Pertunjukan upacara Cingcowong tidak dapat dilepaskan dari tahap persiapan ritualnya. Berikut ini dipaparkan tahapan persiapan yang harus dilakukan oleh seorang Punduh sebelum dilaksanakannya upacara Cingcowong.
1) boneka didandani dengan cara mendandani dan memoles kembali boneka dan mengenakan rarangken atau asesoris berupa kalung yang terbuat dari untaian bunga kemboja serta mengenakan baju model kebaya warna kuning dan melilitkan sabuk dari kain katun warna putih, juga mengenakan anting-anting di bagian telinganya.
2) mempersiapkan aneka sesajen yang terdiri dari: parukuyan lengkap dengan kemenyan, telur asin, tumpeng kecil atau biasa disebut congcot, cerutu, gula batu aneka penganan kue, kembang rampe tujuh warna, dan lain-lain seperti yang sudah dikemukakan di atas.
3) membawa boneka Cingcowong dan aneka sesajen ke parit (comberan) terdekat dan menyimpannya di tepi comberan tersebut selama satu malam. Dengan mengucapkan sejumlah mantra-mantra untuk memanggil belis (jurig) jarian dan belis (jurig) comberan, di dalam comberan tersebut punduh kemudian meminta para halus tersebut untuk masuk ke dalam boneka cingcowong.
4) menyediakan peralatan yang akan digunakan pada waktu upacara, seperti: taraje (tangga yang terbuat dari bambu), tikar, ember berisi air bunga rampai tujuh macam, kaca atau cermin kecil, sisir dan kemenyan beserta anglo untuk membakar kemenyan tesebut. Seluruh peralatan ini kemudian dikumpulkan di tempat yang aman di dalam rumah.
5) Nawita melakukan puasa selama tiga hari atau minimal satu hari sebelum upacara dilaksanakan.
Tahap Pelaksanaan Upacara Cingcowong
Para penabuh alat memainkan alatnya yaitu ibu Warsinah memukul-mukul buyungnya dengan menggunakan hihid atau kipas yang terbuat dari anyaman bambu, dan ibu Kaseh memukul-mukul bokor dengan menggunakan dua buah ruas kayu sepanjang masing-masing 40 cm, mengiringi sinden yang bernyanyi. Adapun lagu Cingcowong sebagai berikut.
Cingcowong-cingcowong
Bil guna bil lembayu
Shalala lala lenggut
Lenggute anggedani
Aya panganten anyar
Aya panganten anyar
Lili lili pring
Denok simpring ngaliro
Mas borojol gedog
Mas borojol gedog
Lilir guling gulinge sukma katon
Gelang-gelang layone
Layoni putra maukung
Maukung mangundang dewa
Anging Dewa anging sukma
Bidadari lagi teka
Bidadari lagi teka
Jak rujak ranti
kami junjang kami loko
Pajulo-julo
temu bumiring mandiloko
Di tengah ruangan Nawita memangku boneka masuk arena dan berjalan diantara anak taraje diikuti oleh Itit dan Waskini secara beriringan dari ujung awal sampai ujung akhir taraje bolak balik selama tiga kali. Kemudian Nawita duduk ditengah-tengah tangga sambil tetap memangku boneka. wajah boneka Cingcowong diperlihatkan ke arah cermin kecil yang dipegangi oleh Waskini yang duduk menghadapi boneka sambil memegangi sabuk yang dikenakan boneka. Setelah selesai memperlihatkan muka boneka melalui kaca, selanjutnya Nawita memegang sisir yang digerakkan di atas kepala boneka seolah-olah sedang menyisiri rambut.
Di sampingnya duduk Itit sambil ikut memegangi sabuk yang dikenakan boneka karena boneka sudah mulai bergerak mengikuti alunan lagu, semakin lama boneka semakin bergerak ke arah kanan, kiri dan ke depan seperti tidak terkendali, tetapi tetap dipegang oleh ketiga orang tersebut. Boneka Cingcowong ini mulai bergerak setelah kalimat terakhir dari lagu tersebut diucapkan.
Boneka ini selain bergerak bisa juga mengejar penonton yang tidak percaya bahwa Cingcowong tersebut telah dirasuki arwah lelembut, bahkan bisa juga mengejar-ngejar karena suka pada seseorang dan pada orang-orang yang mengolok-oloknya dengan kata-kata: “Cingcowong cingcowong, hulu canting awak bubu”(Cingcowong cingcowong kepala canting badan bubu). Kemudian air dan bunga kemboja yang telah dipersiapkan dalam wadah diciprat-cipratkan kepada para penonton sambil mengucapkan kata-kata :
Hujan…
Hujan…
Hujan….
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201900930
Nama Karya Budaya :Cingcowong
Provinsi :Jawa Barat
Domain :Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda