Sebelum kedatangan peneliti asing, masyarakat Sangiran mengenal Mitos Balung Buto sebagai sebuah kisah yang diceritakan turun temurun oleh masyarakat kala itu. Mitos ini dipercayai masyarakat dan dikisahkan secara turun temurun, dari ayah yang menceritakannya pada anak, ibu yang menceritakannya untuk pengantar tidur anak-anaknya. Sejak kecil anak-anak diceritakan tentang sebuah perjuangan dan peperangan antara manusia melawan para raksasa yang memiliki niat jahat.
Balung Buto merupakan istilah dalam bahasa Jawa, balung berarti tulang, sedangkan buto berarti raksasa. Dengan demikian secara harfiah Balung Buto memiliki arti tulang raksasa. Mitos Balung Buto yang dipercaya masyarakat kala itu menjadi sebuah persepsi yang melekat di benak setiap masyarakat baik tua, remaja hingga anak-anak.
Mereka percaya bahwa tulang-tulang yang sudah menjadi fosil tersebut adalah tulang-tulang raksasa yang mati terbunuh dalam sebuah pertempuran besar. Sebuah pertempuran besar antara para raksasa dengan Raden Bandung. Pertempuran yang kemudian dimenangkan oleh raden Bandung, sebuah kisah yang memiliki nilai kepahlawanan bagi masyarakat kala itu.
Masyarakat Sangiran percaya kepada mitos yang mengisahkan sebuah pertempuran besar antara ksatria yang bernama Raden Bandung dengan raksasa yang dipimpin Raja Tegopati. Pertempuran besar yang terjadi di kawasan perbukitan Sangiran ini berlangsung sangat sengit. Sengitnya pertempuran ini digambarkan dengan banyaknya raksasa yang mati dan kemudian terkubur di bukit. Oleh karena itu, fosil-fosil yang memiliki ukuran besar yang banyak bermunculan di lereng-lereng perbukitan Sangiran dinamakan Balung Buto (Sulistyanto: 2003).
Selain dalam suatu bentuk cerita turun temurun, mitos ini juga diabadikan dalam bentuk nama-nama wilayah di kawasan Sangiran tapi saat ini, banyak kalangan generasi muda yang sudah tidak mengetahui tentang mitos ini. Mitos Balung Buto sudah mulai tidak lagi menjadi dogeng dikala orang tua mendongengkan anaknya jika akan tidur dimalam hari. Mitos Balung Buto hanya bisa ditemui di buku maupun tulisan-tulisan lain di internet dan generasi muda yang ada di Sangiran tidak mendapatkannya dari orang tua mereka.
Fosil-fosil yang banyak tersebar di Sangiran yang dahulu dianggap sebagai benda keramat, berfungsi sebagai pengobatan, benda magis dan juga digunakan sebagai jimat sudah dimaknai sebagai fosil sebagai tinggalan prasejarah oleh generasi muda. Mitos Balung Buto mulai tergerus oleh waktu dan perjalanan jaman. (Wiwit Hermanto)