Minat pencarian asal usul manusia dimiliki oleh Eugene Dubois, seorang dokter dari Belanda. Berbekal dugaan Ernst Haeckel tentang “missing link” di daerah tropis serta gegap gempita Teori Evolusi Darwin, dimulailah perburuan fosil antara kera dan manusia pada tahun 1887. Gua-gua di Sumatra dan Tulungagung adalah lokasi awal perburuan. Hasil yang diperoleh tidak cukup memuaskan baginya sehingga dia menggali endapan purba di dasar Bengawan Solo, Trinil, Ngawi pada 1891. Di antara ratusan fosil tulang binatang dia menemukan atap tengkorak dengan volume otak sekitar 900 cc, kapasitas antara kera dan manusia, serta sebuah tulang paha kiri yang memberi kesan pemiliknya telah beijalan tegak. Temuan Pithecanthropus erectus telah menjawab sebagian keingintahuan dunia tentang evolusi manusia, sebagian lain menyimpan pertanyaan mendasar, termasuk mengenai usia kepurbaan temuan dari Trinil tersebut. J.L.C. van Es, seorang geolog Belanda melakukan pemetaan geologi di 13 wilayah di Jawa sebagai bagian program pemetaan oleh Jawatan Geologi Hindia Belanda. Eksplorasi tersebut menjadi bagian dari disertasinya yang beijudul The Age of Pithecanthropus (1931), untuk mengetahui usia temuan Dubois di Trinil. Ia menyimpulkan bahwa Pithecanthropus erectus hidup sejaman dengan Fauna Trinil yang berasal dari Kala Plestosen Bawah. Hasil lain dari pemetaan geologi ini adalah sebuah peta geologi Dome of Sangiran. Peta inilah yang di kemudian hari digunakan oleh G.H.R von Koenigswald untuk melakukan penelitian sistematis pertama di Sangiran pada tahun 1934. Hasil penelitiaan von Koenigswald ini berhasil menyingkap kekayaan potensi Situs Sangiran yang sangat besar, dan banyak mengundang penelitian-penelitian lain di Sangiran.
Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung