Kelentangan adalah musik tradisional suku Dayak Benuaq dan digunakan masyarakatnya dengan berbagai macam konteks, baik itu sebagai iringan tarian hiburan maupun untuk keperluan ritual. Kelentangan disajikan tidak pernah secara utuh dalam konteks pertunjukan musik, namun penyajiannya selalu hadir berbentuk kesenian gabungan, seperti pengiring upacara dan maupun tarian untuk hiburan. Kelentangan di beberapa kalangan masyarakat Dayak Benuaq dikenal pula dengan sebutan musik Domeq. Kendati demikian penyebutan musik Domeq tidak popular, baik untuk kalangan umum maupun dalam masyarakat Dayak Benuaq sendiri dan masyarakatnya lebih senang menyebut dengan sebutan Kelentangan.
Mengenai penamaan Kelentangan sendiri, sama seperti halnya musik non literat yang lain, sampai sekarang belum ada data otentik yang mengatakan bahwa nama kelentangan ada sejak tahun berapa atau abad keberapa. Masyarakat setempat belum mengetahui secara pasti kapan awal penggunaan nama tersebut digunakan, karena menurut mereka sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan peninggalan leluhur. Ada sebagian mereka mengatakan bahwa penyebutan Kelentangan ini diambil dari salah satu nama alat musik yang digunakan yaitu kelentangan, karena instrument tersebut terlihat paling menonjol baik dari segi bunyinya yang kalau dipukul menghasilkan suara tang tang dan fungsinya Kelentangan sangat dominan. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang dikatakan I Wayan Tusan bahwa ada dua cara pendekatan dalam penyebutan nama musik, yaitu secara aliterasi dan onomatopedi. Aliterasi adalah nama yang diambil berdasarkan ciri-ciri atau bunyi yang paling dominan dalam ansambel music tersebut, sedangkan onomatopedi adalah penamaan music yang diambil berdasarkan bunyi instrument ysng ditirukan dengan mulut.
Merujuk dari kedua pendapat tersebut maka penamaan Kelentangan diambil berdasarkan dari nama instrumen itu sendiri dan bunyi yang dominan terdengar. Dari segi onomatopedi kata Kelentangan mengandung pengertian suatu aktivitas bersama (lebih satu orang) memukul benda logam dan mengeluarkan bunyi-bunyian, baik bernada maupun tidak namun masih mempunyai keteraturan ritme. Dari segi alitrasi penyebutan Kelentangan berdasarkan karakter dari instrumennya yang apabila dimainkan terdengar keras dan nyaring . Oleh karena itulah merujuk dua pendapat tersubut bias di asumsikan sementara bahwa penyebutan nama Kelentangan diambil dari nama instrument yang ada dalam ensambel tersebut serta melihat dominasinya kelentangan dalam segi permainan dan bunyi yang didengar oleh masyarakat pendukungnya.
Kelentangan disajikan dalam bentuk gabungan beberapa instrumen atau ansambel yang terdiri dari kelentangan yaitu instrumen berpencon (semacam bende/gong berukuran kecil) berjumlah enam buah yang di letakkan pada rancakan, gimar yaitu intrumen berupa kendang silindris dengan dua membrane yang hampir terdapat diseluruh pelosok nusantara, genikng yaitu instrumen berpencon yang berukuran agak besar (semacam kempul) dan sulking dewa yaitu suling dari bamboo yang ditiup secara vertikal. Semua instrument tersebut dimainkan sesuai dengan porsi dan fungsinya. dalam upacara Belian Sentiu.
Asal usul Keberadaan Kelentangan di Suku Dayak Benuaq
Realitas yang paling mudah dalam menjelaskan sejarah keberadaan alat musik di Kalimantan ialah dengan menelusuri kembali sejarah kebudayaan secara umum. Dengan demikian paling tidak ditemukan mata rantai yang menghubungkan suatu peristiwa yang menghubungkan suatu peristiwa sejarah serta waktu kejadiannya melalui bukti-bukti peninggalan yang masih ditemukan,sehingga akan tampak jelas asl usul alat music yang etrdapat di Kalimantan sebagai hasil kebudayaan.
Perkembangan alat musik yang terjadi di Kalimantan berawal dari pengaruh kebudayaan pada jaman prasejarah (tahun 2500 sebelum masehi sampai abad 1 Masehi). Pada masa itu terjadi dua ratus imigrasi besar yaitu Pra -melayu (2500-150 SM) dan Proto-Melayu (abad 4SM). Imigrasi Proto-Melayu ditandai dengan perpindahan bangsa Asia Tengah ke Asia Tenggara. Dalam perjalanannya mereka membawa kebudayaan bamboo, Teknik mengolah lading, dan lagu pantun yang dinyanyikan oleh putra dan putri secara bersahutan diiringi instrument Khen (alat music tiup terbuat dari bambo). Alat musik ini dikenal di Cina dengan nama Sheng dan di Kalimantan disebut Kledi.
Pada abad 4 dan abad 2 SM masyarakat Indonesia diperkenalkan lagi dengan kebudayaan perunggu yang dibawa para imigran dan dikenal dengan kebudayaan Dongson. Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan Proto-Melayu yang masuk ke Indonesia pada jaman perunggu. Imigran ini berasal dari daerah Cina Selatan (Annam) yang masuk ke Indonesia melalui dua pintu, yaitu Kalimantan dan Sumatera. Kedatangan mereka mempengaruhi pula kebudayaan musik Indonesia, khususnya instrument gong dan instrument berpencon lainya. Gong-gong di pedalaman Kalimantan sebagian besar berasal dari Cina Selatan, hal ini dibuktikan pada tahun 1930-an ditemukan banyak sekali alat perunggu di Annam tepatnya desa Dong-Son yang instrumennya mirip dengan instrument gong yang ada pada suku Dayak di pedalaman Kalimantan.
Pengaruh Kebudayaan Cina di Kalimatan tersebut, khususnya pada masyarakat Dayak banyak sekali terlihat pada barang-barang peninggalan seperti guci-guci, tempayan, dan perhiasan lainnya dengan ornament-ornamen bergaya Cina. Tentang hal ini Carl L.Hoffman mengutip pandapat Robert Heine Gelderen bahwa pengaruh Cina di Indonesia dimulai sejak permulaan jaman Han, yaitu pada sekitar abad 1 SM. Namun desain-desain perhiasan suku Dayak di Kalimantan dan orang-orang Ngada do flores jelas berkaitan dengan desain-desain Cina akhir darijaman Chou, sehingga kemungkinan kontak dengan Cina telah dimulai sekitar awal abad 3 SM bahkan mungkin lebih awal.
Adanya kontak dengan negeri Cina mengakibatkan hubungan dagang antar bangsa semakin ramai dan kebudayaanpun saling mempengaruhi. Selanjutnya perang besar antara Raja Mempah dengan orang-orang Cina, menyababkan pertemuan antara penduduk asli Kalimantan dengan orang Cina, yang diikuti pula dengan akulturasi kebudayaan. Jual beli barang dengan system barter tidak lagi sebatas emas dan perak, namun juga alat musik. Melalui cara ini kemungkinan alat musik Cina menyebar ke seluruh Asia Timur dan Asia Tenggara. Setelah berlangsung lama maka penyebaran alat music itu mengalami penyesuaian dengan kebudayaan setempat, misalnya penyebutan instrumen disesuaikan dengan kearifan lokal dan Bahasa daerah masing-masing.
Dengan demikian proses akulturasi kebudayaan di Kalimantan yang dipengaruhi kebudayaan Cina telah memberikan kemungkinan keberadaan asal-usul instrument Kelentangan yang terdapat pada masyarakat Benuaq. Meskipun hal ini tentunya tidak lepasa dari perkembangan alat music itu sendiri. Proses tersebut yaitu diawali dengan instrument gong, kemudian berkembang menjadi gong-gong kecil sihingga menjadi instrument Kelentangan dan ditambahdengan gong-gong yang berukuran agak besar atau Genikng dan juga penambahan instrument Kendang atau Gimar.
Kelentangan adalah musik yang digunakan dalam prosesi upacara Belian Sentiu, yaitu salah satu upacara ritual masyarakat Benuaq untuk mengobati orang sakit. Upacara ini bisa dilaksanakan apabila Kelentangan dihadirkan.
Kelentangan sendiri memiliki dua arti baik sebagai instrument maupun sebagai ansambel. Pelaksanaan upacara Belian Sentiu dilakukan oleh dukun Belian atau Pemeliatn.
Bentuk pertunjukkan Kelentangan dalam upacara Belian Sentiu syarat akan unsur-unsur simbolik yang diimplementasikan pada peralatan yang digunakan dalam upacara, tindakan yang dilakukan Pemeliatn, waktu, angka dan roh pelaksanaan upacara, serta unsur simbol yang berhubungan dengan integritas dan sosial kemasyarakatan .
Sajian Kelentangan sebagai bagian penting dalam upacara Belian Sentiu merupakan representasi mitos yang ada bahwa rangkaian melodi dan ritme mempunyai arti yang penting dalam prosesi penyembuhan/ngawat. Keseluruhan pertunjukkan kelentangan dalam upacara Belian Sentiu mempunyai nilai sebagai penyelaras kehidupan sosial masyarakat Dayak Benuaq Tanjung Isuy yang normatif dalam hubungan antar individu, lingkungan dan kepercayaan kepada makhluk halus dan roh-roh leluhur.
Kelentangan biasa dimainkan dengan cara duduk menghadap ke instrument, pemain membawa alat pukul atau stik sebanyak dua buah dan dipegang oleh tangan kanan dan kiri,alat pukul tersebut berukuran berkisar 20-25 cm untuk panjangnya serta berdiameter 1,5 – 2 cm.
Kelentangan dimainkan oleh satu atau dua orang, tidak ada Batasan jangkauan nada untuk masing-masing tangan baik itu tangan kanan maupun kiri, yang terpenting semua nada yang dimainkan sesuai dengan melodi yang diinstruksikan pemeliatn. Cara memainkannya hampir sama dengan cara memainkan instrument berpencon lainnya, yaitu dipukul dengan menggunakan stik, tetapi bagi pemain kelentangan yang telah mahir memukul nada maka pukulannya tidak polos tetapi setiap pukulan nada harus menghasilkan efek suara yang tidak terputus antara nada yang satu dengan nada yang lainnya dengan cara memberikan getaran pada stik. Instrumen kelentangan pembagian ritme antara tangan kiri dan kanan sangat jelas, tangan kiri memainkan pola ritme tetap sedangkan tangan kanan mengembangkan pola ritme dan membentuk pola melodi.
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201901027
Nama Karya Budaya :Kelentangan Kutai Barat
Provinsi :Kalimantan Timur
Domain :Seni Pertunjukan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda