Temuan tembikar dari kotak ekskavasi di Manyarejo: bukti penghunian Situs Sangiran oleh masyarakat pembuat dan pengguna tembikar setelah Homo erectus meninggalkan Sangiran

0
1411
Fragmen periuk dari Kotak Ekskavasi N5 Sektor III Grogolan Wetan, Manyarejo tahun 2013 (Doc. Puslitarkenas)

Situs Sangiran telah dikenal sebagai Situs Manusia Purba yang terletak Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Di Situs Sangiran telah ditemukan berbagai jenis peninggalan dari jaman purba (jaman Pleistosen) yang berlangsung sekitar 1,9 juta tahun lalu hingga sekitar 250.000 tahun lalu. Temuan tersebut berupa berbagai jenis fosil binatang vertebrata darat seperti gajah purba, kerbau purba, rusa purba, badak purba, kuda air purba, buaya purba, maupun fosil binatang air seperti buaya, ikan hiu, penyu, dan berbagai jenis kerang. Selain fosil binatang juga terdapat berbagai jenis fosil kayu serta fosil tulang manusia purba (Homo erectus) dan berbagai peralatannya yang terbuat dari batu dan tulang.

Dewasa ini berkembanglah wacana untuk mencari bukti penghunian Sangiran setelah Homo erectus punah. Hal tersebut terkait untuk peningkatan nilai-nilai di Situs Sangiran khususnya dibidang pengetahuan. Beberapa lokasi di dalam kawasan Situs Sangiran diduga ditemukan jejak-jejak aktivitas yang dilakukan oleh manusia modern (Homo sapiens) yang bertradisi prasejarah. Adanya aktivitas masa lampau ini ditunjukkan oleh keberadaan beliung persegi dan Kubur Budho. Keberadaan Kubur Budho di Sangiran telah lama diketahui, begitupun dengan temuan beling persegi. Namun hal tersebut belum manjadi perhatian peneliti.

Pada tahun 2013 telah ditemukan 37 buah fragmen tembikar dari kotak ekskavasi di sekitar lokasi Klaster Manyarejo, salah satu diantara tembikar tersebut merupakan wadah yang memperlihatkan bentuk yang hampir utuh.

Analisis pada temuan fragmen tembikar dilakukan dengan mengamati teknik buat, anatomi fragmen, motif hias, tingkat kehalusan dan kekasaran partikel pada permukaan fragmen, serta pengukuran terhadap ketebalan masing-masing fragmen. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh fragmen tembikar yang ditemukan merupakan tembikar yang dibuat dengan menggunakan teknik tatap pelandas. Sementara dilihat dari aspek ketebalannya, rata-rata dari seluruh fragmen tembikar memiliki ketebalan 0.2 cm, terutama bagian badan. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar wadah tembikar tergolong sangat tipis dengan ketebalan berkisar antara 0,2-0,3 cm saja. Sebuah temuan periuk yang terfragmentasi namun masih dapat terlihat bentuk aslinya ditemukan pada kotak ekskavasi N5 di kedalaman 266 cm dari permukaan tanah.

Tembikar dari Mayarejo diduga merupakan indikator lapisan budaya tradisi Neolitik (?), seperti sebuah kebudayaan yang dikembangkan oleh Homo sapiens penutur bahasa Austronesia  pada sekitar 4.000 tahun yang lalu. Hal tersebut berdasarkan jejak teknik pembuatan yang berhasil diobservasi yaitu teknik tatap pelandas yang tergolong cukup awal dalam sejarah perkembangan teknologi tembikar. Data arkeologi memperlihatkan teknologi bahwa tembikar baru dikenal sejak 4.000 tahun lalu, berikut kehadiran petutur Austronesia—yang menjadi cikal bakal bangsa Indonesia—di kepulauan nusantara.

Dibutuhkan data tambahan untuk memastikan eksistensi masyarakat pengguna dan pembuat tembikar di Sangiran. Kapan mereka menghuni Sangiran dan seberapa besar komunitas tersebut merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya untuk menambah pengetahuan kita tentang Situs Sangiran selain pengetahuan mengenai masa Plestosen. (Ilham Abdullah)

Fragmen periuk dari Kotak Ekskavasi N5 Sektor III Grogolan Wetan, Manyarejo tahun 2013 (Doc. Puslitarkenas)
Fragmen periuk dari Kotak Ekskavasi N5 Sektor III Grogolan Wetan, Manyarejo tahun 2013 (Doc. Puslitarkenas)