Pelatihan Teknis Permuseuman Guna Peningkatan Kompetensi Bidang Museum

0
930

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pusdiklat Kemendikbud) menyelenggarakan Pelatihan Teknis Permuseuman Angkatan II. Pelatihan ini diselenggarakan sejak tanggal 8-17 Maret 2021 yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi teknis bagi staf yang membidangi permuseuman.
Peserta Pelatihan Teknis Permuseuman berasal dari berbagai berbagai museum di Indonesia. Peserta terdiri dari 23 orang se-Indonesia, yaitu Museum Daerah Kabupaten Sumbawa, Museum Rumah Adat Baanjuang, Museum Provinsi Kalimantan Barat, Museum Singhasari , Museum Kota Makassar, Museum Wayang Indonesia, Museum Daerah Kabupaten Gresik Sunan Giri, Museum Provinsi Sulawesi Tenggara, Museum UPT Museum Kota Surakarta, Museum Negeri Provinsi Nusa Tenggara Barat, Museum Multatuli Banten, Museum Tuanku Imam Bonjol, Museum Benteng Vredeburg, Museum Airlangga Kota Kediri, Museum Gedung Linggar Jati, Museum Wajakensis, Museum La Pawawoi , Museum Purbakala Gorontalo, Museum Budaya dan Sejarah Balai Rung Sri, Museum Prof. Dr. R. Sugarda Poerbakawatja Kab. Purbalingga, Museum Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi, UPTD Museum Negeri Mulawarman, dan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Pandemi Covid-19 menyebabkan Pusdiklat Kemendikbud berusaha untuk melaksanakan pelatihan dengan moda daring. Pelatihan Teknis Permuseuman Angkatan II ini dilakukan dengan moda daring akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia. Guna mencegah penularan Covid-19, moda daring merupakan salah satu cara untuk tetap melaksanakan pelatihan guna meningkatkan kompetensi pegawai.
Dalam sambutannya, Amurwani Dwi Lestariningsih, S.Sos., M.Hum berharap pelaksanaan dengan moda daring ini tidak mengurangi keseriusan peserta. “Pelaksanaan dengan virtual semoga tidak mengurangi makna dan keseriusan di diklat ini”, harapnya.
Disadari bahwa moda daring memiliki berbagai kelemahan tetapi saat ini, moda daring merupakan pilihan terbaik guna meningkatkan kompetensi pegawai. Moda luring atau tatap muka masih menjadi metode terbaik karena peserta dan narasumber dapat lebih berinteraksi, selain juga interaksi sesama peserta, dan juga dengan Pusdiklat selaku pihak penyelenggara.
Hal ini diakui Amurwani, “Diklat luring berbeda dengan diklat daring, diperlukan secara langsung dapat belajar sumber dari langsung, ada hal-hal yang tak tergantikan secara daring”, tegasnya.
Berbagai materi terkait permuseuman sudah terjadwal dalam Pelatihan Teknis Permuseuman kali ini. Materi tersebut seperti Pengelolaan Museum, Penataan Pameran, Pelayanan Publik Museum, Pengelolaan Koleksi, dan Visitasi Virtual. Materi-materi tersebut disampaikan oleh ahli di bidang permuseuman yang siap membagikan pengetahuan tentang museum kepada peserta.
Diakhir sambutan, Amurwani berharap, “Semoga diklat virtual bisa memberi makna dalam kondisi pandemi”. (Wiwit Hermanto)