LAMUT

0
1492

Konon kesenian ini merupakan pengaruh kebudayaan Tionghoa. Kesenian bercerita dari Tionghoa ini datang bersamaan dengan para pedagang Tionghoa yang sekitar tahun 1816 datang ke Banjar hingga ke Amuntai. Alkisah, di Amuntai, Raden Ngabe bertemu pedagang China yang mengalunkan cerita China. Dalam pertemuan enam bulan kemudian, Raden Ngabe mendapatkan salinan syair China tersebut.Sejak itulah Raden Ngabe mempelajari dan melantunkannya, tanpa iringan tarbang. Lamut mulai berkembang setelah warga minta dimainkan setiap kali panen padi berhasil baik. Ketika kesenian hadrah masuk di daerah ini, lamut mendapat iringan terbang. Kesenian Lamut merupakan salah satu jenis kesenian Banjar yang hampir punah. Nama Lamut diambil dari nama tokoh di dalam cerita tersebut yaitu Paman Lamut yang merupakan perwujudan dari tokoh Semar pada wayang. Materi pokok dari kesenian ini adalah penyampaian cerita oleh satu-satunya seniman yang dikenal sebagai Palamutan. Kesenian ini biasanya dipertunjukkan di malam hari. Kesenian ini biasanya dipertunjukkan selama 2-3 jam. Sambil bercerita palamutan memukul gendang sebagai media penyampaian cerita. Palamutan biasanya duduk bersila di atas meja sambil memeluk gendang. Kostum yang digunakannya pun bebas. Gendang sebagai instrument satu-satunya dalam kesenian ini dikenal dengan nama Tarbang Palamutan. Gendang dipukul sesuai dengan jalan cerita sehingga kadang terdengar nada yang dinamik, lembut, atau keras.