Fosil Manusia Purba: Dari Mitos Raksasa sampai Pencurian

0
3218

Fosil-fosil purba di situs Sangiran sejak lama telah mengundang rasa penasaran warga dunia. Dari mulai anak sekolah sampai pakar dunia berduyun-duyun ingin mengunjungi situs dengan populasi fosil purba terbanyak itu. Sampai saat ini, cerita dan misteri yang belum terungkap pun semakin banyak.

Salah satu tulisan menarik tentang cerita di balik keberadaan fosil purba di Sangiran pernah dibuat oleh peneliti Arkeologi Publik Bambang Sulistyanto dengan judul Warisan Dunia Situs Sangiran, Persepsi Menurut Penduduk Sangiran. Dalam tulisannya, Bambang Sulistyanto menjelaskan tentang persepsi warga Sangiran terhadap keberadaan fosil purba dalam tiga periode, yaitu sebelum 1930an, 1930-140, dan masa sekarang. Berikut adalah ringkasan yang dapat menggambarkan persepsi warga Sangiran terhadap fosil purba dalam tiga periode tersebut:

Sebelum 1930an

Ini adalah masa ketika belum dimulai penelitian terhadap situs Sangiran. Pada masa ini, warga Sangiran sudah sering menjumpai adanya tulang-belulang besar di tanah mereka berpijak. Bagi warga kala itu, tulang-tulang besar itu milik seorang raksasa dan prajurit-prajuritnya yang pernah berkuasa setelah mengalahkan ksatria Sangiran bernama Raden Bandung. Menurut legenda, Raden Bandung yang kalah perang melarikan diri ke hutan, kemudian dinasihati dewa agar menyelam ke telaga. Di sanalah sang ksatria bertemu dengan Dewa Ruci dan mendapatkan petuah-petuah hingga akhirnya kembali memerangi raksasa jahat dan menang.

Raden Bantung kemudian memerintahkan agar tulang-tulang raksasa dibiarkan terkubur. Dari sinilah muncul mitos balung buto (tulang raksasa). Sejak itu warga Sangiran tiada berani menyentuh fosil-fosil yang mereka temukan. Namun, uniknya, apabila ada warga yang sakit, tulang-tulang tersebut dicari sebagai obat mujarab. Manfaat lain yang dipercaya dari tulang-tulang itu adalah bisa dijadikan jimat kesaktian dan pengusir setan.

1930-1940

Pada masa ini Von Koenigswald, peneliti yang tertarik dengan keberadaan fosil purba di Sangiran, memanfaatkan warga untuk misi pencariannya. Sebagai peneliti yang dikabarkan ramah dan baik hati, Von Koenigswald member upah bagi setiap temuan fosil oleh warga. Mulailah pada masa ini warga Sangiran punya pengalaman baru terhadap fosil. Peninggalan-peninggalan pra sejarah itu ternyata bernilai ekonomi lumayan.

Masa Sekarang

Von Koenigswald tidak hanya mempengaruhi perubahan cara pandang warga Sangirang terhadap fosil. Selepas dirinya, kebiasaan berburu fosil semakin marak. Perlahan-lahan muncul tengkulak yang membeli hasil temuan fosil. Warga Sangiran juga membidik wisatawan asing sebagai pelanggan yang potensial. Alhasil, penyelundupan mulai jadi cerita lumrah di sana. Bahkan, ada sejumlah peneliti asing yang berusaha membeli fosil dari warga dengan alasan untuk penelitian.

Tentunya, dengan masih banyaknya fosil-fosil di tanah Sangiran, ditambah lagi niat pemerintah yang ingin agar situs Sangiran berkembang lebih baik lagi, kita perlu lebih peduli lagi dalam menjaga warisan dunia di Indonesia. Paling tidak, aksi nyata kita adalah dengan menaati peraturan ketika kita berkunjung ke situs Sangiran dan situs-situs bersejarah lainnya. Sebab masih sering terjadi kita menjumpai aksi vandalisme atau perilaku masa bodoh lainnya yang menyebabkan warisan-warisan leluhur kita tak elok lagi.