Penerima Anugerah Kebudayaan 2016 Kategori Komunitas. Bentara Budaya adalah lembaga kebudayaan Kompas Gramedia, yang artinya “utusan budaya”. Diresmikan pertama kali oleh Jakob Oetama, pendiri Kompas Gramedia, pada tanggal 26 September 1982, dengan Surya Sengkalan “Manembah Hangesti Songing Budi“. Adapun moto sekaligus semangat yang diusung Bentara Budaya tertuang dalam uraian berikut: “Sebagai utusan budaya, Bentara Budaya menampung dan mewakili wahana budaya bangsa, dari berbagai kalangan, latar belakang, dan cakrawala, yang mungkin berbeda. Balai ini berupaya menampilkan bentuk dan karya cipta budaya yang mungkin pernah mentradisi. Ataupun bentuk-bentuk kesenian massa yang pernah populer dan merakyat. Juga karya-karya baru yang seolah tak mendapat tempat dan tak layak tampil di sebuah gedung terhormat. Sebagai titik temu antara aspirasi yang pernah ada dengan aspirasi yang sedang tumbuh. Bentara Budaya siap bekerja sama dengan siapa saja.”

Frans Sartono selaku General Manajer Bentara Budaya menuturkan bahwa dalam  kesenian kita di era 1980-an ada yang terpinggirkan. Misalnya ada pelukis damar kurung atau kerudung lampu, ibu Masmundari, yang di usia 80 tahun masih tekun berkarya. Ada juga To’et, penyair tradisional dari Aceh. Kemudian Mimi Rasinah, maestro tari topeng Cirebon. Ada pula komponis dan maestro gender Jawa, Marto Pangrawit. Mereka adalah tokoh-tokoh penting yang karya dan laku berkeseniannya perlu diapresisasi masyarakat luas. Maka Bentara Budaya merasa perlu  menjadi  panggung mereka. Hal seperti itu mewakili visi awal dari Bentara Budaya. “Maka, ketika pembukaan Bentara Budaya kita menampilkan pameran keramik dari Purwakarta yang pada saat itu tidak mendapatkan panggung di level nasional, hanya di lokal saja,” kata Frans Sartono.

new-picture-1Untuk menguatkan visi kebudayaan, Bentara Budaya—pada awalnya hanya ada di Yogyakarta, belakangan dinamakan Bentara Budaya Yogyakarta—melibatkan banyak elemen budaya, bukan hanya produknya tetapi juga pelakunya. Berbagai komunitas pun diajak bergabung, seperti komunitas Betawi, komunitas Sunda, komunitas ibu-ibu penenun, dan lain sebagainya. Mereka bergembira karena Bentara Budaya menjadi ruang  bagi semua komunitas pecinta kebudayaan. Bentara Budaya satu visi dengan mereka. Keberadaan mereka, para seniman, yang sebelumnya kurang dikenal menjadi lebih dikenal. Di Solo misalnya, Bentara Budaya pernah menampilkan kesenian dari komunitas Banyumas,  masyarakat Panginyongan, dan mereka menampilkan kesenian khas mereka, tari, bahasa, dan lain sebagainya.

“Kami memberi ruang itu. Kami juga fokus dengan komunitas yang hidup di tengah kehidupan modern. Seperti menyelenggarakan  festival drum dan perkusi dengan komunitas Perkusi, dan lain sebagainya. Mengadakan workshop dan lain-lain,” ujar Frans Sartono.

Setelah Bentara Budaya Yogyakarta, kemudian lahir Bentara Budaya Jakarta yang secara fisik dan nonfisik sangat unik. Lembaga ini dapat menjadi contoh kemitraan antara media massa dengan masyarakat. Bentara Budaya Jakarta resmi dibuka pada 26 Juni 1986 oleh Jakob Oetama.Bentara Budaya Jakarta dibangun dengan hasil karya arsitek terkenal, Romo Mangunwijaya, terletak di Jalan Palmerah Selatan No. 17, Jakarta Pusat. Perpaduan bangunan rumah tradisonal Kudus dengan arsitektur modern,  keunikan dan keindahan bangunan terlihat, yang mencerminkan cita rasa berkesenian yang tinggi dan anggun.

Bentara Budaya Jakarta memiliki 573 koleksi lukisan karya pelukis-pelukis terkenal. Sebut saja nama-nama maestro seperti S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Basoeki Abdullah, Affandi, Aming Prayitno, Fadjar Sidik, Basoeki Resobowo, Bagong Kussudiardjo, Ahmad Sadali, Zaini,  Batara Lubis, Otto Jaya, Sudjono Abdullah, Kartika Affandi, Wahdi, dan berbagai lukisan Bali karya I Gusti Nyoman Lempad, Wayan Djujul, Nyoman Daging, I Ketut Nama, Made Djata, I Ketut Regig, I Gusti Made Togog, I Gusti Ketut Kobot, Anak Agung Gde Sobrat, juga perupa generasi berikutnya seperti Dede Eri Supria, Eddie Hara, Nasirun, dan Made Palguna Wara Anindyah.

Sebanyak 625 buah keramik dari berbagai dinasti dari daratan Tiongkok pun dikoleksi oleh lembaga kebudayaan harian Kompas ini. Mulai dari Dinasti Yuan, Tang, Sung, Ming dan Ching, Juga aneka koleksi lupa keramik lokal dari Singkawang, Cirebon, Bali, dan Plered. Koleksi patung dari Papua dan Bali mencapai 400-an, berikut sejumlah mebel yang tergolong antik seperti meja, kursi, dan lemari. Wayang golek karya dalang kondang Asep Sunarya dari Jawa Barat berjumlah 120-an wayang ikut memperkaya koleksi Bentara Budaya Jakarta. Wayang-wayang itu terdiri atas berbagai macam karakter, mulai dari tokoh punakawan sampai tokoh-tokoh utama baik Pandawa maupun Kurawa. Beberapa patung Buddha dengan berbagai posisi mudra pun menambah maraknya koleksi Bentara Budaya. Semuanya tersimpan dalam penataan yang rapi dan terawat baik di Jakarta. Bagi Bentara Budaya, mengoleksi karya dan merepresentasikan karya seni merupakan sebuah momentum pelestarian budaya, sekaligus menjadi tugas untuk mewartakan penggalan sejarah yang telah memberi aneka warna dalam perjalanan sejarah seni budaya kita.

Koleksi yang  paling membanggakan, sekaligus menjadi semacam ikon Bentara Budaya Jakarta adalah rumah tradisional Kudus yang dibawa langsung dari Kudus, Jawa Tengah. Rumah adat berukiran indah ini tadinya terletak di lingkungan Kauman, tidak jauh dari Menara Kudus. Bentara Budaya Jakarta kini semakin marak dengan berbagai macam acara bulanan berupa pameran dan pergelaran, Kegiatan pemutaran film dan diskusi bulanan, pentas musik dan teater ataupun berbagai seni pertunjukan lainnya turut mewarnai aktivitas di Bentara Budaya Jakarta. Tidak hanya itu, Bentara Budaya Jakarta sebagai menjadi salah satu rujukan pusat kegiatan budaya terus menggeliat dengan acara-acara yang sifatnya nasional dan agenda tahunan, seperti lomba seni grafis Trienal Grafis yang diadakan sejak tahun 2003 dan Pameran Ilustrasi Cerpen Kompas.

new-picture-2Setelah di Yogyakarta dan Jakarta, Bentara Budaya yang ketiga lahir di kota Solo tanggal 31 Oktober 2003, juga diresmikan oleh Jakob Oetama. Lokasi ini awalnya adalah bekas rumah tinggal Dr Soejatmoko, seorang sosiolog dan ilmuwan terkenal. Namun, aaat itu masih dalam penggunaan sebagai ruang serbaguna toko buku Gramedia di Jalan Slamet Riyadi. Bulan Januari 2009,gedung tersebut kemudian diserahkan pengelolaanya kepada Bentara Budaya. Untuk menghormati Dr Soedjatmoko, Bentara Budaya menggunakan nama Balai Soedjatmoko sebagai nama institusi. Balai ini berkembang menyemarakkan kota Solo dengan acara-acara tradisi dan kebudayaan modern yang berkembang di sana.

Bentara Budaya keempat hadir di Indonesia bagian tengah, yakni Bentara Budaya Bali. Hal ini tidak lepas dari peran para seniman Bali yang giat mengutarakan keinginan mereka agar di Bali juga didirikan lembaga yang sama. Bentara Budaya Bali akhirnya diresmikan pada tanggal 9 September 2009 oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika, bertempat di kawasan Ketewel, Denpasar, Bali. Bentara Budaya Bali memang belum lama berkiprah, akan tetapi gaungnya sudah terasa di mana-mana karena sudah beberapa kali menyelenggarakan acara yang bertaraf internasional, terutama bidang seni sastra, seni rupa, dan seni pertunjukan.

Bentara Budaya, di usia ke-30 pada 26 September tahun 2012, memberikan penghargaan Bentara Budaya Award kepada 10 seniman yang memiliki totalitas berkarya dibidang seni tradisi. Ke-10 penerima penghargaan itu adalah Ni Nyoman Tanjung (perupa, Bali), Anak Agung Ngurah Oka (seniman keramik klasik, Bali), Pang Tjin Nio (sinden gambang kromong,  Jakarta), Rastika (pelukis kaca, Cirebon), Sitras Anjilin (seniman wayang orang,  Merapi-Magelang), Sulasno (penarik becak dan pelukis kaca, Yogyakarta), Mardi Gedek (dalang wayang klithik, Bojonegoro-Jawa Timur), Dirdjo Tambur (pemain ketoprak senior,  Yogyakarta), Hendrikus Pali (penggiat tenun dan seni tari. Kambera, Sumba Timur-NTT), Zulkaidah Harahap (pemain opera tradisional  Batak, Sumatra Utara).

new-picture-3Menurut St. Sularto, sebagaimana termaktub dalam buku Syukur Tiada Akhir: Jejak Langkah Jakob Oetama (2011: 237), apa yang dilakukan Kompas Gramedia dalam pembentukan Bentara Budaya bukanlah satu-satunya di dunia. Surat kabar di Inggris, misalnya, memiliki ruang budaya untuk menampilkan berbagai pameran. Majalah National Geographic memiliki museum khusus geografi, termasuk yang disebut geografi budaya. Majalah Reader’s Digest memanfaatkan sejumlah ruangan dan koridor gedung kantor mereka sebagai seni. Media besar di Korea Selatan, Joong Ilbo, bahkan membangun museum pers yang berisi replica yang mengisahkan sejarah pers: sejak temuan bahan pers, teknik cetak primitif, sampai pengunaan museum cetak yang saat ini digunakan koran bertiras terbesar di Korea Selatan itu. Meski demikian, Bentara Budaya tetap memiliki keunikan karena ia bukan semata menampilkan seni-seni tradisional yang terpinggirkan itu, ia terlibat aktif juga bahkan tumbuh bersama mereka. Berbagai komunitas pun menjadi rekanan Bentara Budaya guna menampilkan keindonesiaan kita.

Bentara Budaya juga sering mengadakan kerjasama dengan lembaga kebudayaan asing untuk mempresentasikan kegiatan lintas budaya. Kini, keempat Bentara Budaya menjadi salah satu rujukan aktivitas dan perkembangan seni budaya di negeri ini. Dengan berbagai kiprah yang terus berkelanjutan itu, Bentara Budaya layak dinobatkan untuk mendapatkan anugerah kebudayaan 2016 untuk kategori Komunitas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selamat!

Biodata

Nama               : Komunitas Bentara Budaya

Lokasi              : Yogyakarta, Jakarta, Solo & Bali

Kegiatan           : Aktivasi berbagai kegiatan kebudayaan

Berdiri              : 26 September 1982

Pendiri              : Jakob Oetama

Alamat web.     : www.bentarabudaya.com

Penghargaan

  • Penghargaan Kebudayaan 2016 Kategori Komunitas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
  • Adhikarya Rupa 2014 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif