KAIN SASIRANGAN

0
7364

Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) menurut para tetua masyarakat setempat, merupakan cikal bakal dari kain pamintan. Kain pamintan ini merupakan sebuah sarana yang digunakan untuk pengobatan orang sakit. Tata cara pemakaiannya ada yang diikatkan di kepala sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum wanita.
Kain Sasirangan ini dapat dipakai sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara adat, bahkan digunakan sebagai pakaian sehari-hari.
Kain ini bagi masyarakat di Kalimantan Selatan, khususnya masyarakat Banjar sudah dikenal sejak dahulu dengan kain calapan atau celupan yang dihiasi dengan motif tradisional khas Kalimantan Selatan, baik dari segi warna maupun motifnya. Secara u mum kain Sasirangan adalah sejenis kain yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur, kemudian diikat dengan benang atau tali plastik dan selanjutnya dicelup. Kata “Sasirangan” berasal dari kata sirang (bahasa setempat) yang berarti diikat atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya atau dalam istilah bahasa jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di Jawa disebut jumputan. Kain sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori, polyester yang dijahit dengan cara tertentu. Kemudian disapu dengan bermacam-macam warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif. Corak yang banyak diminati para pemesan adalah corak Sarigading. Corak sarigading itu sendiri masih dibagi lagi menjadi corak sarigading laki (yaitu khusus dipakai untuk pengobatan laki-laki dewasa), sarigading bini (dipakai untuk pengobatan pasien perempuan) dan sarigading anak (untuk pengobatan pasien khusus anak-anak).
Selain corak sarigading (sarigading laki, sarigading bini dan sarigading anak), corak-corak kain tenun yang difungsikan sebagai kain Pamintan yang masih populer sampai saat ini antara lain, corak wadi waringin, pungling dan katutut. Sedangkan corak yang sudah tidak/kurang populer lagi antara lain karacuk, a’amasan, kalapa kuning, ramak sahang putih, jarum-jarum, tauman, batik santan, kalapa, kamumu, kastari masak, parang simpak dan paring anum.
jenis-jenis kain Pamintan yang masih diproduksi sampai saat ini adalah jenis kain sarung, kain baju, kain tapih, kain salawar (celana), kakamban (selendang), kain untuk babat (bebat/stagen) dan kain untuk laung (ikat kepala). Seorang tabib akan menganjurkan memesan kain jenis tertentu untuk masing-masing penyakit. Apabila pasiennya sakit perut, maka babat (stagen) yang harus dipesan. Apabila pasien sakit kepala maka laung atau serudung yang harus dipesan. Begitu juga dengan jenis-jenis penyakit lainnya, kain yang dipesan pun berbeda juga. Pendeknya, setiap jenis kain memiliki fungsi untuk mengobati penyakit yang berlainan satu sama lain.
Sebagai sarana pengobatan, bahan pewarna yang digunakan untuk membuat kain Pamintan berasal dari bahan pewarna alami yang diolah secara tradisional. Tidak mengherankan apabila untuk membuat bahan pewarna itu sendiri memerlukan waktu yang lama sebelum proses pembuatan kain dimulai. Adapun bahan-bahan alami yang diperlukan dalam pembuatan kain Pamintan adalah sebagai berikut:
• Janar (kunyit), temulawak dan kayu kemuning.
Bahan-bahan di atas digunakan untuk memberi warna kuning. Cara membuat pewarna alami dari bahan ini adalah dengan cara membersihkan dan menghaluskan bahan-bahan tersebut (bisa diparut atau ditumbuk) kemudian dicampur dengan air sesuai ukuran, setelah itu baru diperas (seperti layaknya membuat santan dari kelapa).
Buah Kabuau, uar
Bahan tersebut untuk membuat warna hitam
• Kulit kayu bu habang atau buah kasumba, zat gambir buah mingkudu. Sebagai bahan pewarna merah
• Kulit buah rambutan, uar .
Bahan ini digunakan untuk membuat warna coklat.
• Daun pudak atau jahe (tipakan),
Bahan ini dipergunakan sebagai pewarna hijau
• Biji ramania (gandaria), buah karamunting
Sebagai bahan warna ungu.
Bahan-bahan tersebut di atas dipergunakan sebagai pewarna pokok. Pada kain-kain tradisional seperti kain Pamintan ini, warna-warna yang dipergunakan memang sekitar warna pokok tersebut. Kombinasi warna hampir tidak pernah dilakukan. Bahan-bahan pewarna alami tersebut selain memang memberikan efek bau yang merangsang ke bagian tubuh tertentu, juga mempengaruhi efek rasa dari bahan-bahan tersebut. Contoh, bahan pewarna dari daun pudak atau jahe, akan dapat menimbulkan rasa hangat di tubuh. Adapun sebagai bahan pembantu untuk menimbulkan warna, mengawetkan dan memperkuat ketahanan warna serta mengikat bahan pewarna, digunakan bahan-bahan seperti jeruk nipis, buah pinang, cuka, sendawa, tawas, prusi, dan kapur
Sekitar tahun 1980 keberadaan kain sasirangan (kain pamintan) tersebut mulai dikembangkan oleh para seniman pengrajin untuk dijadikan sebagai bahan pakaian yang bersifat praktis, kemudian dilakukan berbagai percobaan termasuk bahan dasar kainnya, bahan pewarna dan pengembangan motif hiasnya dalam rangka melahirkan kain sasirangan untuk keperluan busana sehari – hari maupun acara resmi lainnya.
Kain sasirangan sekarang masih banyak memakai motif tradisional, yang fungsinya sebagai sarana pengobatan. Seiring perkembangan zaman motif-motif tersebut disatukan atau di kombinasikan satu sama lain tergantung dari pesanan yang diterima oleh pengrajin. Adapun motif-motif kain Sasirangan yang banyak digunakan sampai sekarang antara lain:
• Motif Naga Balimbur (laki bini)
Nama naga balimbur sebagai salah satu motif kain Pamintan terinspirasi dari sebuah dongeng masyarakat Banjar yang menceritakan tentang adanya naga/ular besar yang sedang bermandi-mandi di tengah sungai pada waktu pagi hari. Dengan riangnya naga itu mandi sambil berjemur di cahaya matahari yang sedang bersinar cerah. Keadaan ini menggambarkan sebagai suatu suasana yang menyenangkan. Air sungai yang berombak-ombak karena gerakan si naga inilah yang terbentuk/tergambar dalam motif ini. Kain dengan motif ini berfungsi untuk mengobati sakit kepala seperti terasa ditusuk-tusuk dan pusing.
• Motif Kangkung Kaombakan
Kangkung adalah salah satu jenis sayuran yang tumbuh dan hidup di atas air dengan batangnya yang panjang menjalar dan daunya hijau kecil-kecil. Apabila airnya berombak, tentu saja permukaan air akan bergelombang, namun batang-batang kangkung itu tidak patah karenanya. Oleh karena itu motif kangkung kaombakan dimaknai sebagai sesuatu yang tahan ujian atau godaan. Kain dengan motif ini digunakan untuk mengobati penyakit kepala yang bergoyang-goyang.
• Motif Ombak Sinampur Karang
Ombak itu terjadi disebabkan karena adanya gelombang. Ada yang besar dan ada juga riak-riak yang kecil, tergantung penyebabnya. Tiupan angin yang keras di laut dapat menyebabkan ombak yang besar, dan ombak yang besar tersebut dapat menerjang karang. Namun karang di laut tetap tegak berdiri. Motif ombak sinampur karang artinya ombak yang menerjang karang. Ombak dikiaskan sebagai gelombang perjuangan dalam hidup manusia. Karang yang tetap tegak berdiri memberikan motifasi manusia untuk tetap bertahan dalam menghadapi gelombang dan tantangan hidup di dunia. Kain dengan motif ini dipercaya dapat mengobati penyakit kepala yang berdenyut-denyut.

• Motif Ular Lidi
Ular lidi adalah sebangsa ular kecil yang selain berbisa juga cerdik. Ular lidi dalam salah satu dongeng orang Banjar dianggap sebagai simbol kecerdikan. Motif ular lidi dalam kain Sasirangan Pamintan berbentuk lengkung kecil-kecil berganda dua dan tidak patah-patah. Kain dengan motif ini sering dipergunakan untuk sarana pengobatan penyakit kepala yang disertai rasa menusuk-nusuk ke mata.
• Motif Bayam Raja
Raja adalah atribut seseorang yang dihormati dan bermartabat. Karenanya motif ini mengandung makna leluhur yang bermartabat dan dihormati. Motif ini berbentuk garis-garis yang melengkung patah-patah. Biasanya tersusun secara vertikal menjadi garis pembatas dengan motif-motif yang lain. Namun yang paling banyak, motif ini digunakan pada pinggiran sebuah kain Sasirangan (tumpal). Kain Pamintan dengan motif ini biasanya dipergunakan untuk sarana penyembuhan penyakit gila atau stress.
• Motif Pancar Matahari
Motif ini berfungsi mengobati sakit di kepala apabila matahari naik
• Motif Kumbang Bernaung di Bawah Pohon.
Motif ini berfungsi mengobati sakit gila atau kurang ingatan akibat diperbuat orang dengan cara halus (ghaib) seperti kumbang yang datang.
• Motif Wanita Menangis di Bawah Pohon
Motif ini berfungsi mengobati sakit tres, menangis atau tertawa sendiri
• Motif Teratai Dalam Taman
Motif ini berfungsi untuk mengobati sakit gila
• Motif Balai Raja
Motif ini berfungsi untuk mengobati sakit gila
• Motif Naga di Langit dengan warna hijau, merah, dan kuning(pelangi)
Motif ini berfungsi untuk mengobati penyakit bercebur ke air, naik – naik ke atas, aneh – aneh dan melayang – layang.
• Motif Megawati
Merupakan motif yang jarang dibuat dan apabila dibuat lamanya melukis adalah 2 hari 2 malam. Motif ini berfungsi untuk mengobati penyakit gila tujuh turunan, gila seperanakan (sekeluarga) atau gila sepedangsanakan.
Gambar 3. Beberapa motif Kain Sasirangan

Sumber: Formulir Pencatatan WBTB Indonesia, BPNB Pontianak, 2012
Kain Sasirangan ini memiliki pangsa pasar yang sangat menjanjikan. Hal ini dapat disimpulkan dari pendistribusian hasil kerajinan tangan tersebut yang tidak hanya dipakai untuk keperluan sendiri tetapi sudah merambah keluar daerah, yaitu antara lain pulau Jawa, Sumatera, Bali bahkan keluar negeri seperti Malaysia.
Karya budaya masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan sangat rentan di klaim oleh negara lain mengingat semakin terbukanya era perdagangan bebas. Permasalahan yang terjadi pada saat ini adalah perlunya upaya mendukung masyarakat untuk bisa mempertahankan ciri khas dari kain sasirangan ini supaya warisan dari nenek moyang mereka dapat terjaga kelestariannya.
Masyarakat membutuhkan perlindungan karena kain sasirangan ini sudah ada produk yang sama persis dengan kain sasirangan asli tapi buatan mesin. Proses pengklaiman produk mesin sebagai kain sasirangan sangat bertolakbelakang dengan arti dari sasirangan itu sendiri.
Untuk dapat mewujudkan ini semua, tentu peran berbagai pihak sangat diperlukan seperti masyarakat pemilik karya budayanya sendiri dengan dukungan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk terus mengembangkan dan melestarikan karya budaya ini agar terlindungi dari pencaplokan kepemilikan atas karya budaya tersebut.