Sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah gotong royong cita-cita kemerdekaan yang diperjuangkan oleh semua golongan yang bekerjasama mewujudkan tatanan hidup baru tanpa penjajahan. Besar dari itu peran perempuan tidak dapat diabaikan. Peran perempuan dalam sejarah bangsa kita tidak pungkiri, banyak catatan sejarah dalam memori kolektif bangsa kita yang menyebutkan peran perempuan dalam perjuangan bangsa melawan kolonialisme sejak abad ke-16 hingga abab ke 19.
Catatan tersebut terekam dalam kisah sejarah perjuangan Keumalahayati di Aceh, Nyi Ageng Serang di Jawa, Martha Critina Tiahahu di Maluku dan para pejuang perempuan lainnya. Para pejuang tersebut memiliki peran sentral dalam perjuangan bangsa, baik yang berperan sebagai panglima pengatur siasat, pemimpin unit griliya ataupun pemimpin gerakan perlawanan lainnya.
Memasuki abad ke-20 Perempuan Indonesia kembali mengambil peranan stategis dalam dalam perjuangan bangsa. Peranan tersebut dapat kita lihat dari peranan Kartini, Nyai Walidah, Opu Daeng Risaju, serta para penggerak gerakan perempuan lainnya mereka telah bergerak menyiapkan pondasi kebangsaan, para penggerak tersebut telah bergerak mengambil peran sebagai “Ibu Bangsa”. Yakni kaum yang secara sadar merawat dan mempersiapkan prasyarat bagi kelahiran bangsa merdeka.
Kesadaran akan perannya Perempuan-perempuan Indonesia di awal abad 20 ditengah penjajahan Belanda trus berkembang hingga memberanikan diri untuk menyatakan sikap melalui pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia, untuk membahas 3 pokok fikiran untuk disampaikan kepada pemerintah Hindia-Belanda terkait masa depan kehidupan Perempuan diantaranya adalah Jaminan Pendidikan, Pernikahan Anak, dan pertalian pegerakan perempauan Indonesia.
Kongres Perempuan Pertama di Indonesia yang diselenggarakan pada 22 Desember 1928 bertempat di Ndalem Dipowinatan (Ndalem Djoyodipuran sekarang), Yogyakarta. Saat ini lokasi tersebut telah menjadi Kantor BPNB Yogyakarta. Patut dan layak diakui sebagai titik awal dan tonggak sejarah bagi gerakan perjuangan perempuan dalam kebangsaan dan pergerakan emansipasi di Indonesia. Bahkan momentum bersejarah ini terjadi di masa kolonial, suatu keberanian dari kaum perempuan pribumi untuk menunjukkan eksistensi Identitas kebangsaan dalam kedudukan sosial di masanya.
Memperingati peristiwa besar tersebut, Direktorat Sejarah melaksanakan kegiatan di lokasi Kongres Perempuan Indonesia pertama. Tujuan pokok dalam penyelenggaraan peringatan hari ibu ini adalah untuk membangkitkan kembali semangat juang kaum perempuan dalam menciptakan terobosan-terobosan yang cepat dan tepat di segala lini kehidupan.
Di harapkan hadirnya rangkaian acara yang terdiri dari Seminar Kesejarahan Peringatan 90 Tahun Kongres Perempuan Indonesia dan Pameran Lukisan Tokoh-Tokoh Perempuan dengan menggunakan media Gunta Tamarin ini berusaha membuka wacana baru dan menampung ide-ide pembaharuan dalam meningkatkan peran serta perempuan dalam menjaga kesetaraan dan memperkuat peran serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menciptakan generasi penerus yang kompetitif, berbudi pekerti, dan berkarakter kuat.
Acara peringatan Hari Ibu dilaksanakan di Ndalem Joyodipuran, Kantor BPNB Yogyakarta, “Kami sengaja mengambil tempat di Dalem Dipowinatan atau yang saat ini dikenal dengan Dalem Joyodipuran untuk mengingatkan kembali bahwa kongres perempuan pertama diselenggarakan di tempat tersebut,” kata Direktur Sejarah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI, Triana Wulandari
Seminar Sejarah diikuti oleh 200 orang peserta terdiri dari pengurus dan anggota di perkumpulan atau organisasi wanita di Yogyakarta dan sekitarnya, akademisi, LSM, dan unsur internal di lingkungan Ditjen Kebudayaan Kemdikbud. Hadir Sebagai Narasumber, Dra. Hj. Siti Noordjanah Djohantini, M.M., M. Si, (Pimpinan Pusat Aisiyah), Asti Kurniawati, M.Hum ( Dosen Ilmu Sejarah UNS) dan di hibur oleh Penampilan Pembacaan Puisi tentang Keumala Hayati oleh Marcella Zalianty Ketua Umum Parfi dan Hiburan Kesenian dari Pegawai BPNB Jogyakarta. (IAF)