“MEMBAWA SENI TARI NUSANTARA KE PANGGUNG DUNIA”, Bathara Saverigadi Dewandoro

0
2205

DSC_0284
Senja itu beberapa orang anak muda sedang tekun berlatih menari di Sanggar Swargaloka, Cilangkap, Jakarta Timur. Dengan penuh disiplin mereka menyempurnakan gerak tari Kuda Lumping. Mereka dipimpin oleh seorang anak muda yang masih berusia 18 tahun bernama Bathara Saverigadi Dewandoro.

Ara, begitu ia biasa disapa, adalah seorang penari. Seperti kata pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohon,” demikian pula dengan Ara. Ayahnya, Suryandoro yang berasal dari Yogyakarta, adalah jebolan Jurusan Seni Tari dari ISI Yogyakarta. Sedangkan ibunya, Dewi Lestari, lulusan ISI Yogyakarta, selain dikenal sebagai penari Istana Negara juga seorang koreografer. Ara memperlihatkan talenta menari yang luar biasa dan telah membawanya menari di India bersama ibunya saat ia masih duduk di kelas 5 SD pada tahun 2008 atas prakarsa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Sejak kecil saya sudah suka menari, mengamati bapak dan ibu menari,” kata anak ketiga dari pasangan seniman tari itu tentang bakatnya. Selain dia, adiknya Bhatari Putri Surya Dewi juga gemar menari. Sedangkan kedua kakaknya bergerak di bidang musik.

Senja itu Ara sedang melatih rekan-rekanya membawakan tari kreasinya, yaitu “Janturan Indang Jaran.” Ia mendapat inspirasi dari permainan kuda lumping dan tarian ini bakal ditampilkannya di Changshu, Tiongkok, pada September 2015. “Kami berlatih seminggu tiga kali. Dan setiap latihan bisa berlangsung 4 sampai 5 jam,” tutur Ara di tengah latihan itu.

Dalam latihannya, Ara tidak saja melatih olah gerak, pengaturan napas, tetapi juga mengajak peserta tarinya untuk melakukan meditasi. “Biasanya kami bermeditasi diiringi dengan musik yang akan dipakai untuk mengiringi tari. Dengan begitu, para penari bisa meresapi dan menghayati tari yang akan dipentaskannya,” tuturnya.

Remaja ini sangat inspiratif. Apa saja yang ada di sekitarnya bisa menjadi sumber inspirasi untuk menciptakan kreasi baru seni tari. Gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta tahun 2006 telah pula memberinya inspirasi menciptakan tari “Lindu,” saat melihat pemandangan petani dan sawah, ia menciptakan “Laskar Tani”.

Salah satu karya yang membesarkan namanya adalah “Gama Gandrung” (Perjalanan Gandrung), sebuah tari yang mengisahkan perjalanan tari gandrung di Banyuwangi, Jawa Timur. Ara menggarapnya sebagai tari kontemporer yang disesuaikan dengan selera anak muda sekarang. Banyak pujian diterimanya untuk kreasinya itu, termasuk dari Mari Elka Pangestu (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif). “Gama Gandrung” dipentaskannya di Gedung Kesenian Jakarta pada 11 Juni 2014. Pergelaran itu pulalah yang mendorong MURI memberinya gelar sebagai koreografer kelas dunia termuda berbasis seni tari tradisi.

Prestasi yang mengagumkan dari Ara telah mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya Penghargaan Kebudayaan untuk kategori Anak dan Remaja pada 2015. “Saya sangat bangga dengan penghargaan ini. Penghargaan ini makin melecut saya untuk menciptakan kreasi tari baru di masa datang. Saya tertantang untuk membawa seni tari Nusantara ke panggung dunia,” tekadnya.

Ara adalah satu fenomena menarik. Seorang remaja yang tumbuh di kota metropolitan Jakarta seperti dia justru tertarik untuk menggarap tari tradisi yang ada di Nusantara ini menjadi tari kontemporer. “Saya tertarik dengan seni tari tradisi, namun saya kemudian mengolahnya menjadi tari baru yang sesuai dengan selera yang berkembang saat ini,” katanya.

Lulusan SMA Angkasa 2, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, ini akan mengikuti kuliah di STIKOM The London School of Public Relations. Kenapa bukan mengikuti jejak orangtuanya kuliah di ISI? “Untuk belajar tari, saya akan berguru langsung pada pakarnya. Tari apa saja. Yang saya pikir selama ini, tari kita kurang sekali dikomunikasikan kepada publik dengan baik. Saya percaya, dengan komunikasi yang baik, saya bisa mengangkat tari tradisi ke panggung dunia. Salah satu faktor penting untuk itu adalah bagaimana mempromosikannya. Di sinilah peran penting ilmu komunikasi atau public relation yang hendak saya pelajari,” ujar Ara penuh parcaya diri.

Keputusannya itu sesuai dengan motto hidupnya: “Berani melangkah dengan pikiran, hati dan tindakan. Ribuan langkah lebih maju untuk menikmati masa tua sebelum tua”.