Desa Jatiluwih yang berada di Kecamatan Balinggi nampak berbeda dengan desa lain yang ada di Kabupaten Parigi Moutong. Suasana Pulau Dewata sangat kental mewarnai kehidupan masyarakatnya. Sawah-sawah yang menghijau dan pura tempat sembahyang umat Hindu menjadi pemandangan yang umum disini.
Desa ini merupakan salah satu desa dengan konsentrasi etnis Bali yang cukup banyak di Kecamatan Balinggi. Para transmigran yang datang di Parigi Moutong pada tahun 70-an membuka hutan di Balinggi dan menamai desa tersebut menjadi Jatiluwih. Sudah 3 generasi yang tinggal di desa yang terkenal dengan sentra berasnya ini, salah satunya adalah I Ketut Agus Darmawan, yang biasa dipanggil Pak Agus.
Pak Agus sebagai salah satu sesepuh di Desa Jatiluwih mengarahkan para peserta pramuka untuk mengunjungi Pura Sekar Jagat yang sarat akan budaya Hindu Bali dan peninggalan masa prasejarah yaitu lumpang batu. Di Desa Jatiluwih sendiri ditemukan ada sekitar 4 (empat) lumpang batu yang tersebar di rumah-rumah penduduk, areal persawahan dan di pura.
Selain mengunjungi Pura, agenda lain para Pramuka Penggalang di Desa Jatiluwih adalah mengunjungi SD N 5 Inpres Balinggi yang berlokasi sekitar 1 km dari Pura Sekar Jagat. Di SD ini mereka mendapatkan cerita dari guru-guru SD yang kebetulan salah satunya merupakan transmigran dari Tabanan, Bali.
Siangnya, pramuka penggalang disambut oleh warga Desa Jatiluwih di Balai Banjar dengan jamuan makan rimba atau Bahasa Balinya disebut Mangepung, yaitu makan bersama dengan beralaskan daun pisang.
Kegembiraan para pramuka yang berbaur bersama warga menikmati santap siang merupakan salah satu bentuk sikap pramuka yang riang gembira bersama tanpa mengenal perbedaan di Parigi Moutong merupakan perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika. (FRM)