Ngasa Kabupaten Brebes (1)

0
2234

Upacara adat Ngasa ini merupaka syukuran warga kepada sang Maha Pencipta Allah SWT atas segala karunia rahmat taufik dan hidayah-Nya dengan bersedekah nasi jagung dan hidangan lain yang berasal dari lingkungan sendiri. Upacara Ngasa disebut juga sedekah gunung. Dalam kebudayaan agraris, representase gunung menjadi penting dalam keyakinan masyarakat. Di Jalawastu merupakan pedukuhan yang berada di kaki gunung Kumbang. Gunung Kumbang merupakan salah satu puncak dari rangkaian pegunungan Kendeng Utara, tepatnya zona Serayu Utara. Studi van Bammelen (1949) mengidentifikasi zona Serayu Utara mencakup wilayah Banyumas Utara, Banjarnegara Utara, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan dan Batang.

Sebagai masyarakat yang berada di kaki gunung Kumbang, tradisi kampung Jalawastu meriwayatkan perjalanan panjang soal ekologi budaya yang mereka kembangkan. Sejarah diam itu ada pada jejak folklore dan arkeologi menjadi pewarta soal harmoni sosial dan pergerakan sosial. Ngasa adalah salah satunya yang melindap soal kearifan lokal manusia gunung.

Upacara tradisi Ngasa menjadi upaya personifikasi komunitas Jalawastu sebagai kelompok yang melestarikan jejak peninggalan Hinduisme yang bercampur dengan tradisi Islam. Ngasa juga menjadi upaya kompromi dan adopsi komunitas Jalawastu dengan budaya lainnya. Seperti Islam dan budaya Sunda. Melalui pewarisan sejarah tutur masyarakat Jalawastu yang berbentuk dalam cerita folklore, tanpa disadari mereka merekonstruksi masa lalu walaupun berbau magis. Apa yang bisa dipetik melalui sosok Batara Windu Sakti Buana serta penghormatan terhadap ekologi di sekitar mereka tampaknya merefleksikan semangat melakukan konservasi lingkungan.

Sebagai masyarakat yang berada di kaki gunung Kumbang, tradisi kampung Jalawastu meriwayatkan perjalanan panjang soal ekologi budaya yang mereka kembangkan. Sejarah diam itu ada pada jejak folklore dan arkeologi menjadi pewarta soal harmoni sosial dan pergerakan sosial. Ngasa adalah salah satunya yang melindap soal kearifan lokal manusia gunung.

Sejarah mewartakan temuan upacara Ngasa saat tournee Bupati Brebes Raden Adipati Aria Tjandranegara ke wilayah Salem tahun 1882.  Pelaksanaan upacara Ngasa tidak hanya dilaksanakan di wilayah Salem saja. Terdapat sembilan wilayah yang melaksanakan Ngasa sebelumnya dengan dipimpin 9 kuncen, masing-masing Marenggeng (kecamatan Bantarkawung), Gandoang, Kadumanis, Kurungciung (kecamatan Salem), Selagading, Garogol, Jalawastu, Permana (kecamatan Ketanggungan) serta Blandongan (kecamatan Banjarharja).

Khusus untuk penyelenggaraan Ngasa di Jalawastu merupakan penggabungan pelaksanaan Ngasa di Selagading. Atas inisiatif  Kepala Desa Ciseureuh, Rusdi Ganda Kusuma tahun 1997 disatukan upacara Ngasa bertempat di Jalawastu, tepatnya di Gedong Pesarean.  (Sudarno, 2016 : 9).

Upacara Ngasa disebut juga sedekah gunung. Dalam kebudayaan agraris, representase gunung menjadi penting dalam keyakinan masyarakat. Di Jalawastu merupakan pedukuhan yang berada di kaki gunung Kumbang. Gunung Kumbang merupakan salah satu puncak dari rangkaian pegunungan Kendeng Utara, tepatnya zona Serayu Utara. Studi van Bammelen (1949) mengidentifikasi zona Serayu Utara mencakup wilayah Banyumas Utara, Banjarnegara Utara, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan dan Batang.

Di Kabupaten Brebes, zona Serayu Utara meliputi puncak gunung Sagara (1109 meter di bawah permukaan laut / mdpl), Kumbang (1211 mdpl), dan Pojok Tilu (1129 mdpl). Ketiga puncak itu berada di kecamatan Ketanggungan, Banjarharjo, Bantarkawung, Salem hingga berbatasan dengan Kabupaten Kuningan. Pada puncak itu mengalir beberapa sungai seperti sungai Cibentar, Cibatu, Cikamuning, Cikumbang, Cirambeng dan Ciseureuh.

Eksistensi gunung bagi masyarakat Nusantara menempati posisi penting, seperti pandangan masyarakat Jawa soal Mahameru. Atau konsep kosmologi gunung Merapi sebagai penjaga kekuasaan trah Mataram selain laut Kidul   Demikian pula dengan masyarakat Jalawastu memandang Gunung Kumbang. Mitos Gunung Kumbang berkaitan tempat bersemayamnya para dewata (para hyang) serta cerita Ki Kolot dan Nyai Kolot yang hidup bersama namun tidak pernah menikah hingga keduanya melanggar adat dan kena azab. Konon menurut masyarakat setempat, jika melihat dari sebelah utara pada musim kemarau, tampak hutan terbakar (yang sebetulnya tidak), itu pertanda penampakan Ki Kolot dan Nyai Kolot yang tengah menghangatkan diri.

Pojok Tilu sebagai bagian dari gunung Kumbang (Kombang) mengingatkan cerita Ciung Wanara. Disebutkan dalam teks Babad Tanah Jawi setelah Raden Sesuruh (Arya Bangah) kalah dari Ciung Wanara, ia pergi menemui seorang pertapa bernama Ki Ajar Cemara Tunggal, yang akhirnya membantu  Sesuruhmenjadi penguasa Majapahit. Representase Pojok Tilu identik dengan toponim gunung Pojok Tiga yang disebut dalam Carita Parahiyangan sebagai pusara Tohaan di Galuh yang bernama Rahiyang Dewi Niskalaatau Rahiyang Ningrat Kencana  

Sedangkan Gunung Segara banyak mempertautkan dengan teks-teks yang menguatkan adanya saling keterpengaruhan pengaruh India. Cirebon dan Sunda. Folklore Gunung Segara bermula dari kisah Elang Segara yang bertapa di puncak Segara. Elang Segara merupakan putra dari Elang Padmanegara. Dengan ditemani cantriknya, Cahar dan Cahir. Meski berada di Jalawastu mereka secara teratur melakukan pisowanan ageng ke kesultanan Cirebon.

Versi lain menjelaskan soal hubungan Gunung Segara dengan Babad Pasir Sindhula, yang menguatkan bertemunya tiga kebudayaan dari 3 wilayah masing-masing Brebes, Cilacap dan Banjar Patroman.  Dikisahkan Prabu Watugunung dari kerajaan Gilingwesi yang menikahi Sinta serta memiliki putra bernama Bramaswara. Apa yang menarik dari kisah ini ? Yakni keterlibatan beberapa makhluk halus dalam urusan kekuasaan. 

Toponim Gunung Segara dikenal pula dalam manuskrip peninggalan  Majapahit :  Negarakertagama, sebagai Gunung Sagara. Oleh penulisnya Mpu Prapanca, Gunung Sagara diidentikkan dengan tempat pertapaan di hutan. 

Simbol gunung sangat erat dengan simbol kesadaran, sebagaimana diceritakan dalam lakon pewayangan Dewa Ruci. Disebutkan dalam lakon tersebut, Bima mencari tirta pawitrake arah hutan di sekitar gunung Candradimuka .Pada konteks filosofi perginya Bima dalam upaya mengalahkan ketidaksadaran dan angkara murka / hawa nafsu.

Sebagai salah satu pedukuhan di desa Ciseureuh, dukuh Jalawastu tergolong berpenduduk  242 jiwa dari 120 keluarga.  Dari pusat pemerintahan, jarak Brebes menuju Jalawastu kurang lebih 50 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan roda 4 mencapai 2,5 jam. Akses satu-satunya dari desa Ciseurueh menuju Jalawastu melewati jalan curam, berbatu. Namun ruas sejauh 5 km telah dibeton dengan menggunakan bantuan anggaran desa.

Dukuh Jalawastu berdekatan dengan dukuh Garogol, yang berpenduduk padat. Sebagai kampung yang mewarisi budaya Sunda, adakah yang istimewa dari kampung yang berada di lereng gunung Kumbang ini. Mengingat arus modernisasi telah dikenal, seperti rumah yang telah dialiri listrik, beberapa penduduk memiliki sepeda roda 2 maupun mobil bak terbuka serta jalan beraspal dengan lebar 2 meter dan panjang 3 km mengelilingi sebagian kampung. Ini tentu berbeda dengan kampung Naga maupun Baduy Dalam

Keunikan yang dipertahankan masyarakat Jalawastu ada pada konstruksi rumah yang mempertahankan bahan bangunan kayu. Tak ada semen, genteng dan keramik pada bangunan rumah mereka. Bentuk bangunan Jalawastu tak menyerupai limas, intan atau paris. Melainkan lurus. Tak ada yang disembunyikan dalam bangunan Jalawastu. Ruang tamu menyatu dengan keluarga dan ruang makan. Yang tertutup hanyalah kamar bagi keluarga.  “Ini merupakan bagian kami merawat tradisi leluhur. Pamali kalau menggunakan semen dan keramik” ungkap Dastam. Beberapa pamali (pantangan) yang dipertahankan masyarakat Jalawastu diantaranya menanam bawang merah, kacang tanah, kedelai. Sementara pantangan  memelihara hewan ternak atau peliharaan diantaranya  kerbau, angsa, ikan merah dan domba. Terdapat pula pantangan membunyikan dan menyimpan alat musik  seperti ketuk kenong dan gong. Gong terdiri dari kempul kecil dan kempul besar. Untuk ketuk kenong dan gong dilarang ditabuh di area Gedong Pesaren.