Molonthalo merupakan upacara adat selamatan yang menandai tujuh bulan usia kehamilan. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah upacara Nujuh Bulanan, dalam dialek Melayu Manado disebut dengan Upacara Raba Puru (usap perut). Upacara adat molonthalo dilaksanakan bukan saja hanya sebagai sebuah tradisi yang telah baku dan harus dilestarikan, lebih dari itu diyakini sebagai sebuah upacara yang sakral atas dasar wujud pencarian keberkahan akan hadirnya anggota keluarga baru. Semua strata masyarakat dianggap wajib melakukan upacara ini baik dari kalangan keluarga kaya atau sederhana, besar kecilnya perayaan bukanlah sebuah tolok ukur. Upacara Molonthalo memperlihatkan corak khas kebudayaan daerah disamping menjadi ciri khas juha sekaligus sebagai alat untuk menjaga kelangsungan kebudayaan yang dimiliki. Farha Daulima (2006) menyebutkan bahwa dasar dari penyelenggaraan Upacara Adat Molonthalo sebagai berikut.
1. Sebagai bagian dari penyelenggaraan adat istiadat sebagai suatu kompleksitas dari norma-norma yang dijunjung tinggi oleh setiap individu untuk wajib dipatuhi dan dilaksanakan dalam kehidupan.
2. Sebagai bagian dari sistem peradatan yang telah turun temurun dilaksanakan sebagaimana ungkapan adat “Maalo kakali,lonto butu asali, debo donggo wali wali” artinya sudah tetap, dari awal mula dan sampai kini tetap berlaku.
3.Adanya penyesuaian dengan hukum ajaran islam sesuai Al-quran surah Al-Mu’minun ayat (12-14) yang artinya “sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dari seri tanah kemudian kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang paling kokoh (Rahim). Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, dari sepotong daging itu Kami jadikan tulang, kemudian Kami ciptakan menjadi makhluk yang sempurna (manusia). Maka Mahasuci Allah yang sebaik-baik menciptakan.Tahapan-tahapan dalam ayat ini merupakan unsur perubahan ke wujud jabang bayi, yang oleh adat secara berproses diistilahkan “MATILOYONGA” (umur 1 bulan), “MA MOLONE’O (3 bulan), dan pada umur 6 bulan disebut “MA MODU’OTO dan atas perubahan ini disyukuri dengan melaksanakan “NGADISALAWATI” (mengaji salawat)
4. Molonthalo atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama, merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan keremajaan, yang telah baku pada masyarakat gorontalo
Secara hakikat penyelenggaran adat molonthalo yang diyakini masyarakat mempunyai hikmah atau makna sebagai berikut.:
1. Adat Molontalo adalah pernyataan dari keluarga pihak suami bahwa kehamilan pertama, adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan turunan dari perkawinan yang sah.
2. Acara Molonthalo merupakan maklumat kepada pihak keluarga dari kedua belah pihak, bahwa sang istri benar benar suci, dan menjadi contoh teladan dan dorongan bagi gadis gadis lainnya untuk menjaga diri dan kehormatannya dari godaan dunia;
3. Acara Molonthalo adalah pernyataan syukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikan kepada sepasang suami istri melalui “NGADI SALAWATI” doa salawat, agar kelahiran sang bayi beroleh kemudahan;
4. Acara Molonthalo adalah pemantapan kehidupan sepasang suami istri menyambut sang bayi, sebagai penerus keturunan mereka dan persiapan fisik dan mental menjadi ayah dan ibu yang baik dengan memelihara kelangsungan rumah tangga yang dilambangkan dengan makan saling suap menyuap.
*————
MAALO KAKALI, LONTO BUTU ASALI, DEBO DENGGO WALI WALI. artinya sudah tetap, dari awal mula dan sampai kini berlaku. ?MOLONDALO?? atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama, merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan keremajaan yang telah baku pada masyarakat gorontalo.
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201901072
Nama Karya Budaya :Molontalo
Provinsi :Gorontalo
Domain :Adat istiadat masyarakat,Ritus dan perayaan-perayaan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda