Sesuai dengan amanah Undang-undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, upaya pelestarian cagar budaya disyaratkan dilakukan oleh ahli-ahli yang bersertifikat. Tenaga ahli ini kemudian disebut sebagai Tenaga Ahli Pelestarian yang menjadi tenaga di lapangan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah masing-masing.
Untuk memenuhi hal tersebut, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui LSP P-2 Kebudayaan melaksanakan kegiatan sertifikasi Tenaga Ahli Pemotretan Cagar Budaya dari tanggal 9 hingga 12 November 2019. Kegiatan ini diselenggarakan di Kota Bandung yang diikuti oleh 30 orang peserta dari berbagai UPT Kebudayaan se-Indonesia.
Dalam pembukaan acara Sertifikasi Tenaga Ahli Pemotretan Cagar Budaya, Ivan Efendi, M.Hum selaku Kasi Standarisasi, Subdit Pembinaan Tenaga Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman mengungkapkan bahwa, ”Diperlukan tenaga ahli di lapangan yang ada di daerah-daerah. Kali ini kami mengadakan sertifikasi tenaga pemotretan cagar budaya melalui LSP P-2 Kebudayaan”.
Dengan diadakannya sertifikasi ini, diharap semakin banyak tenaga yang memiliki sertifikat profesi dan mampu meningkatkan kemampuan. Tenaga pemotretan saat ini masih perlu ditingkatkan kompetensinya melalui berbagai jenis pelatihan, bimbingan teknis, lokakarya maupun berbagai jenis peningkatan kompetensi lainnya. Hal ini menjadi sangat krusial sehingga ke depan Direktorat PCBM melalui LSP P-2 Kebudayaan akan terus mengadakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kapasitas tenaga pelestari cagar budaya.
“Ke depan kami akan terus melakukan sertifikasi seperti ini dengan bidang keahlian yang berbeda-beda seperti kurator, edukator, dan permuseuman. Ini menjadi bagian dari peningkatan kompetensi melihat kenyataan di lapangan yang masih sedikit tenaga pelestarian cagar budaya yang telah bersertifikasi”, lanjut Ivan.
Tenaga ahli pelestarian cagar budaya diharapkan mampu menjawab berbagai tuntutan di lapangan seperti dengan sedikitnya Tenaga Ahli Cagar Budaya dengan tantangan masih banyaknya cagar budaya yang belum diberi status cagar budaya. Hal ini terjadi karena sedikitnya tenaga ahli seperti yang disyaratkan oleh UU No 11 tahun 2010. “Kegiatan ini merupakan jawaban dari tantangan di lapangan”, tegas Ivan mengakhiri sambutannya.
Tantangan yang harus segera dijawab dengan meningkatkan kompetensi tenaga-tenaga pelestari cagar budaya yang tersebar di berbagai UPT Kebudayaan di Indonesia. Indonesia, sebuah negeri yang kaya akan peninggalan cagar budaya yang merupakan titipan dari generasi yang akan datang. (Wiwit Hermanto)