– Sejarah
Tidak diketahui dengan pasti kapan munculnya dhakon di Pulau Jawa taupun di kraton. Namun menurut RA. Maharkesti, BA (1999/2000) dalam Laporan Penelitian Jarahnitra menyebutkan ada 3 versi:
1. Dakon masuk ke kraton sejak kejayaan Majapahit, tepatnya dalam pemerintahan Ratu kencana Wungu, karena ada satu cerita yang menyebutkan bahwa ratu Kencana Wungu itu mempunyai kesukaan bermain dakon.
2. Masa Belanda, karena di dalam permainan dakon terdapat istilah mbedhil . hal ini berhubungan dengan senapan atau meriam. Pada masa perlawanan Sultan Agung, untuk mengimbangi kekuatan lawan maka harus memiliki bedhil. Para prajurit Mataram yang sebagian besar berasal dari golongan petani giat berlatih bedhil dan disela-sela istirahat bermain tradisi mereka termasuk dakon. Oleh karena itu dengan sendirinya permainan dakon masuk ke lingkungan kraton
3. Permainan dakon dibuat oleh Ki Buyut manggal dari lereng Gunung Lawu. Beliau adalah seorang guru ilmu gaib dan meramal nasib seseorang dengan main dakon yang terbuat dari kayu sawo dan diberi nama Gus Gamplong. Beliau memiliki murid RM gandakusuma yang tak lain adalah KGPAA mangkunegara IV. Setelah selesai belajar mohon ijin untuk membawa Gus Gamplong. Sejak saat itu permainan dakon masuk Pura mangkunegaran dan digunakan permainan termasuk para putrid yang menunggu giliran untuk menari
– Bahan baku
Sejak dakon masuk lingkungan istana, mengalami beberapa perubahan. Semula biji dakon adalah batu kerikil, klungsu atau isi buah asam, biji koro benguk, biji jagung, biji tanjung dan sebagainya. Tetapi setelah masuk kraton diganti dengan biji sawo kecik. Dakon sendiri semula hanya menggunakan tanah yang dilobangi membentuk lingkaran disebut sawah, sedang lobang besar di kanan dan kiri disebut lumbung. Permainan ini dilakukan saat istirahat mengerjakan sawah. Permainan ini juga dilakukan di rumah dengan membuat batang dakon dari kayu sawo atau kayu ringan lainnya. Saat masuk ke kraton dirubah berbahan kayi jati dan diperindah dengan hiasan.
– Istilah dalam dakon
1. Andhok, bila kecik terakhir jatuh di sawah yang kosong, baik di sawah sendiri maupun sawah lawan. Maka permainan harus berhenti sementara sampai lawan juga mengalami andhok. Jika andhok di sawah sendiri maka bias mbedhil dan bila jatuh di sawah lawan bias mikul.
2. Mbedhil, bila andhok di sawah sendiri dan lurus di depannya tempat sawah lawan terdapat kecik, maka bias diambil dan dimasukkan ke lumbung
3. Ngacang, yaitu sawah yang isinya kurang dari 7. Saat sawah berisi 5 dan harus dijalankan maka disebut ngacang lima
4. Bero, sawah yang kosong sama sekali
5. Buk, jumlah akhir kedua pemain sama
6. Kobongan, jika sudah tidak dapat bermain lagi karena sawahnya tidak memiliki kecik lagi atau kalah
– Unsur-unsur yang terkandung
1. Hiburan
2. Kejujuran dan sportifitas
3. Strategi dan berfikir
4. Penalaran
5. Demokrasi
6. Rasa Tanggung jawab
7. Kepatuhan
8. Persahabatan
9. Bersifat terbuka
– Fungsi
1. Meramal
o Jika sawah ngacang 1 atau 5 disebut lumbung, berarti hasil panen akan melimpah;
o Jika sawah ngacang 2 atau 6 disebut suwung, bebarti akan mengalami gagal panen karena hama;
o Jika sawah ngacang 3 atau 7 disebut maro berarti buk atau tidak ada keuntungan dan tidak rugi
o Jika sawah ngacang 4 atau 8 disebut mentes berarti hasil panen cukup untuk kebutuhan sendiri
2. Mengasah Kecerdasan Otak, karena ada perhitungan dan perkiraan sehingga menimbulkan ketajaman berfikir dan lebih cermat
3. Menanamkan Sopan santun, sekaligus menghilangkan status social. Selama permainan bersimpuh atau bersila. Dalam bermain dakon memiliki hak dan kuajiban yang sama tidak memandang derajat dan martabat. Saat bangsawan bermain dengan abdi dalem duduknya juga sejajar
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201900947
Nama Karya Budaya :Dakon Jawa Tengah
Provinsi :Jawa Tengah
Domain :Tradisi dan Ekspresi Lisan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda