Diskusi Kelompok Terpumpun Masjid Bersejarah dan Arsitekturnya Dalam Membangun Peradaban Bangsa

0
842

Kegiatan ini diselenggarakan 28 s.d 29 April 2017 dihadiri antara lain oleh Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal),Rahmad Widodo (Ikatan Arsitek Indonesia), Abdul Hadi (Universitas Paramadina) M. Jazir ASP (Ustadz Masjid Jogokaryan), Muhammad Natsir (Dewan Masjid Indonesia), dan Neno Warisman (Penceramah).

Bapak Nadjamuddin Ramly selaku Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya membuka secara langsung membuka Diskusi Kelompok Terpumpun Masjid Bersejarah dan Arsitektur ini. Beliau menyampaikan bahwa diskusi ini adalah tindak lanjut dari Merayakan Milad Istiqlal ke-39 yang dilaksanakan pada Februari 2017. Sebagai negara mayoritas islam kegiatan ini sangat penting karena diskusi ini adalah awal dari pembangunan Museum Peradaban Islam Indonesia. Museum Peradaban Islam Indonesia direncanakan akan dibangun. Di dalamnya akan berisi replika-repilika masjid bersejarah. Dijelaskan juga jejak langkah masuknya islam dan pengaruh-pengaruhnya dalam perkembangan Peradaban Islam Indonesia.

Dalam paparan Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa pada awal, masjid dalam pengertian bangunan hanya pelataran segi empat tidak ada atapnya. Masjid berasal dari kata sajadah. Ada dua kata bahasa Arab yang berbeda mengenai sujud yaitu sujudon dan sajad. Sujudon adalah sujud yang lahir batin bersujud untuk Allah, sedangkan sajad adalah sujud. Jadi, yang diutamakan adalah membangun sajid ketimbang masjid. Masjid tidak perlu indah, namun memiliki unsur pemberdayaan untuk umat, tidak hanya ummat untuk pemberdayaan masjid, namun masjid juga memberdayakan ummat, dan menjelaskan beberapa fungsi masjid di zaman Nabi antara lain sebagai tempat salat, tempat mengumumkan pengumuman penting. Hal ini terkait pada bidang ekonomi karena masjid menyampaikan kedatangan khafila-khafila yang akan mengadakan perdagangan, rumah sakit, penjara (dalam riwayat para tawanan perang pada zaman nabi dirantai di masjid), pusat pelatihan dan pendidikan serta kemajuan peradaban islam tidak lepas dari faktor pendidikan, tempat penginapan, dan berlatih bela diri.

Dalam paparan Rahmat Widodo menjelaskan bahwa tidak ada patokan yang baku dalam mendesain masjid, mungkin zaman sekarang pengunaan menara akan berkurang karena perkembangan sound system, ditinjau dari bidang arsitektur desain masjid disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsinya.

Dalam paparan Muhammad Natsir Zubaidi menjelaskan bahwa tidak hanya jemaah yang memakrmurkan masjid, namun masjid juga memakmurkan jemaah, Dr Umar Amir Husein menyatakan Kebudayaan Islam lahir dari dalam masjid, Sidi Gazalba dalam sebuah bukunya menulis, Masjid di Madinah adalah masjid yang pertama berdiri dengan tembok berdinding batu. Masjid kedua dibangun di Mesopotamia lalu masjid di Mesir dan di Damaskus, dan kita juga harus mengupayakan arsitektur islam Indonesia masuk menjadi satu bagian tersendiri dalam buku arsitektur peradaban Islam yang sudah ada.

Dalam paparan Abdul Hadi menjelaskan bahwa awal masuk dan berkembangan kebudayaan Islam di Indonesia adalah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai di ujung utara Sumatera. Di sana berkembang bahasa melayu untuk pertama kalinya dijadikan bahasa pengantar di lembaga pendidikan islam. Ada tiga titik pusat peradaban. Istana, masjid dan madrasah, dan pasar. Penyebaran islam lebih cepat karena islam mempunyai sifat egaliter dan bahasa pemersatu. Perkembangan awal bahasa Melayu yang menggunakan aksara Arab menyebar hingga pelosok tanah air. Kitab-kita yang berbahasa Arab disalin menggunakan bahasa Melayu. Kitab-kitab itu meluas karena hampir sebagian besar ulama pada saat itu menguasai aksara Arab. Masjid-masjid di Indonesia kebanyakan mempunyai kaligrafi namun arabesk dan geometrinya kurang. Diibaratkan seorang arsitek yang tidak hanya mempelajari ilmu matematika tapi juga fiqih dan tasawuf.

Dalam paparan Muhammad Jazir menjelaskan bahwa menurut hadist Bukhori, tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidNya sedangkan yang dibenci Allah adalah pasar-pasarNya. Namum, dalam praktiknya Rasulullah adalah pedagang yang dicintai Allah, dalam penataan kota di seluruh nusantara disebut catur gatra tunggal. Di dalamnya ada masjid, sebagai tempat pertemuan dengan Tuhan. Lalu Alun-alun, bangunan pemerintahan, dan keraton. Sedangkan pasar letaknya di luar benteng. Nasionalisme bukan lawan dari islam karena nasionalisme adalah alat umat islam untuk melawan penjajahan. Di lihat dari Entico Sarekat Islam yang pertama bertema “Sosialisme dan Demokrasi Dalam Pandangan Islam”. Dilanjutkan dengan Entico kedua yang dilaksanakan 1917 bertema “Pembelaan Terhadap Tanah Rakyat, Industri Gula dan Nasionalisme”. Entico ketiga dan keempat juga sama-sama melawan penindasan kolonialisme dan imperialisme dengan tema “Penghapusan Kerja Rodi, Tanah untuk Rakyat Muslim” dan “Kapitalisme Berdosa dan Bersatulah Kaum Melarat”.

Dalam paparan Neno Warisman menjelaskan bahwa ketika berdiskusi dengan Raditya Dika, mendapatkan informasi bahwa generasi muda tidak mempunyai nilai keterikatan dengan tanah airnya. Peradaban Syiria sangat berkesan ketika melihat kondisi masjid-masjidnya. Di sana masjid memiliki sandal-sandal untuk ke toilet. Di pasar Jusmati letaknya di dekat masjid. Pasar itu berdiri di atas jalan, yang mengesankan adalah keramaian para pedagang yang menyerupai orang yang sedang berteater. Dibalik keramaian itu, para pedagang membersihkan jalan pada dini hari.