Jabar Juwes (1)

0
1035

Kesenian Jabarjuwes atau juga disebut Jeberjuwes pada awalnya muncul tahun 1962 di Dusun Tengahan, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama kesenian Jabur. Kesenian ini muncul karena adanya kebosanan atau kejenuhan masyarakat penonton terhadap kesenian Wayang Wong, Kethoprak dan Wayang Golek. Pada waktu itu kelompok seni dan pelaku seni di Desa Sendangagung tidak tinggal diam menghadapi kondisi yang demikian itu, sehingga dibawah inisiatif dan kreativitas Bapak Darmo Suwito dan Bapak Harjo Suprapto (Kepala Dukuh Dusun Tengahan pada waktu itu) kemudian mereka berkreasi dan berinovasi memadukan antara Wayang Wong, Kethopak dan Wayang Golek menjadi bentuk kesenian baru yang disebut Jabur dengan tokoh lawaknya yang bernama Jeber dan Juwes. Oleh karena masyarakat penonton terkesan oleh kedua tokoh lawak tersebut kemudian kesenian baru, yaitu kesenian Jabur yang merupakan hasil kreativitas para pelaku seni Dusun Tengahan, Desa Sendangagung ini dinamakan Jabarjuwes karena mengacu atau tertarik pada nama kedua tokoh lawak tersebut. Sampai sekarang kesenian ini masih tetap eksis meskipun di Desa Sedangagung hanya ada satu grup saja. Kesenian Jabur dengan organisasi kesenian/sanggarnya yang bernama”jeber jues”, yang didirikan pada tanggal 4 Januari 1980 di Dusun Tengahan XII, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Sanggar Seni “Jeber Jues” ini sudah terdaftar di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman sejak tanggal 29 Desember 2016 dengan Nomor Induk 626 /BUDPAR/2016.

1. Cerita

Pertunjukan Kesenian Jabarjuwes mengangkat cerita Menak dalam bentuk lakon-lakon yang dipentaskan. Cerita Menak baik itu yang dipakai untuk sumber cerita pementasan Wayang Golek Menak, Wayang Kulit Menak, Wayang Orang Menak maupun tari Golek Menak bersumber dari Serat Menak. Serat Menak pada mulanya bersumber dari Kitab Qissa Emir Hamza yaitu sebuah karya sastra Persia pada masa pemerintahan Sultan Harun Al Rasyid yang memerintah pada tahun 766 – 809 Masehi

Di daerah Melayu karya sastra tersebut dikenal dengan nama Hikayat Amir Hamzah. Berdasarkan hikayat tersebut dipadukan dengan cerita Panji kemudian digubah dalam bahasa Jawa sehingga terciptalah cerita-cerita Menak yang dikenal dengan nama Serat Menak (Wijanarko, 1991: 16). Dalam cerita Menak ini nama-nama tokohnya disesuaikan dengan nama Jawa, seperti: Omar bin Ommayya menjadi Umarmaya, Baidul Zaman menjadi Iman Suwangsa, Unekir menjadi Dewi Adaninggar, Amir Hamzah menjadi Amir Ambyah dan lain-lain. Serat Menak yang kita kenal saat ini adalah Serat Menak yang digubah oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dan Raden Ngabehi Yasadipura II (Raden Ngabehi Ranggawarsita) pujangga dari kraton Surakarta. Serat Menak menceritakan kisah dan pengalaman kepahlawanan Amir Ambyah atau juga dikenal dengan nama Wong Agung Jayengrana dari Mekah dengan Prabu Nursiwan dari Medayin.

Cerita Menak didalam tradisi tulis terungkap di dalam Serat Menak, karya sastra Jawa bernafaskan Islam yang berisi kisah kepahlawanan tokoh cerita Amir Ambyah, yang merupakan transformasi dari sastra Melayu Hikayat Amir Hamzah. Cerita Menak di Indonesia, khususnya di Jawa dikenal melalui saduran yang digubah dalam bahasa Jawa oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dari Kraton Surakarta berdasarkan pada Serat Menak karya Ki Carik Narawita yang memiliki kedekatan dengan Hikayat Amir Hamzah. Cerita Menak meskipun telah mengalami penulisan ulang oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dan Raden Ngabehi Yasadipura II namun tetap memerlukan kreativitas dari para pelaku seni atau seniman agar tercapai harmoni antara kesenian dengan lakon cerita yang dipentaskan. Demikian juga kesenian Jabarjuwes di dalam melakonkan cerita menak disesuaikan dengan kreativitas para senimannya sehingga terciptalah lakon-lakon atau cerita yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat pendukungnya. Adapun cerita atau lakon yang sering dipentaskan dalam kesenian Jabarjuwes antara lain:

– Gangga Mina Gangga Pati

– Tali Rasa Rasa Tali

– Putri Cina

– Bedhahe Kelan

– Umar Amir Nanggih Berjanji

– Bedhahe Selan

– Gambar Mas

– Adaninggar Kelaswara

– Ulamdahur Tundhung

– Rabine Iman Suwangsa

– Tejanegara Winusuda

– dan sebagainya