Peran Perempuan Indonesia terus bertansformasi di setiap zaman sejak era kerajaan hingga saat ini. Perempuan Indonesia dengan kemampuannya selalu berani menempatkan diri sesuai dan bahkan melebihi kapasitasnya sebagai seorang perempuan pada umumnya. Perempuan Indonesia pada masanya telah memberikan catatan sejarah tentang bagaimana perempuan Indonesia memiliki pengaruh yang besar seiring dengan berjalannya waktu hingga nama-nama perempuan-perempuan Indonesia tersebut dikenang sebagai pahlawan tidak hanya untuk kaumnya tetapi juga untuk bangsanya.
Peran perempuan Indonesia terus-menerus menjadi tokoh yang menjadi figur tersendiri disetiap zamannya, baik yang menjadi pemimpin di tengah pertempuran, menjadi penggerak kesadaran perempuan, pendiri organisasi pergerakan, menjadi Menteri hingga menjadi presiden di awal abad ke-21.
Dalam memperingati Hari Ibu tersebut 22 Desember 2018, Direktorat Sejarah mengadakan rangkaian acara di Ndalem Djoyodipuran, Yogyakarta. Pemilihan lokasi ini amat penting bagi sejarah perjalanan pergerakan perempuan Indonesia. Lokasi ini merupakan saksi bisu tempat berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada 22 Desember 1928. Sebuah Kongres yang Pertama Kali diadakan untuk membahas Nasib kaum perempuan di Hindia-Belanda saat itu.
Dalam upaya merefleksikan keadaan Kongres Perempuan Tahun 1928, Direktorat Sejarah Mengadakan Seminar Sejarah Kongres Perempuan Indonesia pada Peringatan Hari Ibu 22 Desember 2018. dengan tema: “90 Tahun Kongres Perempuan Indonesia: Merajut Asa dari Masa Kemasa”. hal ini disampaikan Direktur Sejarah dalam sambutan dan pembukaan dalam kegiatan seminar sehari tersebut.
Lebih lanjut disampaikan oleh Direktur sejarah: “Tujuan pokok dalam penyelenggaraan peringatan hari ibu ini adalah untuk membangkitkan kembali semangat juang kaum perempuan dalam menciptakan terobosan-terobosan yang cepat dan tepat di segala lini kehidupan”.
Hadir Sebagai Narasumber Noordjannah Djohantini (Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisiyah) dalam paparannya beliau menyampaikan tentang arti penting Peringatan Hari Ibu di Indonesia membuka pemahaman publik bahwa acara ini bukan peringatan hari ibu semata. Tapi momen peringatan munculnya kesadaran bergerak, berorganisasi di tengah kaum perempuan Indonesia. “Banyak yang salah paham tentang peringatan hari ibu yang banyak diperingati di Indonesia, banyak anggapan ini sama dengan ‘Mother’s day’. Padahal di sini (Indonesia) merupakan peringatan hari Kongres Perempuan Pertama,” ucap Noordjannah.
Sejarah penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu, ditetapkan sebagai Hari Nasional dilaksanakan pada kongres Perempuan Indonesia ke 25 oleh Presiden Soekarno melalui keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959. Peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda makna dengan Mother’s Day di Barat Peringatan Hari Ibu Di Indonesia Lebih erat hubungannya dengan pergerakan persatuan perempuan nasional dan nasionalisme.
Seminar Sejarah diikuti oleh 200 orang peserta terdiri dari pengurus dan anggota di perkumpulan atau organisasi wanita di Yogyakarta dan sekitarnya, akademisi, LSM, dan unsur internal di lingkungan Ditjen Kebudayaan Kemdikbud. Hadir Sebagai Narasumber, Dra. Hj. Siti Noordjanah Djohantini, M.M., M. Si, (Pimpinan Pusat Aisiyah), Asti Kurniawati, M.Hum ( Dosen Ilmu Sejarah UNS) dan di hibur oleh Penampilan Pembacaan Puisi tentang Keumala Hayati oleh Marcella Zalianty Ketua Umum Parfi dan Hiburan Kesenian dari Pegawai BPNB Jogyakarta.
Tidak hanya ditutup dengan Seminar, Kegiatan Peringatan Hari Ibu 2018 di Ndalem Djoyodipuran terus berlangsung hingga 29 Desember 2018, kegiatan dilanjutkan dengan Pameran Lukisan Tokoh-tokoh perempuan Indonesia. Terdapat 33 Lukisan Tokoh Perempuan Indonesia dari Masa kemasa. Yang menjadi unik dari lukisan tersebut adalah tidak hanya melukis wajah tokoh-tokoh perempuan Indonesia dengan keterangan sejarah perjuangannya. Lukisan tersebut memiliki keunikan dalam cara pembuatannya, Lukisan di buat melalui Teknik Ghuta Tamarin yang belum familiar bagi kalangan pelukis pada umumnya. (IAF)