Agustinus Kasim Achmad, Perintis Pendidikan Teater Modern

0
4045

Birokrat yang Menghidupkan Teater Tradisi

Penerima Gelar Tanda Kehormatan Presiden Kelas Satyalancana Kebudayaan 2016. Kasim Achmad adalah seorang birokrat seni, pendidik, dan seniman yang menghasilkan karya lakon, film dokumenter dan buku. Pensiunan Kepala Subdit Seni Teater Depdikbud ini memilih teater tradisi sebagai bidang perhatiannya, lantaran ia meyakini bahwa seni tradisional merupakan modal dasar kekayaan bangsa yang harus diajarkan dan dilestarikan. Walaupun teater tradisi sulit dihidupkan, tetapi masih dapat diambil intisarinya untuk referensi yang kemudian diolah secara modern,  sehingga sesuai dengan zamannya. Misi itulah yang kemudian ia bawa, baik saat berperan sebagai birokrat seni maupun pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ, sebelum 1981 masih  bernama  Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, LPKJ-TIM).

Kasim Achmad tumbuh di Kaliwungu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Di masanya, Kaliwungu adalah desa yang jauh dari aktivitas kesenian. Hanya menjelang panen ia menikmati pertunjukan rombongan ketoprak yang mengunjungi desanya. Pertunjukan wayang kulit sesekali ia nikmati bila ada tetangga yang melaksanakan pesta perkawinan atau sunatan. Di masa SMP, Kasim remaja menambah tontonannya dengan film-film Hollywood. Kebiasaannya itu berlanjut  hingga ia duduk di SMA.

new-picture-1Tamat SMA (1954) Kasim  merantau ke Jakarta. Setahun kemudian  ia bekerja di Departemen Kesehatan. Di masa yang sama, Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) mulai dibuka. Ia mendaftar dan diterima sebagai mahasiswa ATNI. Di kampus itu, Kasim mulai mengenali dunia teater dan jurnalistik. Saat itu ATNI dikelola Usmar Ismail sebagai ketua yayasan merangkap dosen, Asrul Sani sebagai direktur merangkap dosen, dan Djadoek Djajakusuma sebagai dosen. Kasim menekuni teori dan praktik teater. Masa itu ATNI juga merupakan perguruan tinggi yang memelopori pendidikan perkembangan teater modern. Pementasan teater perdana yang diikuti Kasim adalah “Sel” (“Hello Out There”) karya William Saroyan yang diadaptasi oleh Sitor Situmorang. Ia berperan sebagai pemain figuran. Di era 1950-1960-an perkembangan sandiwara dan toneel (tonil) banyak memengaruhi orientasi mahasiswa terhadap sastra drama Barat.

Dalam kesibukannya sebagai pegawai dan mahasiswa, Kasim berjumpa sastrawan Achdiat Kartamiharja, yang saat itu  menjabat Kepala Inspeksi Kebudayaan Jakarta Raya. Ia mendapatkan tawaran dari Achdiat untuk pindah dari Departemen Kesehatan ke Inspeksi Kebudayaan DKI Jakarta. Kasim  ditugaskan menangani kegiatan seni pertunjukan sesuai dengan studi yang ditekuninya. Tahun 1960, Kasim terpilih sebagai Kepala Sub-Direktorat Kesenian. Selanjutnya ia dipilih menjadi Kepala Dinas Seni Drama Pertunjukan Rakyat dan Film (1969 – 1975), Kepala Sub-Direktorat Teater, Film dan Sastra (1975-1980), Kepala Sub-Direktorat Seni Teater Sastra dan Pedalangan (1961-1990).

new-picture-2Dalam perjalanan panjangnya sebagai birokrat seni teater, Kasim merancang program baik untuk seni teater tradisional maupun non-tradisional. Rancangan program untuk teater non-tradisional antara lain menyelenggarakan berbagai workshop teater dengan menggunakan drama satu babak dan workshop produksi teater anak.

Tahun 1968 Kasim mendapatkan beasiswa untuk mempelajari pelatihan teknik teater di East West Center, University of Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat. Ia memusatkan perhatian pada teater tradisional Indonesia dan teataer Asia Tenggara, karena keduanya merupakan jenis teater rakyat yang memiliki konsep pertunjukan yang akrab. Kasim mempelajari berbagai latihan produksi dan membantu tiga  pementasan: (1) “The Birds” (sebagai penata konstum); (2) “Long Journey into Night” (sebagai penata set); (3) “Kabuki Sekeroku” (sebagai asisten panggung). Di kampusnya, para mahasiswa juga diminta untuk memberikan pertunjukan yang berasal dari negaranya masing-masing. Kasim memilih memberikan ceramah pertunjukan wayang kulit, disertai pertunjukan yang  dibantu oleh dalang Roger Long, dosen setempat yang kebetulan mendalami studi wayang kulit.

Kasim kembali ke Indonesia membawa sedikit pengetahuan teater Asia. Ia semakin mencintai teater Asia, termasuk teater tradisi di Indonesia karena media ekpresinya lengkap, dari mulai menari, menyanyi dan bermusik.  Taruhlah seperti pertunjukan randai dari Minangkabau.  Namun demikian, tidak mudah untuk melestarikan dan mengembangkan teater tradisi. Menurutnya, saat ini banyak anak muda yang kurang memperhatikan lingkungan dan dirinya. Anak muda yang tidak mengerti hidup di zaman apa dan tradisi di masa sebelumnya. Menurutnya, mahasiswanya  yang dari Riau sudah tidak tahu lagi teater tradisi makyong, misalnya,  karena  teater tradisi sudah jarang dipertunjukan. Teater tradisi juga sulit dihidupkan, tetapi dapat diambil intisarinya  untuk referensi yang kemudian diolah secara modern,  sehingga sesuai dengan zamannya. Karena itu, menurutnya, diperlukan lebih banyak  pemerhati agar ada yang mengupas dan mengembangkan teater tradisi.

new-picture-3Selain ketekunanannya sebagai birokrat seni, Kasim terlibat sebagai pengurus Unesco Club Indonesia (1972) yang mempertemukannya dengan berbagai seminar dan pertunjukan teater  tradisional di Thailand, Malaysia, Philipina dan Singapura. Tahun 1980-an, Kasim mulai mengajar di LPKJ/IKJ untuk mata kuliah Teater Tradisional. Peran tambahannya sebagai pengajar mendorong Kasim untuk memperdalam cara kesenian diajarkan. Mulai dari kepekaan rasa estetis  hingga pembentukan watak dan kepribadian. Tahun 1990 Kasim ditunjuk menjadi ketua Jurusan Teater di IKJ. Kariernya terus meningkat. Pada tahun 1993,  ia ditunjuk menjadi Pembantu Rektor III IKJ. Dalam kewenangannya tersebut, Kasim terus mengupayakan program-program kerja sama antarperguruan seni, baik di tingkat nasional maupun regional ASEAN, seperti dengan Akademi Kebangsaan Malaysia.

Mengenai penghargaan berupa Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan yang diberikan oleh Pemerintah RI kepadanya, Kasim menyambut dengan rasa syukur. Menurutnya, penghargaan dari pemerintah diperlukan agar menimbulkan gairah berkarya. Juga mendekatkan pada perhatian dan pemikiran seni mana yang terancam punah sehingga perlu dilestarikan. Sebab, menurut dia, meskipun kebudayaan itu masyarakat sendiri yang mencipta, bila kurang dorongan dari negara juga akan  kurang perkembangannya.

Biodata

Lahir: Semarang, 5 April 1935

Istri: Maria Poernomowati (meninggal Februari 2008)

Alamat: Jln. Selat Bangka I No. 21, Kavling AL, Blok D4, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Pendidikan

  • Teater Production Training, Bart Art Center, Canada (1994)
  • Documentray FilmTraining, Kuala Lumpur, Malaysia (1972)
  • University of Hawaii, Departement of Drama & Theatre, East West Center, Amerika Serikat (1969-1970)
  • Akademi Teater Nasional Indonesia (1955-1959)
  • SMA Bagian B Semarang (1954)
  • Sekolah Rakyat (1942)

Jabatan

  • Dosen Kehormatan untuk mata kuliah Teater Nusantara dan Dramaturgi di Prodi Teater FDP IKJ
  • Pembantu Rektor III IKJ (1993-1990)
  • Ketua jurusan Teater FSP IKJ (1989-1993)
  • Kepala Sub-Direktorat Seni Teater Depdikbud (1978-1990)

Organisasi

  • Ketua II BPTNI (Badan Pembina teater Nasional Indonesia) tahun 1968-1983
  • Ketua Pelaksana Unesco Club Indonesia (1970-1985)
  • Ketua Kine Club Pertama Dewan Kesenian Jakarta 1969-1972
  • Wakil Indonesia untuk Asean Federation of Unesco Club Association (Africa) Pusat Tokyo (1976-1981)

Kerja Kreatif

  • Sutradara dalan kolaborasi mahasiswa IKJ dan Toneelschool Arnhem Belanda pada pementasan di Amsterdam, Rotterdam, Jakarta dan Bandung (1995)
  • Produser “Dhemit” karya Heru Koesowo Murti pada festival Teater ASEAN II (atas biaya Direktorat Kesenian) di Singapura (1990)
  • Produser pementasan “Sumur Tanpa Dasar” karya Arifin C Noer (Teater Ketjil) pada Festival Teater ASEAN I (atas biaya Direktorat Kesenian) (1988)
  • Sutradara TV Play “Sekelumit Nyanyian Sunda” karya Nasyah Djamin (1970)
  • Penata Artistik pementasan “Mutiara dari Nusa Laut” karya Usmar Ismail (1962)
  • Sutradara “Ayahku Pulang” (Chici Kaeru) saduran Usmar Ismail (1960)
  • Stage Manager “No Exit” karya Jean Paul Sartre (1959)
  • Penata Set/Dekor pementasan “Burung Camar” karya Anton Chekov (1958)

Karya Drama (Lakon)

  • Adaptasi Lakon Randai “Bujang Panjudi” dari Kaba Mingangkabau yang disusun dalam bentuk drama (1992)
  • Menyadur drama beberapa babak “Death of the Salesman” karya Arthur Miller menjadi “Matinya Seorang Pedagang Keliling (1962)
  • “Bukan Meja Hijau” (1960)

Karya Film Dokumenter

  • Membuat 14 film teater tradisional, antara lain: “Arja” (1973), “Longser” (1975), “Makyong” (1976) dan “Dulmuluk” (1981)
  • Membuat fim seni lainnya, antara lain: “Proses Pembuatan Gamelan”, “Pusat Olah Tari Padepokan Bagong Kuusudiardjo” dan “Pelukis Affandi karya dan Musium Affandi”.

Karya Buku

  • Pendidikan Seni Teater (untuk petunjuk guru SMA), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990)
  • Mengenal Teater Tradisional di Indonesia, Dewan Kesenian Jakarta (2006)

Penghargaan

  • Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan yang diberikan Pemerintah RI (2016)
  • Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya Kelas II (pengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil selama 25 Tahun) pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Fuad Hasan
  • Piagam Penghargaan Misi Kesenian Borobudur dari Wakil Presiden RI Sultan Hamengkubuwono IX
  • Piagam Penghargaan Tim Kesenian Expo 85 Tsukub, Jepang dari Ir Wardiman Djojonegoro (1985)
  • Piagam Penghargaan Komite Produksi Seni Pentas KIAS dari Menteri Luar Negeri RI Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja