Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berkedudukan di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran berlokasi di Jl. Sangiran Km 4, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Sebelum berdiri sebagai Satker mandiri, unit ini bernama unit kerja Museum Sangiran di bawah Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran berdiri pada tahun 2007, sesuai dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.17/HK.001/MPK/2007, tanggal 12 Februari 2007, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, dan mendapat dana melalui DIPA pada tahun 2009. Pada tahun 2012 Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran menjadi UPT dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sesuai pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 31 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, BPSMP Sangiran mempunyai tugas melaksanakan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaaan situs manusia purba. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tersebut, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran di antaranya menyelenggarakan fungsi:
1. Penyelamatan dan pengamanan situs manusia purba beserta kandungannya
2. Pelaksanaan zonasi situs manusia purba
3. Perawatan dan pengawetan situs manusia purba beserta kandungannya
4. Pelaksanaan pengembangan situs manusia purba
5. Pelaksanaan pemanfaatan situs manusia purba
6. Pelaksanaan dokumentasi, penyajian koleksi, dan publikasi situs manusia purba
7. Pelaksanaan kemitraan di bidang situs manusia purba; dan
8. Pelaksanaan urusan ketatausahaan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran
Struktur organisasi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran sesuai dengan Permendikbud no 31 tahun 2015 terdiri dari Kepala dan unit kerja, yaitu Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pelindungan, Seksi Pengembangan, dan Seksi Pemanfaatan. Hal ini sesuai dengan undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mengatur bahwa Pelestarian terdiri dari Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, Revitalisasi, Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran mempunyai tugas untuk mengelola Situs Manusia Purba yang ada di seluruh Indonesia. Salah satu situs strategis yang dikelola Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran adalah Situs Sangiran. Situs Sangiran menjadi situs yang sangat penting untuk dilestarikan karena dari Situs Sangiran ini didapatkan bukti-bukti kehidupan manusia dan lingkungannya yang serta bukti-bukti evolusi baik fisik, evolusi budaya, fauna dan lingkungan.
Situs Sangiran saat ini diketahui sebagai salah satu situs paleoanthropologi penting di dunia dari Kala Plestosen. Ratusan spesimen hominid jenis Homo erectus, ribuan fosil binatang purba dari berbagai spesies dan ribuan artefak paleolithik telah ditemuakan dari endapan-endapan purba berusia jutaan tahun yang lalu
Pengakuan Sangiran sebagai daerah cagar budaya telah melalui perjalanan yang panjang pemerintah dalam upaya melakukan upaya-upaya pelestariannya. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 070/0/1977. Pada 6 Desember 1996 Situs Sangiran diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO (World Heritage List No. 935). Kemudian pada tahun 1998 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 173/M/1998, menetapkan ekstensi luas Situs Sangiran ke arah utara dan selatan. Tahun 2008 Situs Sangiran ditetapkan sebagai Obyek Vital Nasional (OBVITNAS) Bidang Kebudayaan melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM: 34/HM.001/ MKP/2008.
Sebagai salah satu bentuk pelestarian di bidang pemanfaatan cagar budaya, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran mengelola museum di 4 (empat) klaster pengembangan dan 1 (satu) museum lapangan di Kawasan cagar Budaya Sangiran. Museum-museum yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
1. Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan
2. Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu
3. Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Bukuran
4. Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Ngebung
5. Museum Lapangan Manyarejo
Selain Situs Sangiran, terdapat beberapa daerah yang memliliki potensi arkeologi maupun paleontologis yang kurang lebih sama dengan Situs Sangiran dan membutuhkan pelestarian diantaranya Bumiayu, Semedo, Patiayam, Banjarejo, Bringin, Trinil, Sambungmacan, Ngandong, Matar, Kapuan dan di sekitar Cabenge. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran diharapkan mampu menjawab tantangan ke depan dalam peningkatan upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan Situs Manusia Purba sebagai sarana rekreasi, edukasi dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan masyarakat.
selengkapnya silahkan Klik