengandalkan irigasi sistemik. Pola karakteristik ini ialah dengan tanam dan bera (crop and fallow regime). Karekteristik lainnya dari sistem perladangan diantaranya : (1) dijalankan di tanah tropis yang gersang, (2) berupa teknik pertanian dasar tanpa menggunakan alat-alat kecuali kapak/pacul, (3) diusahakan pada wilayah kepadatan penduduknya rendah dan (4) menyangkut tingkat konsumsi yang rendah. Beberapa jenis tanaman palawija unggulan adalah jagung dan ubi jalar. Sementara tanaman padi jenis padi gogo, kecuali yang wilayah yang mempunyai ketersediaan air seperti di wilayah dukuh Garogol.
Sementara pada lereng Gunung Kumbang terdapat tanaman perdu macam daun rendeuyang dijadikan lalap oleh masyarakat setempat. Pepohonan besar jati milik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang Kabupaten Tegal berada di lereng Gunung Kumbang. Ladang-ladang masyarakat Jalawastu memanfaatkan tanah Perhutani yang dikelola KPPH Balapulang.
Dari kondisi alam tersebut, mempengaruhi pula mobilitas penduduknya. Ketergantungan pada kehidupan perladangan dan godaan pada kehidupan urban banyak kalangan generasi muda hijrah dari Jalawastu ke beberapa kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Urusan berurbanisasi tak hanya monopoli generasi muda, mereka yang telah berkeluarga pun melakukannya. Khususnya saat tak ada lagi pekerjaan di ladang atau kebun mereka. “Kebanyakan mereka menjadi tukang kayu atau pekerjaan sesaat di kota, ketika di Jalawastu mengalami kekeringan ataupun saat pekerjaan di ladang selesai” ucap Dastam .
Jarang ada bahkan nyaris tak ada masyarakat Jalawastu menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Faktornya adalah tingkat pendidikan dan akses pendidikan minimal yang menjadi persyaratan untuk PNS. Satu-satunya lembaga pendidikan terdekat di Jalawastu adalah SD Ciseurueh I. Itu pun berada di dukuh Garogol. Untuk melanjutkan jenjang pendidikan SMP atau sederajat paling dekat berjarak 12 km dari Jalawastu, tepatnya di Sindangjaya. Itu pun milik pendidikan Maarif setempat. Sedangkan untuk SMA ada di SMA Negeri Ketanggungan yang jaraknya 20 km dari Jalawastu. Tercatat keluarga Dastam yang menikmati jenjang pendidikan tinggi bagi anak-anaknya.
Upacara Ngasa dimulai jam 06.30 di Gedong Pesarean Jalawastu yang dipimpin Kokolot. Doa dalam Ngasa diucapkan dalam bahasa Sunda :
pun sadupun arek ngimankeun titi walari kanu baheula
titi walari ti baharu, taratas tilas nu baheula cuwang mumunjang
anak putu sakalih, ka indung ka bapak, ka nini ,ka aki, ka buyut, ka bao
ka bumi, ka langit, ka beurang, ka peuting, kabasukana, kabasukina,
kanu antek kaluhuran, ka nu antek kararahaban
kanu suci paweta, ka nu kadi srengenge katinggangeun
ka nu kadi bentang kapurnaman
ka nu kadi bulan kaopat welasna
ka nu kadi saloka jinibar
ka nu kadi emas winasukan
ka nu kadi inten winantaya
ka nu kadi hujan menerang kapoyana
Pun arek ngaturaken aci kukus mayang putih, terus ka aci dewata
kaluhur kamunggung ka sang rumuhun, ka handap ka sang Batara Jaya ingkanugrahan aci kukus mayang putih, kabusakanan , kabasukina panghaturkeun aci kukus ka Batara Windu Sakti Buana
Dusun Jalawastu merupakan daerah terpencil yang terletak dibawah kaki Gunung Kumbang. Akses jalan menuju ke sana masih berbatu dan berlumpur. Masyarakat hidup dengan menempati rumah yang masih berdiding kayu, bilih bambu dan beratap seng. Ketersediaan energi listrik masih sangat terbatas, masyarakat bahkan masih menggunakan menggunakan lilin sebagai sumber penerangan malam hari. Manyoritas masyarakat Dusun Jalawastu secara administratif merupakan pemeluk Islam, namun masih kental dengan adat istiadat terkait animisme dan dinamisme. Masyarakat dusun jalawstu bisa dikatakan sebagai ?suku badui? bagi wilayah Brebas, namun masyarakat Jalawastu lebih terbuka karena telah menggunakan teknologi yang berasal dari luar. Masyarakat Dusun Jalawastu juga memiliki upacara tradisional yang unik. Upacara Ngasa di Dusun Jalawastu digelar setiap Selasa Kliwon mangsa kasanga. Ngasa dilakukan sejak pukul 06.00 pagi hingga selesai. Masyarakat Dusun Jalawastu dan masyarakat sekitarnya turut serta dalam memeriahkan gelaran upacara Ngasa yang dihelat di Gedong. Inti dari tradisi Ngasa yaitu meminta keselamatan pada Tuhan YME yang dilakukan dengan pembacaan doa oleh juru kunci Gedong. Masyarakat juga menggelar makan bersama dengan menu nasi jagung dan lalapan khas acara ngasa. Masyarakat juga membuat sadukun (segenggam nasi jagung yang dibungkus daun pisang) untuk disebarkan di sawah dengan harapan agar dusun Jalawastu selalu dilimpahkan kesuburan dan mendapatkan hasil pertanian yang melimpah dari Tuhan YME. Gelaran Ngasa ini dihelat setiap satu tahun sekali. Ngasta pertama kali digelar sejak masa pemerintahan Bupati Brebes IX Raden Arya Candra Negara. Ngasa merupakan wujud rasa syukur kepada Batara Windu Buana sebagai pencipta alam. Ngasa juga sebagai bentuk kebaktian kepada Batara. Ngasa merupakan tradisi yang tidak terlepas dari akulturasi budaya Islam, Hindu dan Budha yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Jalawastu. Upacara adat Ngasa ini telah dilaksanakan oleh warga secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Selain Batara Windu Buana, upacara ini juga sebagai simbol tanda terimakasih kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah dikaruniakan. Bentuk upacara ini seperti upacara selamatan lainnya, yaitu sedekah Laut dan sedekah bumi, namun dilakukan di dataran tinggi, sehingga masyarakat menyebutnya dengan Sedekah Gunung. Batara Windu Buana memiliki ajudan yang bernama Burian Panutus. Beliau sangat loyal terhadap Batara Windu Buana, dan semasa hidupnya tidak makan nasi serta lauk pauk dari hewan yang bernyawa. Oleh karena itu, masyarakat Dusun Jalawastu mengikuti apa yang dilakukan Burian Panutus sebagai abdi Batara Windu Buana dengan tidak memakan nasi dan lauk pauk berupa daging atau ikan. Makanan pokok masyarakat Dusun Jalawastu berupa jagung yang ditumbuk halus serta dedaunan (khususnya daun reundeu yang diyakini hanya tumbuh di Gunung Kumbang), umbi-umbian, pete, terong, sambal. Pola makan vegetarian ini telah dilakukan selama berabad-abad. Selain itu, masyarakat Jalawastu juga membangun rumah dengan berdinding kayu dan beratap seng, tidak menggunakan atap genteng dan menggunakan semen/keramik. Peralatan makan juga tidak menggunakan alat yang terbuat dari bahan kaca. Piring, sendok, cepon dan rantang yang digunakan mereka terbuat dari seng atau dedaunan. Masyarakat Jalawastu juga tidak menanam bawang merah, tidak menanam kedelai dan memelihara hewan ternak tertentu, seperti kerbau, domba dan angsa. Sebagian masyarakat percaya jika ada salah satu warga Jalawastu yang melanggar ketentuan tersebut, maka ada bencana yang akan menimpa.
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201900945
Nama Karya Budaya :Ngasa Kabupaten Brebes
Provinsi :Jawa Tengah
Domain :Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda