Raden Saleh Syarif Bustaman lahir di Terbaya, Semarang, Jawa Tengah dari pasangan Mas Ajeng Zarip Husen dan Sayid Husein bin Alwi bin Awal–Bupati Terbaya pada waktu itu. Beberapa sumber menyatakan tahun 1807, 1811, dan 1814 sebagai tahun kelahirannya.
Sejak usia belia, Raden Saleh belajar banyak hal pada orang-orang yang ahli di bidangnya. Ia menajamkan goresan sketsanya di bawah bimbingan Antonie A.J Paijen dan J. Th. Bik. Bakat dan kemampuannya ini membawa kesempatan bagi Raden Saleh untuk mengembangkan diri di Eropa.
Tahun 1829, Raden Saleh muda bertolak ke Belanda menggunakan kapal Pieter en Karel untuk mengikuti perjalanan dinas seorang pejabat keuangan Hindia Belanda. Di sana, ia belajar melukis potret pada Cornelis Kruseman dan melukis panorama pada Andreas Schelfout. Selain itu, gairahnya sebagai ilmuwan muda mendorongnya memanfaatkan kesempatan itu untuk mempelajari banyak hal di luar melukis.
Tahun 1851, Raden Saleh mengakhiri petualangannya di Eropa dan kembali ke Batavia. Ia menikahi Raden Ayu Danudiredjo setelah mengakhiri pernikahannya dengan istri pertama yang berkebangsaan Belanda. Pada 1865, ia memulai perjalanan menjelajah Pulau Jawa dan berhasil menemukan sejumlah fosil. Selain itu, ratusan benda purbakala berhasil ia kumpulkan.
‘Sang Pelukis Raja’ ini meninggal pada Minggu 25 April 1880. Kepergiannya ke peristirahatan terakhir diantar oleh banyak orang dari berbagai kalangan –seperti yang dilaporkan sebuah kolom obituari.
Obituari pada Koran Java Bode, 28 April 1880:
“Kita poenja corespondent dari Bogor toelis kabar jang berikoet: pada hari Minggoe tanggal 25 April djam 6 pagi maitnya Raden Saleh diiringi oleh banjak toean-toean ambtenaar, kandjeng toean Assistant, toean Boetmy dan lain-lain toean tanah, hadji-hadji, satoe koempoelan baris bangsa Islam, baik jang ada pangkat jang tiada berpangkat dan orang Djawa, sampe anak-anak Djawa dari Landbouwschool semoea anter itoe mait ke koeboer. Penghoeloe-penghoeloe, kiai-kiai dan orang-orang alim soedah djoega ikoet anter. Itoe orang-orang Selam dan Djawa dan apa lagi itoe jang alim-alim soedah njanji sepandjang djalan dengan soeara jang sedih.”-ISB-
(Display 1, Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Ngebung)