Belajar sejarah dengan melawat langsung ke obyeknya tentu merupakan kegiatan belajar yang menyenangkan dan sekaligus mengesankan. Rasa senang dan penuh kesan dalam lawatan sejarah tentunya selaras dengan suasana belajar yang pernah digagas oleh Bapak Pendidikan Kita, Ki Hadjar Dewantara, bahwa Sekolah itu Taman. Di taman-taman sejarah inilah adik-adik akan memperoleh kesadaran sejarah sebagai penguat karakter bangsa.
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengajak generasi muda melawat kesejarahan, yang kali ini bertempat di Provinsi Jawa Barat, dalam konteks sejarah nasional pada kegiatan LAWATAN SEJARAH NASIONAL (LASENAS). Lawatan sejarah sendiri adalah suatu kegiatan perjalanan mengunjungi situs bersejarah yang merupakan bagian dari simpul-simpul perekat yang berorientasi pada nilai-nilai perjuangan dan persatuan untuk memperkokoh Ke-Indonesiaan. Peserta LASENAS terdiri dari siswa/I beserta guru tingkat SMA/sederajat.
Rangkaian kegiatan Lawatan Sejarah Nasional membawa kita semua melawat ke tempat-tempat yang bernilai sejarah, pada dasarnya merekatkan simpul-simpul ke-Indonesiaan, baik simpul sejarah maupun budaya.Tepat kiranya penyelenggaraan Lawatan Sejarah Nasional dilaksanakan di Jawa Barat dan dimulai dari Kota Bandung. Kota Bandung yang baru saja dipilih sebagai pusat peringatan Konferensi Asia Afrika merupakan kota bersejarah bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Di Kota Bandung inilah sebuah gerakan dimulai untuk membebaskan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dari cengkeraman dan belenggu penjajahan Bangsa Barat.
Provinsi Jawa Barat menyimpan kekayaan sejarah Bangsa yang dapat menggambarkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Bandung sebagai ibukota propinsi menyimpan sejarah pergerakan dan kemerdekaan Bangsa Indonesia, hingga peran Indonesia di dunia internasional seperti Kongres Asia Afrika (KAA). Tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah tinggi antara lain adalah Rumah Tahanan Sukamiskin dan Rumah Tahanan Banceuy. Di dalam rumah tahanan Banceuy, Sukarno menulis pidato pembelaannya, berjudul “Indonesia Menggugat,” yang menguraikan penderitaan rakyat Indonesia karena kolonialisme Belanda. Tempat beliau membacakan “Indonesia Menggugat” adalah di Gedung Landraad, yang kini disebut sebagai Gedung Indonesia Menggugat. Sedangkan di Jl Inggit Garnasih Nomor 8, pernah ditinggali oleh Ibu Inggit Garnasih, bersama Sukarno. Rumah ini menjadi tempat berkumpulnya pelopor kemerdekaan seperti Sukarno, Agus Salim, H.O.S Tjokroaminoto, KH Mas Mansyur, Hatta, M. Yamin dan lainnya, dalam bertukar pikiran mengenai gagasan kebangsaan dan kemerdekaan.
Kota Sumedang juga menyimpan cerita sejarah bangsa. Cut Nya Dien, tokoh perjuangan dari Aceh, diasingkan di Sumedang. Karena persoalan prinsip, beliau menolak tinggal di rumah yang disediakan oleh Belanda, dan lebih memilih tinggal di sebuah rumah pemberian Pangeran Soegih, tepatnya di belakang Masjid Raya Sumedang. Selama hampir dua tahun Cut Nyak Dien bermukim di Sumedang, hingga akhir hayatnya. Beliau dimakamkan di Makam Gunung Puyuh, Sumedang.
Sedangkan kota berikutnya, yakni Kuningan, merupakan kota tempat Jacob Pontow, Raja dari Siau, Kepulauan Sangihe Talaud, menghabiskan sisa hidupnya akibat membangkang terhadap kebijakan Belanda, dan diberhentikan jabatannya sebagai raja. Selain itu Kuningan berperan penting dalam sejarah Bangsa, yakni tempat diberlangsungkannya Perjanjian Linggarjati pada tahun 1946.
Sejak abad ke-14, Cirebon, merupakan salah satu kota pelabuhan yang penting di Nusantara. Keberadaan Cirebon diperkuat oleh laporan sejarah yang ditulis oleh Tome Pires dalam kunjungannya ke Cirebon pada tahun 1513. Cirebon dalam episode sejarahnya menjadi tempat bersemainya dakwah Islam yang dibawa oleh Sunan Gunungjati, merupakan salah satu daerah di Indonesia yang lokasinya terletak di bibir pantai utara jawa bagian barat. Oleh karenanya, ia masuk dalam kawasan yang terislamisasi pada masa awal kedatangannya sekaligus menjadi jembatan bagi tersebarnya agama Islam ke wilayah pedalaman Jawa Barat. Di bawah kepemimpinan Syarif Hidayatullah, Cirebon menjadi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat
Kini, peninggalan sejarah yang masih dirawat dengan baik, antara lain Kraton Kasepuhan, Kraton Kanoman, Kraton Kacirebonan, Kraton Keprabonan, Masjid Sang Cipta Rasa. Cirebon juga menyimpan simpul pengikat ke-Indonesiaan, yakni makam La Unru Sinrang. Beliau seorang keturunan Bugis yang menjadi raja di Taliwang, Pulau Sumbawa. Akibat melawan Kolonial Belanda, La Unru Sinrang diasingkan ke Cirebon. Beliau hidup di pengasingan hingga akhri hayatnya.
Kegiatan LASENAS pada tahun ini mengambil tema “Membangun memori kolektif generasi muda untuk perekat persatuan bangsa.” Tema ini dipilih dengan maksud agar Bangsa ini dapat membangkitkan ingatan-ingatan akan perjuangannya dalam merebut kemerdekaan, untuk menumbuhkan kesadaran sejarah dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Lasenas juga diharapkan dapat memberikan bentuk baru yang menarik dalam mempelajari sejarah, dan juga tidak membosankan bagi siswa, serta dapat memberikan metode pembelajaran alternatif bagi para guru sejarah.
Melalui kegiatan Lasenas diharapkan agar para generasi muda dapat memahami nilai-nilai kepahlawanan dan arti dari perjuangan para tokoh sejarah di masa lampau sehingga dapat menumbuhkan idealisme dan jiwa patriotik. Selain itu juga diharapkan agar dapat merajut kesinambungan gagasan dan cita-cita perjuangan kemerdekaan bangsa dan mampu menemukan sikap arif untuk mengisi kemerdekaan, serta memperkenalkan objek-objek peninggalan bersejarah dan mengenal lebih dekat warisan budaya bangsa guna menumbuhkan sikap gemar melestarikan, melindungi, dan memelihara peninggalan sejarah dan tradisi.