Penelitian Oppennorth

0
494

Suatu hari, putri Oppennorth yang berusia 18 tahun melihat ayahnya membawa pulang benda bersalut lumpur. Ia menyaksikan Oppennorth membersihkan benda itu di atas meja tak terpakai di rumah mereka. Kelak diketahui, benda itu adalah satu dari 14 fosil hominid yang ditemukan di Ngandong. Tahun 1932, Oppennorth mempublikasikan temuan tersebut melalui artikelnya, “Homo (Javanthropus) Soloensis, Een Pleistocene Mensch van Java” (Homo (Javanthropus) soloensis, Seorang Manusia Plestosen dari Jawa), dimuat  dalam Wetenschappelikjke Mededelingen Dienstvan Mijnbouw in Nederlands Indie.

Homo “Javanthropus” soloensis ditemukan dalam pelaksanaan Program Pemetaan Pulau Jawa (Javakaarteering), yaitu sebuah unit kerja Jawatan Geologi Hindia Belanda. Program pemetaan itu merupakan survey geologi terbesar di dunia kala itu, karena mempekerjakan 70 orang Eropa dan 90 orang pribumi. Von Koenigswald sendiri terlibat di Jawatan Geologi Hindia Belanda sebagai ali paleoantropologi.

Penggalian dimulai pada 13 September 1931. Sebagai direktur program sekaligus kepala proyek, Oppennorth bergerak cepat dan berinisiatif menggali di 17 situs di Ngandong, sepanjang tepian Sungan Bengawan Solo. Hasilnya 37.000 fosil berhasil ditemukan.

Pada 15 September 1931, Samsi, seorang asisten pribumi, menemukan fosil Ngandong I  dan II (kini diberi kode Ng I dan Ng II). Ia mencatat fosil-fosil itu sebagai pecahan kepala harimau dan fragmen kepala kera. Oppennorth kemudian tertarik kepada kedua spesimen tersebut. Belakangan keduanya terungkap sebagai fosil manusia purba pertama yang ditemukan di Jawa sejak fosil Pithecanthropus erectus ditemukan di Trinil, 35 tahun sebelumnya.

Berikutnya Panudja, asisten pribumi yang lain, menemukan enam fosil Homo erectus: V, VI, VIII, IX, X, dan XI (kini diberi kode Ng 6, 7, 11, 12, 13, 14). Oppennorth merespon temuan tersebut  dengan meminta von Koenigswald dan Ter Haar untuk mengunjungi lokasi temuan, dan selanjutnya bersama-sama melakukan penelitian lebih dalam mengenai manusia prasejarah dan konteks lingkungannya.

Dalam penelitian itu, von Koenigswald melakukan identifikasi dan klasifikasi temuan. Dari sanalah, ia memperoleh data untuk merevisi biostratigrafi Jawa yang sudah ada. Ia bekerjasama dengan Oppennorth yang bertanggungjawab mendeskripsikan konteks stratigrafi temuan. Meski demikian, keduanya tidak pernah berada lama di Ngandong. Sedangkan fosil-fosil penting diangkat oleh para pekerja pribumi.  Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung