Di bidang kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memiliki beberapa program prioritas di tahun 2021. Salah satu program prioritas tersebut adalah repatriasi, yaitu pengembalian benda cagar budaya Indonesia yang ada di luar negeri. Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, program repatriasi ini akan fokus pada benda-benda sejarah Indonesia yang menjadi koleksi museum di Belanda yang diperoleh dengan cara tidak pantas berdasarkan penelusuran sejarahnya.
“Misalnya di masa kolonial ada perang melawan penguasa lokal yang sering disertai penghancuran, apakah itu bangunan, atau penjarahan, dan penyitaan benda-benda yang ada di keraton-keraton. Banyak dari benda-benda itu yang dibawa ke Belanda yang akhirnya kita kategorikan sebagai benda-benda sejarah dengan cara-cara tidak pantas,” ujar Hilmar saat taklimat media secara virtual pada Senin, (11/1/2021).
Hilmar menuturkan, Belanda banyak melakukan pengumpulan benda-benda bersejarah dari berbagai daerah di Indonesia dengan beragam latar belakang, antara lain penelitian, koleksi pribadi maupun perampasan melalui tindak kekerasan, termasuk ekspedisi militer terhadap penguasa-penguasa lokal di Nusantara. Saat ini sebagian besar benda-benda tersebut tersebar di beberapa museum di Belanda, antara lain Rijksmuseum, Museum Kebudayaan Dunia di Leiden, Amsterdam, dan Rotterdam.
Koleksi museum di Belanda akan menjadi benda cagar budaya sasaran utama program repatriasi. Benda tersebut antara lain keris, mahkota, regalia, atau kelengkapan yang dimiliki penguasa lokal di masa lalu yang diperoleh dengan cara tidak pantas, termasuk naskah kuno. “Intinya memang semua benda yang sangat terkait dengan pembentukan identitas kesejarahan kita. Itu yang akan jadi sasaran, dan tentu yang memiliki nilai secara signifikan. Itu fokusnya,” tutur Hilmar.
Salah satu langkah konkret yang sudah dilakukan Kemendikbud adalah dengan membentuk Komite Repatriasi. Komite Repatriasi akan bertugas memberikan nasihat kepada pemerintah, mengorganisasi kegiatan penelitian, menyusun kegiatan informasi publik dan memastikan benda-benda tersebut kembali ke tangan Indonesia.
“Komite ini nantinya akan melakukan penyelidikan. Jadi ada penelitian dan penyelidikan untuk koleksi museum di Belanda. Ini disebut provenance research, yaitu penelitian untuk mengetahui asal usul perjalanan benda sejarah yang ada di museum. Misalnya kapan masuk koleksi museum, siapa yang membawa, dan dari mana datangnya. Dari penelurusan itu kita bisa menentukan statusnya, apakah diperoleh dengan cara yang wajar atau tidak wajar, atau tidak pantas,” tutur Hilmar.
Ia mengatakan, Komite Repatriasi akan didukung oleh sebuah panel ahli yang terdiri dari tujuh ilmuwan dari berbagai macam bidang. Komite akan terdiri dari berbagai pakar sejarah, purbakala, antropologi, museum, dan filologi. Mereka akan membantu proses penentuan status dari koleksi museum-museum tersebut.
“Rencananya ada dukungan juga dari Ditjen Pendidikan Tinggi dengan menyelaraskan program beasiswa untuk mahasiswa S2 dan S3 agar bekerja membantu program ini. Jadi sambil membuat tesis atau disertasi, sembari meneliti koleksi museum yang ada di sana. Hasilnya bisa digunakan untuk keperluan repatriasi sambil meraih gelar,” kata Hilmar.
Keputusan Kemendikbud untuk menjadikan repatriasi sebagai salah satu program prioritas di bidang kebudayaan ini dilatarbelakangi oleh laporan Komite Penasihat Repatriasi Benda Kolonial Belanda kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Inggrid Engelshoeven. Dalam laporan pada 8 Oktober 2020 tersebut terdapat rekomendasi mengenai rencana pengembalian artefak dan benda seni yang diperoleh Belanda dari Indonesia pada era kolonial. Pengembalian akan dilakukan tanpa syarat dan membuka ruang dialog serta penelitian terhadap benda-benda tersebut untuk mengungkapkan asal-muasal benda sekaligus menegakkan keadilan historis.
Mengetahui hal tersebut, pemerintah Indonesia, dalam hal ini Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, mengusulkan kepada Komite Repatriasi Belanda agar ada kerja sama yang setara antara para peneliti kedua negara untuk melakukan penelitian atas benda-benda kolonial tersebut. Menurut Hilmar, program repatriasi ini akan memakan waktu yang cukup lama. Harapannya, dalam tiga hingga empat tahun ke depan semua proses dalam program repatriasi akan terus berjalan. (Desliana Maulipaksi)
Sumber : kemdikbud.go.id