MAEL AYA, MAESTRO KARUNGUT DARI KALIMANTAN TENGAH

0
2926

IMG_2617
“Bermain karungut adalah panggilan jiwa saya sejak kecil. Dari dulu, saya kalau bermain tidak mengenal waktu, dalam arti begitu ada waktu senggang saya langsung berkarungut. Berkarungut saya anggap sebagai hiburan pelepas lelah setelah bekerja, tidak memikirkan uang atau bayaran dari apa yang saya lakukan. Saya bisa, karena belajar sendiri dengan melihat orang lain, tidak pernah ada yang mengajari. Setelah itu akhirnya saya bisa dan diundang untuk bermain pada acara-acara tertentu, baik ketika acara adat maupun acara yang diselenggarakan oleh pemerintah.”

Demikian ungkapan polos dari Mael Aya, pria kelahiran Handiwung tanggal 23 Mei 1942, yang tinggal di desa Tumbang Liting, Kasongan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.

Mael Aya menjelaskan bahwa “karungut” itu berasal dari kata ‘karunya’ berasal dari bahasa Sangiang dan bahasa Sangen/Ngaju Kuno yang berati “tembang.” Puisi tradisional atau puisi rakyat yang dikenal di pulau Kalimantan ini diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk syair yang dilagukan oleh pemainnya. Karungut berfungsi sebagai media pengajaran, karena syair–syair yang ditembangkan adalah berupa nasihat tentang kehidupan dalam masyarakatnya. Biasanya, puisi rakyat yang ditembangkan ini diiringi alat musik kecapi, rebab, dan suling. Namun bisa juga campursari dengan kenong, kolintang, dan orgen.

Mael Aya, tidak hanya mahir dalam menyanyikan syair tetapi juga memainkan alat musik kecapi, biola, gitar, kendang, dan rebab. Menurut Haliadi, salah satu putranya yang sekarang sering bermain karungut dengannya, Bapak Mael Aya memiliki bakat dalam memainkan berbagai alat musik meskipun baru dikenalnya. Hal ini dikarenakan Bapak Mael Aya sempat belajar notasi musik semasa bersekolah di Sekolah Rakyat.

Ia tergolong produktif berkarya menciptakan tembang-tembang yang bertemakan sejarah, kepahlawanan, nasihat dalam hidupan bermasyarakat dan nasihat untuk menghargai lingkungan alam. Karya-karyanya telah didokumentasikan dengan sederhana, berupa hasil cetakkan yang dijilid seadanya. Beliau juga pernah merekam tembang-tembangnya di RRI dan didokumentasikan dalam bentuk kaset. Adapun karya tembang yang diciptakannya antara lain (1) “Ujau Betung Bukei Hamberang,” (2) “Kasusah Belum Jadi Ingkeme,” (3) “Pahlawan Cilik Riwut,” (4) “Saritan Tamparan Mambelum Arep,” (5) “Riwayat Mamantat Gita,” (6) “Pelantikan Presiden Dayak,” (7) “Ujau Betung Bukei Hamberang,” (8) “Proyek Dayak Misik,” (9) “Bawin Kameluh,” dan (10) “Cerita Sejak Dulu Kala.”

Mael Aya dahulu pernah memiliki sanggar musik karungut, namun sayangnya seluruh peralatan musiknya habis tenggelam ketika kapal yang mengangkut mereka beserta peralatannya karam saat pulang dari tempat pertunjukan. “Untung kami selamat,” ungkapnya. Namun demikian, ia tetap bangkit dan beraktivitas dengan menggunakan peralatan musik seadanya.

Mael Aya hidup sederhana bersama istri dan anak-anaknya di desa Tumbang Liting, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Ia bertekad akan tetap bermain sampai akhir hayatnya, dan berjanji dalam hati akan mewariskan pengetahuannya kepada anaknya dan bersedia membina atau mengajari siapapun yang ingin belajar darinya. Semoga demikian dan tetap sukses pak Mael Aya.