Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya . Peraturan ini diterbitkan sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. PP No. 1/2022 ini memberikan kewenangan kepada pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola cagar budaya sehingga dapat tercapai sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas.
Dalam PP No. 1 Tahun 2022, diatur berbagai aspek tentang pelestarian cagar budaya, mulai dari pendaftaran, pelestarian, pengelolaan kawasan, insentif dan kompensasi, pengawasan, hingga pendanaan. Dalam peraturan ini, tercantum bahwa setiap orang yang memiliki atau menguasai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) wajib mendaftarkan kepada bupati/wali kota tanpa dipungut biaya. Siapa pun yang menemukan ODCB juga wajib melaporkan temuannya kepada instansi yang berwenang di bidang kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan atau instansi terkait di wilayah tempat ditemukan objek tersebut.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki ODCB pun dapat turut berpartisipasi mendorong pemilik untuk melakukan pendaftaran, memberikan informasi, membantu proses pengumpulan data, atau melakukan pengawasan terhadap proses pendaftaran. Namun perlu diperhatikan bahwa siapa pun dilarang untuk melakukan pencarian ODCB, terkecuali atas izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
Selain itu masyarakat pun dapat turut serta dalam upaya pengawasan cagar budaya, antara lain dengan mencegah terjadinya pelanggaran, memberi masukan terhadap upaya pelestarian cagar budaya, atau melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap pemanfaatan, pendaftaran, pelestarian, pengelolaan kawasan, pengawasan, hingga pendanaan cagar budaya. Dengan pelibatan seluruh pihak, diharapkan dapat tumbuh rasa dan keinginan yang kuat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian cagar budaya di lingkungannya masing-masing.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, mengatakan PP ini harus menjadi acuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya instansi yang terkait dengan pengelolaan cagar budaya, serta masyarakat umum. “Dengan hadirnya Peraturan Pemerintah diharapkan bisa segera berdampak pada upaya pengelolaan cagar budaya sekaligus menjadi momentum untuk menegaskan bahwa kepedulian dan keterlibatan seluruh pihak menjadi sangat penting dalam upaya pelestarian cagar budaya,” ujar Hilmar Farid beberapa waktu lalu, di Jakarta.
PP ini juga mengatur bahwa menteri, gubernur, atau bupati/wali kota wajib melakukan penetapan peringkat berdasarkan pengkajian dan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya, klasifikasi dan pencatatan dalam Register Nasional, serta pemberian Surat Keterangan Status Cagar Budaya dan Surat Keterangan Kepemilikan terhadap Cagar Budaya yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Objek cagar budaya nantinya juga dapat dimanfaatkan oleh siapapun namun dengan mengajukan permohonan fasilitasi atau pemanfaatan kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan peringkat cagar budaya. Pemanfaatan yang dimaksud hanya dapat dilakukan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
Selama ini pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah melakukan berbagai upaya pelestarian cagar budaya. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan registrasi nasional, repatriasi cagar budaya yang ada di negara lain, pengembangan kawasan cagar budaya, serta pelestarian cagar budaya yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di berbagai daerah. Beberapa UPT di bawah Kemendikbudristek antara lain Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), dan Balai Konservasi Borobudur. (Desliana Maulipaksi/Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id )
Sumber :kemdikbud.go.id