Botatah, Tradisi Turun Anak Masyarakat Lansek Kadok (2)

0
894

Anak yang akan ditatah disirami  dengan beras warna kuning. Beras tersebut disirami kekepala anak sebanyak 3 (tiga) kali. Ini menandakan adanya pelimpahan rezki bagi anak tersebut nantinya.

Menjalankan anak diatas bunga sebanyak tiga kali merupakan rangkaian pelaksanaan botatah selanjutnya. Anak diajarkan cara berjalan dengan baik.

Memandikan anak dengan melulurkan minyak wangi keseluruh badannya merupakan rangkaian pelaksanaan terakhir. Anak dimandikan bersama dengan orang tua perempuan anak dan dukun (tukang tatah) tersebut.  Setelah acara botatah tersebut dilaksanakan, anak baru bisa menginjak tanah setelah dua hari kemudian.

Fungsi, Nilai  Dan Makna Atribut Dalam Botatah

 

Fungsi  Upacara

Agar bayi dapat mengenal dan menerima kenyataan hidup dan tempat di mana ia dilahirkan. Pengertian ini berdasarkan kepada anggapan bahwa selama ini bayi dalam rahim ibu merupakan dunia yang gelap dan diperkenalkan kepada dunia luar (fana). Serta merupakan sebuah dasar bahwa dia tersebut adalah memang betul berasal dari nagari Lansek Kadok tersebut. Sepertinya yang telah dijelaskan pada bagian di atas bahwa uniknya tradisi tersebut sampai sekarang ini masih dilaksanakan oleh masyarakat di daerah tersebut bahkan telah melampaui sekat-sekat geografis. Artinya bagi ibu dan bapaknya berasal keturunan dari Kerajaan Yang Dipertuan Padang Nunang yang tidak berada di daerah tersebut misalnya di Jakarta, Malaysia dan daerah lainnya diharuskan untuk menatahkan anaknya yang berusia lebih dari satu tahun atau sudah pandai berjalan. Konsekuensi dari tidak dijalankannya tradisi tersebut bagi keturunan Raja Yang Dipertuan Padang Nunang yakni akan terjadi sakit perut pada anak, sakit-sakitan bahkan kelumpuhan. Sebuah tradisi yang berakar pada masa lalu namun tetap dijalankan oleh masyarakatnya sampai sekarang ini dan menjadi sebuah kekayaan budaya.

Tujuan penyelenggaman upacara menurut tradisi setempat adalah mencari keselamatan bagi keluarga yang terlibat dalam upacara ini, terutama sekali bagi bayi yang diupacarakan. Dalam pelaksanaan upacara ini didapati pantangan-pantangan yang harus dihindari berupa perbuatan-perbuatan terhadap bayi. Akibat yang ditimbulkan bila pantangan ini dilanggar adalah baik ibu maupun bayi selalu mengalami keadaan tidak sehat (mengalami sakit-sakitan) yang sering dapat menimbulkan kematian bagi bayi.

Nilai Upacara Botatah

Botatah atau turun tanah adalah salah satu upacara tradisional masyarakat Langsek Kadok. Upacara yang sangat erat kaitannya dengan lingkaran hidup individu ini, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan, baik di dunia maupun akherat (alam baqa). Nilai-nilai itu, antara lain: keberanian dan kesucian.

Nilai keberanian tercermin dalam makna simbolik dari ritual menjalankan si anak yang dilakukan oleh sang dukun botatah. Nilai kesecuan tercermin dengan dimandikannya si anak oleh dukun botatah tersebut. Si anak di mandikan agar dapat suci dari berbagai macam najis dan hal ikhwal kebersihan.

Pada zaman dahulu upacara turun tanah dilakukan setelah bayi berumur satu sampai dua tahun, bagi kelahiran anak yang pertama upacaranya lebih besar. Namun untuk saat sekarang ini masyarakat tidak mengikutinya lagi, apalagi bagi ibu-ibu yang beraktifitas di luar rumah seperti pegawai negeri, pegawai perusahaan, dan karyawati di instansi tertentu. Ke luar rumah sampai satu tahun dan dua tahun itu dianggap tidak efisien dan tidak praktis lagi. Bagi ibu-ibu pada zaman dahulu, selama jangka waktu satu atau dua tahun tersebut mereka menyediakan persiapan-persiapan kebutuhan upacara.

Pada saat upacara tersebut, bayi digendong oleh seorang yang terpandang, baik perangai dan budi pekertinya. Orang yang mengendong tersebut biasanya dari pihak ibu atau ibu kandungnya sendiri.

Pada saat turun tanah di sinilah puncaknya bahwa dia telah suci terbebas dari darah kotor sehingga dia telah boleh ke luar rumah. Begitu juga dengan bayinya, sebetulnya bayi yang belum berumur satu bulan masih dianggap rentan dengan penyakit sehingga bayi tidak dibolehkan untuk ke luar rumah kecuali dalam keadaan terpaksa apa dia sakit dan sebab lainnya yang sangat mendesak.

Namun, pada saat upacara turun tanah pertama sekali bayi mengenal dunia luar. Di sinilah bayi diajarkan dengan dunia luar, di mana kita itu harus giat bekerja dan jangan malas-malasan, karena kalau sifatnya malas akan berakibat buruk bagi kehidupannya kelak. Rangkaian dari upacara ini adalah proses pembelajaran sehingga dapat kita ambil iktibar dalam kehidupan kita sehari-hari, adat istiadat yang terdapat dalam suatu upacara harusnya tetap dilestarikan karena adat merupakan salah satu cerminan dari budaya bangsa

Makna Atribut dalam Upacara Botatah

Makna atribut dalam upacara botatah sangat unik. Emas yang digunakan oleh dukun botatah melambangkan bahwa daerah tersebut dulunya penghasil emas. Hal ini oleh Dobbin (1992)  bahwa daerah ini merupakan tambang emas.

Seperti Rao, Mandailing Atas juga daerah penghasil emas, dan disini sudah ada pemukiman Minangkabau yang penting, karena banyak orang Minangkabau datang dari tempat sejauh Agam untuk bekerja di tambang. Tambang-tambang ini terletak di beberapa tempat antara Huta Nopan dan Pkantan, tetapi yang paling penting ada di dasar lembah di utara dan selatan Pakantan dan arena itu sangat dekat dengan Rao (Dobbin, 1992 : hal.212).

Sehingga tidak salah kita mengatakan bahwa Pasaman pada zaman dulu lebih dikenal dengan hasil tambangnya daripada kebun karet rakyatnya. Di daerah Pasaman ada beberapa daerah penghasil emas yakni Alahan Panjang dan Rao (termasuk Lansek Kadok). Keberadaan tambang emas tersebut membuat masyarakatnya berhubungan dengan dunia luar. Sebab, para pedagang Alahan Panjang, Rao menetap di Pantai untuk barter emas dengan barang-barang yang dibutuhkan dipedalaman. Pelabuhan tempat emas dibarterkan  yang paling ramai adalah pelabuhan Natal, Air Bangis dan Barus. Di Natal misalnya, bukan saja orang disekitar daerah tersebut yang datang melakukan barter, tapi juga orang-orang Aceh, Inggris dan Belanda. Natal pada akhir abad kedelapan belas digambarkan sebagai berikut :

———  tempat berdagang yang ramai. Banyak orang menetap disitu karena kemudahannya untuk berdagang berasal dari negara-negara Achin, Rau (Rao) dan Minangkabau yang menjadikannya padet penduduk dan kaya. Emas bermutu tinggi dihasilkan dipedalaman ………  Dan ada cukup banyak keselamatan untuk barang-barang impor, yang banyak mendatangkan keuntungan bersama kamper  (Marseden dalam Oki 1992 : hal. 202-203).

Kemudian sirih, nasi kunyit, minyak manis, sodah, beras yang dimasak (upiah), bunga tujuh warna, sebagai lambang bilamana kelak sesudah ia dewasa dan telah memasuki masa perkawinannya sampai mempunyai keturunan hingga tiba saat ditinggal mati oleh suaminya, maka satu-satunya teman dalam membina hidup dan kehidupannya adalah hal tersebut diatas, ia bisa mandiri dan bisa menghidupi keluarganya kelak nantinya.

 

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201900829

Nama Karya Budaya :Botatah

Provinsi :Sumatra Barat

Domain :Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda