Senin 8 Februari 2016, BPSMP Sangiran mendapat kehormatan dengan dikunjungi oleh Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. Ini merupakan kunjungan pertama Hilmar Farid selaku Dirjen Kebudayaan. Dalam kunjungan pertamanya ini, Hilmar Farid beramah tamah dengan karyawan BPSMP Sangiran. Dalam acara ini Kepala BPSMP Sangiran memberikan sebuah presentasi yang berisi tantangan yang harus dilalui oleh BPSMP Sangiran ke depan.
Setelah presentasi, Hilmar Farid menyampaikan arahan bagi para karyawan BPSMP Sangiran. Dalam arahannya, Dirjen Kebudayaan mengapresiasi kinerja yang sudah dicapai dan merupakan sebuah tantangan besar dalam perjalanan ke depan. Tantangan ke depan harus terus di lalui dengan semangat dan integritas yang tinggi. Karyawan yang ada harus terus meningkatkan kapasitas dan keilmuannya. Tugas untuk melestarikan kebudayaan bangsa merupakan tugas dan amanah yang berat dan salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan adalah tinggalan purbakala yang ada di Sangiran.
Amanah yang diemban harus di sertai dengan skill, pengetahuan dan komitmen dari segenap pihak. Dengan ketiga hal tersebut akan mampu dalam mengemban amanah yang telah diberikan oleh negara. Cagar budaya yang merupakan tugas BPSMP Sangiran bukan hanya Situs Sangiran saja tetapi situs-situs pra sejarah lain di Indonesia, ini memerlukan pemikiran dan aksi nyata dilapangan.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak cagar budaya yang perlu dilestarikan tetapi sayangnya belum banyak dipublikasikan. Ini berbeda dengan negara lain seperti Singapura yang hanya memiliki cagar budaya yang sangat sedikit. Disana cagar budaya hanya berupa meriam dan pondasi bangunan dengan ukuran 3×3 meter yang bahkan orang yang lewat tidak mengetahui bahwa itu memiliki sejarah pada jaman dahulu untuk menghambat tentara Jepang tetapi hal itu tertutup karena informasi yang disampaikannya.
Situs Sangiran berada ditengah-tengah masyarakat berbeda dengan situs-situs sejenis dimana situs tersebut steril dari masyarakat yang ada hanya para peneliti. Melihat kenyataan tersebut perlu pelibatan masyarakat dalam setiap gerak langkah dalam melestarikannya. Masyarakat dijadikan sebagai rekan kerja karena merekalah pemilik cagar budaya ini.
Dengan contoh cagar budaya di Singapura dan juga keberadaan Sangiran yang ada di tengah pemukiman penduduk, yang harus dilakukan adalah mendekatkan diri dengan masyarakat serta mempublikasikan cagar budaya. Publik berhak tahu akan cagar budaya yang ada disekitarnya. Merupakan kewajiban kita untuk mempublikasikannya sekaligus merangkul masyarakat.
Setelah memberi arahan kemudian dilanjutkan dengan menyaksikan kemegahan Sangiran yang direprentasikan di Museum Sangiran. Dalam kesempatan ini, Dirjen Kebudayaan menyaksikan berbagai koleksi yang ada di Museum Sangiran yang dilengkapi dengan informasi dan teknologi guna memudahkan pengunjung mendapat pengetahuan. Koleksi yang disaksikan berada di Museum Sangiran Klaster Krikilan, Bukuran, Ngebung dan Dayu serta ke lapangan untuk menyaksikan penyelamatan temuan fosil di Dusun Grogolan, Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. Tak lupa Hilmar Farid, menuliskan kesan yang diperoleh setelah berkeliling menyaksikan kebesaran Sangiran yang terepresentasikan di museumnya. (Wiwit Hermanto)