Sosok Hildawati Sumantri menjadi sangat penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia karena ia memiliki reputasi mengisi kekosongan perkembangan seni rupa Indonesia, terutama pada tahun 1980-an tidak banyak perupa yang mengunakan medium keramik sebagai ekspresi pribadi. Hildawati mumpuni dalam dua hal sekaligus, yaitu sebagai perupa keramik kontemporer dengan karya-karyanya yang avant-garde, mencerahkan, dan sebagai sejarahwan seni serta peneliti keramik terakota, Jawa kuno, peninggalan zaman Majapahit. Bukunya yang berjudul Majapahit Terracotta Art, diterbitkan oleh Asosiasi Keramik pada 1997, sangat dihargai sebagai sumber yang bermanfaat dan memberi kontribusi bagi perkembangan dunia pendidikan untuk menelaah sesuatu yang baru.
Hildawati tercatat sebagai perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar Doktor dalam bidang kajian Sejarah Seni Rupa, ia telah memperlihatkan bahwa yang berskala kecil dan termarjinalkan seperti terakota Majapahit dapat menjadi sesuatu yang “besar” dan menjadi perhatian para intelektual dalam dan luar negeri. Peran lain yang signifikan adalah mengembangkan pendidikan keramik sehinggadisiplin ilmu keramik tidak dipandang sebelah mata dalam dunia akademik. Jiwa petualang ke berbagai pelosok di tanah air, yaitu mengunjungi berbagai komunitas perajin keramik telah mendorong Hildawati melakukan pengabdian masyarakat. Salah satu sentra kerajinan keramik terbesar di tanah air, yaitu Keramik Pejaten di Tabanan, Bali, merupakan saksi sejarah kepedulian Hildawati terhadap perajin keramik di daerah. Kesabarannya memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada para perajin di daerah tersebut telah membuahkan hasil. Berkat perannya dalam membuka jalur dengan NGO, keramik Pejaten Bali terus tumbuh berkembang hingga dikenal di dunia internasional.
Hildawati lahir pada tanggal 26 November 1945 dari keluarga pecinta seni dan sejak kecil senang dengan bidang seni, khususnya seni arsitektur. Pada tahun 1964 Hildawati melanjutkan studi di Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung, awalnya ia memilih jurusan Arsitektur, namun entah mengapa akhirnyajurusan seni rupa(keramik) yang menjadi pilihannya. Disaat teman-teman kuliahnya sibuk memilih studio favorit, seperti desain grafis, desain interior, seni grafis, dan lain sebagainya, Hildawati justru memilih jurusan yang sepi peminatnya, yaitu studio seni keramik.
Pada tahun 1972, setelah lulus kuliah, Hildawati sempat menjadi Sekretaris Akademik di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (saat ini IKJ), kemudian pada tahun 1973, ia berhasil menerima beasiswa Fullbright untuk menempuh pendidikan selama satu tahun, setelah itu ia melanjutkan pendidikan atas biaya sendiri hingga mendapat gelar Master of Fine Art di Rhode Island School of Design Institute (RISDI), di Pratt, New York, Amerika Serikat. Di sini ia menyadari betapa sedikit yang diketahuinya tentang seni keramik. Selama kurang lebih tiga tahun ia memperdalam seluk beluk seni keramik modern dengan memperdalam teori dan praktik. Tahun 1977 Hildawati memutuskan kembali ke Indonesia untukmengajar dan mempelopori lahirnya pendidikan seni keramik di LPKJ. Di studio keramik inilah tempat ia mengabdikan segala ilmu dan keahliannya. Ia bercita-cita kelak bidang ini dapat melahirkan pekeramik-pekeramik muda, yang tak hanya terampil tapi juga diperhitungkan dalam percaturan seni rupamasa kini.
Sebagai pendidik, Hildawati dikenal sebagai pribadi yang tegas dan penuh disiplin. Perjalanan karir akademiknya mencapai puncak ketika terpilih sebagai Dekan Fakultas Seni Rupa IKJ untuk periode 1987—1989.