Penguatan karakter siswa menjadi salah satu sendi penting pendidikan, selain melalui pembelajaran di kelas, dapat pula dilakukan di luar kelas. Hal ini perlu dilakukan sejak usia dini guna membiasakan para siswa dengan materi Pelajaran dikelas ditambah dengan materi diluar kelas yang tidak kalah penting pula. Hal ini dirasakan oleh pihak Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Ma’arif Doyo, Klaten yang memberi penguatan karakter pada siswa melalui studi lapangan yang bertajuk Wisata Edukasi.
Wisata Edukasi yang dilakukan MI Al-Ma’arif Doyo, Klaten pada hari Rabu, 13 Desember 2023 salah satunya dengan mengunjungi Museum Manusia Purba Sangiran. “Kunjungan kami bertujuan untuk wisata sekaligus edukasi, mohon siswa kami diberikan materi purbakala yang ada di Sangiran”, pinta Samsul Hadi selaku Kepala Madrasah.
Rombongan MI Al-Ma’arif Doyo, Klaten terdiri dari para siswa dan pendamping sejumlah 100 orang. Para siswa terdiri dari berbagai kelas, “Kami berkunjung dengan siswa berbagai kelas, tiap kelas ada perwakilannya karena tidak semua bisa ikut”, jelas Samsul.
Guna mencapai tujuan tersebut, MI Al-Ma’arif Doyo, Klaten diberi materi melalui koleksi yang ada di 3 ruang pamer Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan. Selain itu, siswa diajak diskusi terkait tentang koleksi museum sesuai dengan tingkat pendidikannya, dengan cara bertanya apa saja yang mereka saksikan di museum. Dengan antusias para siswa menjawab,
“Gajah”
“Buaya”
“Kerbau”
“Kura-kura”
“Hiu”
Jawaban tersebut mengawali diskusi dengan bahasa yang mudah dipahami para siswa. Jawaban mereka mencerminkan bahwa perjalanan mereka keliling museum sudah banyak merekam koleksi yang dipamerkan. Kemudian dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, dijelaskan tentang kehidupan purba yang pernah terjadi di Sangiran. Perubahan lingkungan laut menjadi rawa, yang kemudian berubah menjadi kehidupan darat dengan bukti-bukti makhluk hidup yang hidup pada masa tersebut.
Setelah diskusi, siswa diajak menyaksikan film berjudul, “Balung Buto” yang merupakan film animasi yang sesuai dengan usia mereka. Film Balung Buto berceritakan kisah rakyat yang mempercayai bahwa dahulu pernah tejadi perang antara kebaikan yang diwakili oleh Raden Bandung melawan angkara murka yang terwakili dari Raja Raksasa, Tegopati. Perang yang akhirnya dimenangi Raden Bandung, kemenangan bagi kebenaran yang merupakan hasil kerja keras. Terjadi proses kerja keras yang dilakukan Raden Bandung agar dapat menang dan mengalahkan Tegopati.
Perang ini mengakibatkan banyak para raksasa tewas dan tulang belulangnya yang besar kemudian disebut masyarakat Sangiran sebagai Balung Buto (Tulang Raksasa). Masyarakat meyakini bahwa tulang itu memiliki makna magis yang kemudian dimanfaatkan masyarakat. Masyarakat memanfaat fosil yang mereka anggap Balung Buto itu sebagai benda magis dan pengobatan. Sebagai benda magis, Balung Buto ini dimanfaatkan sebagai jimat dan penolak bala bagi orang-orang yang mempercayainya. Bagi pengobatan Balung Buto digunakan mengobati orang sakit bahkan hewan juga dapat memanfaatkan Balung Buto guna menyembuhkan penyakit. Bagi ibu yang kesulitan melahirkan, Balung Buto dapat dimanfaatkan guna melancarkan proses kelahiran. Sebuah mitos Balung Buto yang mereka saksikan menjawab pertanyaan tersebut, diawali dengan kata “Sangir” yang berarti mengasah kuku Raden Bandung yang merupakan pahlawan dalam mitos itu. Mengasah (menyangir) kuku yang digunakan sebagai senjata melawan raksasa pimpinan Tegopati, sebuah kisah kepahlawanan yang dapat menjadi pembelajaran bagi MI Al-Ma’arif Doyo, Klaten. (Wiwit Hermanto)