Pembelajaran Paradigma Baru Melalui Museum

0
136
Oplus_2048

Pembelajaran paradigma baru memfokuskan peserta didik sebagai pusat dalam kegiatan pembelajaran dengan pemetaan standar kompetensi, merdeka belajar, dan penilaian kompetensi minimal. Ketiga komponen tersebut diharapkan mampu menciptakan paradigma dalam pembelajaran yang lebih baik dan berkesinambungan di masa mendatang. Pembelajaran ini memberi ruang yang lebih longgar pada pendidik dalam menyusun perencanaan serta merumuskan penilaianyang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Hal ini disadari oleh SMP 1 Kasatriyan 1 Surakarta yang mengadakan kunjungan ke Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan pada hari Rabu, 29 Oktober 2024. Rombongan berjumlah 30 orang siswa dengan 10 guru pendamping. Farida Kurniyati selaku Kepala Sekolah SMP 1 Kasatriyan 1 Surakarta mengatakan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk, “Menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pembelajaran bermakna bagi peserta didik”.

Rombongan SMP 1 Kasatriyan 1 Surakarta diajak untuk menjelajah masa lalu yang pernah terjadi di Sangiran melalui berbagai koleksi museum, penjelasan yang diberikan, serta melalui film berjudul, “Golek Balung Buto”. Film ini mengisahkan 3 orang sahabat yang masih sekolah tingkat SD bernama Lintang, Bagas, dan Pratiwi menemukan dompet yang membawa mereka ke Sangiran. Ketiga anak itu “terdampar” di Sangiran, jauh dari rumah mereka di Boyolali dan kemudian ditolong seorang karyawan museum yang mengajak mereka memahami Situs Sangiran melalui museumnya.
Karyawan ini membawa temuan-temuan fosil manusia purba yang baru saja ditemukan dari lapangan. Dalam perjalanan menuju museum bersama ketiga anak tersebut, mereka mendengar melalui berita di radio yang meminta masyarakat waspada akan penculikan anak. Hal tersebut membuat ketiga anak ini merasa tidak percaya pada karyawan museum yang berniat menolong mereka sehingga ketiga anak itu lari dan tanpa sadar berkeliling ruang pamer Museum Sangiran. Di ruang pamer ini mereka melihat banyak patung yang mereka anggap sebagai manusia yang diawetkan.

Di akhir film, ketiga anak itu diberi pemahaman tentang koleksi yang mereka saksikan itu hanya patung dan fosil-fosil itu merupakan fosil prasejarah. Di masa lalu, semua itu dikenal dengan mitos Balung Buto yang merupakan sebuah kisah yang dikenal pada masyarakat Sangiran. Selain menikmati suguhan film, rombongan juga diberikan buku untuk menambah koleksi perpustakaan. “Terima kasih atas bukunya, semoga bermanfaat bagi kami”, ungkap perwakilan sekolah.

Melalui museum yang menyajikan kisah masa lalu untuk menjadi suatu pembelajaran di masa depan. Kisah itu dengan singkat dan jelas tersaji dalam sebuah film “Golek Balung Buto”, menjadi menarik bagi rombongan SMP 1 Kasatriyan 1 Surakarta. (Wiwit Hermanto).