PELANGI BUDAYA SITUS SANGIRAN 5: Kotekan Lesung

0
1016
Kotekan Lesung

Lesung lebih dari sekadar alat tumbuk padi. Ada nilai filosofis yang hidup di dalamnya. Bila kesenian ini dikelola dengan baik, dapat menjadi mediator perekat kekerabatan, serta mencegah adanya konflik sosial.

Dulu, masyarakat memanfaatkan kesenian ini sebagai hiburan saat menumbuk padi atau sebagai media penanda saat ada bahaya, seperti bencana alam, gerhana bulan, atau gerhana matahari. Suara tabuhan lesung juga kerap menjadi alat untuk memanggil warga agar hadir dalam perhelatan bersih desa dan upacara panen padi. Kotekan lesung yang pada awalnya merupakan kegiatan santai sekadar untuk bersenandung di saat-saat jeda menumbuk padi, kemudian berkembang menjadi simbol kegiatan sosial masyarakat agraris.

Kotekan Lesung

Lesung dibuat dari kayu pohon utuh, yang dibentuk dan dilubangi seperti perahu nelayan. Lesung tersebut digunakan untuk menguliti gabah menjadi beras dengan dibantu alat yang namanya alu atau antan. Kegiatan itu disebut nutu atau ndeplok (bahasa Jawa: menumbuk padi dengan antan) yang dilakukan beramai – ramai. Kesenian ini dapat dijumpai di Desa Saren, Kecamatan Kalijambe. (Duwiningsih)