Tidak Hanya Membangun Tenda, Pramuka Juga Piawai Bermain Drama

0
908
Penampilan Kwarda Bengkulu di sesi sosiodrama

Pramuka, tidak hanya melakukan kegiatan keterampilan tali temali, membangun tenda juga memahami rumus sandi-sandi. Pada Kemah Budaya Nasional IX yang berlangsung di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, pada 16-22 September 2018, para Penggalang dari 34 provinsi seluruh Indonesia tersebut juga menampilkan bakat kemampuan terbaiknya di bidang seni budaya, diantaranya lomba sosio-drama.

Kwarda Kaltim sedang tampil di sesi sosiodrama

Lomba sosio-drama dilangsungkan di panggung utama Bumi Perkemahan Kayu Bura. Setiap kontingen mendapat jatah waktu 10 menit untuk menyajikan cerita yang dibawakannya. Mulai dari legenda daerah asal, cerita kepahlawanan hingga kearifan lokal wilayahnya.

Kontingen Daerah (Konda) Daerah Istimewa Yogyakarta menampilkan cerita sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Semangat pratiotisme kepahlawanan para pejuang menguatkan eksistensi Indonesia sebagai negara muda yang hendak dijajah kembali oleh Belanda disajikan secara menarik.

Legenda terjadinya Danau Maninjau (Sumatera Barat), Danau Toba (Sumatera Utara) dan Pulau Kemaro di Palembang, Sumatera Selatan, juga dihadirkan kembali para Penggalang dari daerah-daerah tersebut. Lengkap dengan iringan musik dan kostum yang sesuai dengan isi cerita, legenda tersebut menjadi pengetahuan baru yang dinikmati dengan asik tapi serius oleh para penonton, termasuk masyarakat umum yang kebanyakan terdiri dari anak-anak.

Penampilan sosiodrama yang menarik dari Kwarda Jawa Timur

Tidak hanya itu, isu sosial seperti khitan bagi perempuan, juga diangkat oleh kontingen Papua. Hal ini menjadi penyikapan menarik yang perlu digarisbawahi dimana para Penggalang bisa belajar menyikapi kenyataan hidup yang terjadi di masyarakat sekitarnya. Karena mereka perlu memahami cerita yang dibawakannya, untuk dapat menyajikannya di hadapan penonton. Demikian juga globalisasi yang menjadi isu serius di masyarakat kita, disajikan dengan menarik oleh kontingen Banten lengkap dengan koreografi yang mendukung dramaturginya. Dengannya, Pramuka dapat terbentuk menjadi manusia terampil secara teknis, tapi juga lengkap secara kecerdasan emosional dan empati sosial: sesuatu yang dibutuhkan untuk masa depan bangsa yang lebih baik.